Mohon tunggu...
Boedijono Tanimartoyo
Boedijono Tanimartoyo Mohon Tunggu... -

membaca tidak mudah, apalagi menulis, sebaiknya ku mulai saja

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Revolusi Hati

24 Februari 2011   22:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:18 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Revolusi adalah perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung secara cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat. Di dalam revolusi, perubahan yang terjadi dapat direncanakan atau tanpa direncanakan terlebih dahulu dan dapat dijalankan tanpa kekerasan atau melalui kekerasan. Ukuran kecepatan suatu perubahan sebenarnya relatif karena revolusi pun dapat memakan waktu lama. Misalnya revolusi industri di Inggris yang memakan waktu puluhan tahun, namun dianggap 'cepat' karena mampu mengubah sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat —seperti sistem kekeluargaan dan hubungan antara buruh dan majikan— yang telah berlangsung selama ratusan tahun.

Diatas itu tadi adalah kutipan definisi revolusi menurut Wikipedia. Sebagai orang awam, saya merasa tidak mampu mengurai pengertian revolusi sebagaimana didefinisikan Wikipedia. Tetapi sebagai individu yang hadir di era informasi digital seperti sekarang ini, ternyata hati saya terusik oleh peristiwa yang terkemas atau sengaja dikemas dengan kata “revolusi” agar lebih terasa heboh yang muncul setiap hari . Misalnya ‘revolusi PSSI’, yang secara substansi berbeda dengan ‘revolusi Tunisia’ (yang telah mewabah menjadi ‘revolusi Timur Tengah’). Sebagai orang awam yang muncul di benak kepala saya dengan kata ‘revolusi’cuma ‘revolusi 1945’ yaitu ketika bangsa Indonesia dengan ber-darah-darah merebut kemerdekaannya dari tangan penjajahan. Hiruk pikuk peristiwa dunia yang dimunculkan berbagai media ternyata menjelaskan arti revolusi sebagaimana di definisikan Wikipedia diatas. Karena saya lahir setelah jaman kemerdekaan, berita revolusi di Timur Tengah - khususnya di Libya-lah yang memberi saya gambaran betapa kacaunya situasi yang menimpa rakyat di sana, walaupun jelas beda dengan ‘revolusi 1945’. Sedang revolusi PSSI adalah riak kecil revolusi yang lain lagi.

Ada sebuah ajaran yang mengatakan ‘manusia adalah miniatur alam semesta’. Ketika saya bayangkan Timur Tengah dengan Libya-nya dan Indonesia dengan PSSI- (dan lain-lain)nya adalah bagian dari alam semesta, sedang dilanda revolusi, sedangkan saya juga adalah bagian dari alam semesta yang lebih kecil lagi, ternyata hati saya sedang mengalami revolusi juga – terimbas revolusi, kira-kira begitulah -.

Revolusi macam apakah yang seharusnya terjadi pada diri saya? Ternyata revolusi untuk tidak mudah terbawa revolusi. Apalagi menjadi minyak revolusi yang di sulut orang tak bertanggung jawab. Ini terhitung revolusi kecil. Secara umum revolusi besar yang saya rasa diperlukan untuk menyikapi kondisi masa kini adalah revolusi visi. Dari visi yang berorientasi keluar menjadi visi yang berorientasi kedalam. Dari visi tirani menjadi visi yang penuh toleransi. Dari visi menguasai menjadi visi menyayangi. Dari visi ‘aku’ menjadi visi ‘kita’. Dari visi menang sendiri dan benar sendiri menjadi visi mawas diri. Dari visi materialisme ketamakan menjadi materialisme kepedulian. Ini semua hanya bisa di lakukan dengan cara mengkultivasi diri. (Meminjam istilah yang biasa dipakai oleh komunitas Falun Dafa). Saya rasa hanya cara ini yang bisa membuat bumi ini damai. Tapi, bisakah? Yang bisa menjawab hanyalah ijinNya semata. Dengan bahasa manusia: waktulah yang akan membuktikannya.

Sidoarjo, 24 Februari 2011.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun