Mencari dana utangan biasanya didorong oleh desakan kebutuhan untuk pembiayaan padahal di saat yang sama sedang dalam keadaan ketiadaan uang.
Desakan kebutuhan itu bermacam-macam bentuknya, dalam konteks negara bisa jadi karena desakan kebutuhan untuk pembiayaan pembangunan atau untuk keperluan lainya.
Sifat waktu akan keadaan desakan kebutuhan itu juga bisa bermacam-macam, bisa berupa kebutuhan yang mau tidak mau harus bisa dipenuhi dalam waktu dekat dan tidak bisa ditunda-tunda lagi, bisa juga tidak.
Sifat kebutuhannya pun juga bisa beraneka ragam, kebutuhan untuk keperluan konsumtif, bisa juga untuk keperluan produktif.
Ketiadaan uang itu bisa berarti saat ini sedang tidak ada uang namun di saat nanti akan ada uang yang entah dari mana datangnya.
Dan bisa jadi, dengan adanya utangan itu akan membuat membalikkan keadaan ketiadaan uang menjadi ada uang karena utangan itu akan dipakai untuk keperluan yang produktif.
Mungkin karena itulah maka rekor jumlah utang yang terjadi semasa Sri Mulyani menjabat Menteri Keuangan selama lebih kurang lima tahun itu tidak pernah dipermasalahkan, karena dianggap utang yang dibuatnya itu merupakan utang produktif.
Dalam arti kata, utang yang dibuatnya itu akan dipakai untuk hal-hal yang produktif atau diwujudkan dalam asset produktif yang akan menghasilkan uang.
Selanjutnya uang yang dihasilkan itu dapat dipakai untuk mencicil dan menghasilkan uang untuk mencicil dan membayar bunga utangan beserta utang pokoknya.
Atau, bisa jadi uang utangan itu dipakai untuk membangun infrastruktur yang sangat berguna untuk menggairahkan gerak roda perekonomian sehingga menghasilkan uang untuk pengembalian utang itu.
Bisa jadi memang demikian. Karena sebagaimana diketahui pada masa pemerintahan Orde Baru yang dikenal juga gemar berutang itu sangat terasa dan terlihat semaraknya geliat pembangunan infrastruktur yang dilakukannya.
Konon menurut kabar, zaman orde baru ini setiap tahunnya berhutang tidak kurang dari 40 trilyun rupiah.
Dan konon menurut rumor, lima tahun semasa Sri Mulyani menjadi Menteri Keuangan itu setiap tahunnya berhutang lebih dari 80 trilyun rupiah.
Singkat kata, sejak zaman Indonesia merdeka sampai dengan hari ini, pemerintah Indonesia selalu berhutang setiap tahunnya.
Entah lebih berdaya guna dan lebih efektif serta lebih produktif yang mana antara utang yang dibuat di zaman orde baru dengan utang yang dibuat di zaman Sri Mulyani.
Dan, yang jelas dengan berbagai argumentasi menghasilkan kesimpulan bahwa utang itu perlu.
Berkait dengan soal utang itu perlu, barangkali apa yang ditulis oleh Kompas dalam sebuah berita yang bertajuk “Separuh Utang buat Mencicil” semakin memperkuat alasan dan argumentasi bahwa utang itu memang sangat perlu.
Di tahun 2010 ini pemerintah akan berhutang sebesar kurang lebih Rp. 249,818 trilyun.
Separuh dari uang utang itu, sekitar Rp. 124,667 trilyun akan digunakan untuk membayar bunga utang dan cicilan utang pokok dari hutang yang dipunyai Indonesia.
Akhirulkalam, utang itu perlu karena untuk membayar utang beserta bunga utangnya pun diperlukan uang yang berasal dari utang.
Jadi, utang itu memang perlu dan memang mau tidak mau harus dilakukan.
Wallahulambishshawab.
*
Catatan Kaki & Referensi Bacaan :
- Artikel dengan tema Utang Indonesia , antara lain dapat dibaca di “Utang era Soekarno hingga Sekarang” , dan “Membahas Jumlah Utang Indonesia” , serta “Utang Warisannya Sri Mulyani” dan “Peran World Bank dalam Utang Indonesia” .
- Artikel dengan tema World Bank , antara lain dapat dibaca di “Kolega Kerjanya Sri Mulyani” ,dan “Jabatan Bergengsi bagi Sri Mulyani” ,serta “Presiden Bank Dunia” , dan “Preman Ekonomi Dunia” .
- Artikel dengan tema Sri Mulyani , antara lain dapat dibaca di “Sri Mulyani Calon Wapres 2014” , dan “Sri Mulyani versus Pengusaha Pribumi” , serta “Sri Mulyani diantara Kepentingan Asing dan Lokal” ,serta “Sri Mulyani bakal Mutung ?” .
- Artikel dengan tema Sosial Ekonomi Indonesia , antara lain dapat dibaca di “Sekolah Negri tak Gratis, Swasta pun tetap mahal” ,dan “Gaji standar Lokal, Biaya Hidup standar Internasional” ,serta “Redenominasi dan Sanering” , dan “Cukup 1 Riyal Saja” .
- Artikel dengan tema lainnya , antara lain dapat dibaca di “RSBI : Rintisan Sekolah Bertarif Internasional” ,dan “Horor Bom LPG” ,serta “Biaya penerbangan Haji” , dan “PKS makin Sejahtera” .
*
Gambar ilustrasi dicopy paste dari sini .
*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H