[caption id="attachment_187737" align="alignnone" width="387" caption="Ilustrasi"][/caption]
‘’Setiap orang bisa membaca pasti bisa menulis, dan setiap orang bisa menulis pasti bisa membaca’’. Nampaknya sepenggal kalimat di atas sudah menjadi hukum alam yang serba timbal-balik membentuk sebuah siklus yang saling berketerkaitan. Sehingga terangkai dalam satu paket dan membentuk mata rantai. Ada sebuah mitos yang terus berkembang yang menyatakan bahwa,”Menulis itu hanya bisa di lakukan oleh orang-orang yang hebat, pandai, jenius dan lain sebagainya,’’Anggapan tersebut sungguh aneh bahkan di luar logika jernih manusia.
Lihat saja, setiap hari bahwa kita bisa menulis sms, status facebook, twitter, nge-blog maupaun yang lain, yang berhubungan dengan teknologi digital. Bahkan setiap hari kita tak lepas dari itu. Jadi tidak ada yang mengataka bahwa menulis itu butuh sebuah bakat yang terlahir, butuh pemikiran yang jenius dan lain sebagainya. Cuman yang membedakan adalah apakah yang kita tulis dalam sms, status akun facebook, twitter maupun blog itu bermanfat atau tidak. Dua itu yang membedakan. Tulisan yang bermanfaat atau tidak.
Menulislah, dan menulislah yang bermanfaat. Sesuai sabda Rasulullah SAW “…Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesama manusia…” [HR. Thabrani dalam Al-Ausath]’’. Tentunya lewat tulisan, sekali menulis tulislah yang bermanfaat dari mulai sekarang dan seterusnya. Karena tulisan yang bermanfaat mengandung unssur positif.
Konon seorang penulis yang menghasilkan sebuah karya tentunya. Umumnya di pandang orang hebat karena hasil dari buah pemikirannya yang menghasilkan karya sehingga bisa bicara di depan puplik menguasai materi. Bisa berurator. Begitu sebaliknya dengan orang yang bukan penulis belum tentu semahir orang yang bisa menulis ketika berbicara di depan publik. Mungkin itu anologi relasi yang pas.
Ketika kita matipun karya dari tulisan kita tetap di kenang, tetap hidup di kepala pembaca itu hasil dari sebuah dedikasi yang tinggikarena proses membaca adalah proses perekaman prosa kata, proses perekaman ilmu oleh otak manusia,. Apalagi kalau tulisan itu di kumpulkan dan menghasilkan sebuah buku tentunya ada nilai lebih yang kita ambil, dan nilai lebih itu anggaplah sebuah bonus dari sebuah nilai tambun dari penjualan buku.
Saya akan mengutip pernyataan seseorang salah satu penulis hebat di negeri ini,” Kekuatan sebuah tulisan lebih tajam dari sebuah peluruyang hanya menembus satu kepala manusia saja, tetapi kekuatan kata-kata (tulisan) lebit tajam dari sekedar peluru bahkan bisa menembus ratutsan, ribuan, bahkan sampai jutaan kepala manusia,” Fuadi (Penulis buku Trilogy Negeri 5 Menara). This is power writer “Inilah kekuatan dari sebuah tulisan.”
Untuk menghasilkan tulisan yang hebat tentunya tidak instan, ada jalan, ada rute yang harus di lalui dan itu sangat panjang. Semua butuh waktu dan itu tidak singkat. Harus di asah secara konsisten. Ingat pisau yang tumpul akan tajam kalau sering di asah, begitu juga dengan tata-cara tulis-menulis kita akan tajam melebihi mata pisau apabila kita tetap konsisten untuk terus mengasahnya.
Salam boediinstitute @boedipanggul
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H