Mohon tunggu...
Rifky Pradana
Rifky Pradana Mohon Tunggu... -

Seseorang pria yang bukan termasuk golongannya rakyat 'Jelita', hanya seorang rakyat 'Jelata' saja, yang suka iseng, yang suka mengisi waktu nganggurnya untuk menghibur dirinya dengan membaca dan menuliskan uneg-unegnya yang dipostingkan di blog komunitas : Kompasiana, Politikana, serta di milis-milis yahoogroups.com : Forum Pembaca Kompas, Mediacare, Media Umat, Ekonomi Nasional, PPI-India, Indonesia Rising, Nongkrong Bareng Bareng, Wartawan Indonesia, Zamanku, Eramuslim, Sabili, Mencintai Islam, Syiar Islam, dengan nickname rifkyprdn@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pengabdian PAN-PKB-PPP kepada Demokrat

5 Maret 2010   01:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:36 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah melampaui proses panjang dan berliku, dengan mengerahkan semua daya dan kekuatan yang dimilikinya, serta menempuh segala macam cara dan siasat yang bisa dilakukannya, ternyata tetap saja tak membuahkan hasil yang sesuai dengan kehendak dan keinginan Partai Demokrat.

Partai Demokrat ternyata masih bisa dikalahkan, dan negeri Indonesia tercinta ini ternyata tak hanya miliknya para penguasa negara saja.

Jika dilihat dari hasil sidang paripurna DPR yang kemarin lusa, boleh dibilang dari 8 partai lainnya diluar PD (Partai Demokrat), ternyata hanyalah PAN (Partai Amanat Nasional) dan PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) saja yang bersedia untuk patuh tanpa reserve dan tunduk sepenuhnya kepada semua kehendaknya Partai Demokrat dan segala keinginannya mereka yang menjadi penguasa negara.

Bisa dimengerti jika PAN (Partai Amanat Nasional) sampai mempunyai kesediaan yang seperti itu. Mengingat ketua umum partai itu, Hatta Rajasa, mempunyai kedekatan dan relasi hubungan yang bersifat khusus dengan Presiden SBY.

Kehadiran sosok Drajad Wibowo sebagai wakil ketua umum partai tersebut ternyata tetap tak bisa membuat perimbangan yang berarti. Sehingga tetap saja PAN seolah telah menjadi terbelenggu kedua tangannya serta terpasung kedua kakinya.

Mungkin hal yang dapat dimaklumi jika PAN secara sukarela bersedia terbelenggu dan terpasung seperti itu. Mengingat berputarnya roda organisasi tentu membutuhkan perongkosan yang tidak sedikit.

Dan berdasarkan asumsi itu, sangat mungkin jika kemudian diyakini strategi yang paling tepat adalah berusaha sedekat mungkin dengan pemilik kekuasan negara sehingga dapat berada di titik lingkaran pusat pengendali pemerintahan.

Walau demikian, strategi itu bukannya tanpa konsekuensi dan resiko.

Kesan terbelenggu dan terpasung yang disertai dengan sikap patuh tanpa reserve dan tunduk sepenuhnya itu akan berpotensi membuat PAN dalam penempatan posisioningnya terhadap segmen konstituennya menjadi kagok dan kikuk.

Sebagaimana diketahui, basis konstituen PAN mengandalkan anggota jamaahnya ormas Muhammadiyah. Disamping itu, juga dari segmen masyarakat terdidik dan masyarakat kelas menengah perkotaan.

Karakter dari jamaah Muhammadiyah yang oleh banyak kalangan dikategorikan sebagai kelompok muslim modernis itu tentu berbeda dengan karakternya jamaah Nahdatul Ulama.

Sikap taklid alias patuh tanpa reserve dan tunduk sepenuhnya itu merupakan hal yang bisa diterima dan lazim berlaku di kalangan Islam Tradisional. Namun sangat bisa jadi akan menjadi sesuatu hal yang terasa asing dan tak lazim bagi kelompok muslim modernis.

Sebagaimana diketahui, akhir-akhir ini banyak diantara jamaah Muhammadiyah yang sudah mulai mengambil jarak dengan PAN. Bukan rahasia lagi, jika kalangan aktivis di ormas ini sudah merasa tak lagi at home dengan PAN.

Sehingga, sangat bisa jadi loyalitas dukungan dari basis konstituen utamanya itu akan semakin menurun. Bahkan tak tertutup kemungkinan, PAN akan ditinggalkannya.

Memang, bagi segmen masyarakat terdidik dan masyarakat kelas menengah perkotaan, mungkin sikap PAN itu akan dibaca sebagai sikap yang pro terhadap kemapanan. Sesuatu hal yang disukai oleh ceruk segmen ini.

Akan tetapi, di ceruk segmen ini cara berfikirnya tentu sangat kritis, mengingat tingkat pendidikan yang relatif cukup tinggi.

Sehingga sekalipun sikap pro kemapanan adalah sesuatu yang disukai, namun sikap itu menjadi terasa janggal jika dikaitkan dengan sikap yang diambil oleh Chandra Tirta Wijaya pada saat voting di sidang paripurna kemarin.

Chandra Tirta Wijaya adalah salah seorang dari sembilan orang inisiator Hak Angket ini.

Dan, Chandra Tirta Wijaya merupakan satu-satunya yang mempunyai pilihan berbeda dari kedelapan rekan-rekannya sesama inisiator Hak Angket.

Berbeda memang bukan sesuatu hal yang akan dianggap aneh.

Namun, tak tertutup kemungkinan akan dianggap sebagai hal yang aneh. Jika dikaitkan dengan posisinya sebagai inisiator yang sejak awal sampai menjelang berakhirnya masa kerja Pansus itu merasa sangat yakin ada permasalah di Skandal Century ini, yang kemudian tiba-tiba secara sontak berubah pilihannya karena tuntutan loyalitas terhadap garis komando fraksinya.

Lebih aneh lagi, ternyata Lili Choididjah Wahid dan Ahmad Kurdi Moekri, sebagai sesama inisiator Hak Angket, ternyata bisa melakukan sesuatu yang tak bisa dilakukan oleh Chandra Tirta Wijaya.

Walau begitu, semua hal tersebut diatas itu menjadi tidak aneh, malahan mudah untuk dimengerti dan sangat bisa dimaklumi, apabila dikaitkan dengan kedekatan dan relasi hubungan yang bersifat khusus antara Hatta Rajasa dengan Presiden SBY, dan strategi PAN yang memang berusaha untuk bisa berada sedekat mungkin dengan pemilik kekuasan negara sehingga dapat berada di titik lingkaran pusat pengendali pemerintahan.

Hal yang sama juga berlaku bagi PKB (Partai Kebangkitan Bangsa).

Sesuatu hal yang sangat bisa dimengerti dan dimaklumi jika sikap PKB pun sama seperti sikap PAN.

Hanya disini, fokus utama dari landasan sikapnya itu lebih untuk tujuan mengamankan posisi ketua umumnya dari ancaman kudeta.

Sebagaimana diketahui, Muhaimin Iskandar mempunyai konflik yang cukup kronis dengan kelompoknya Gus Dur (almarhum). Padahal kelompok pesaing Muhaimin Iskandar ini mempunyai kedekatan yang lebih baik dengan basis massa Nahdatul Ulama.

Memang soal kurangnya kedekatan dengan basis massa hal ini dibantah dengan keras oleh kelompoknya Muhaimin Iskandar. Namun fakta nyatanya, setelah PKB dipegang oleh Muhaimin Iskandar, perolehan suaranya sangat jauh merosot.

Selain itu, jika Muhaimin Iskandar memang sangat berkepentingan untuk memperlihatkan sikap taklidnya itu agar Presiden SBY tak tergoda untuk melirik kepada pesaingnya yang dirasakan lebih potensial.

Sebagai salah satu contohnya, Saefullah Yusuf yang saat ini menjabat sebagai Wakil Gubernur propinsi Jawa Timur.

Banyak kalangan menilai bahwa Saefullah Yusuf lebih mempunyai potensi untuk membesarkan PKB jika diposisikan sebagai Ketua Umum.

Belum lagi jika ditilik di soal kelihaian bermanuver ditambah dengan aksebilitasnya, oleh banyak kalangan, Saefulllah Yusuf jauh melebihi Muhaimin Iskandar.

Oleh sebab itu, sangat bisa dimengerti jika Muhaimin Iskandar sangat terganggu oleh sikapnya Lili Choididjah Wahid pada sidang paripurna soal Skandal Century yang kemarin itu.

Lili Choididjah Wahid dinilai telah menciderai prestasi Muhamin Iskandar dalam membawa PKB yang patuh tanpa reserve dan tunduk sepenuhnya kepada partai Demokrat.

Apalagi pembelotannya Lili Choididjah Wahid telah membuat Muhaimin Iskandar menjadi kalah pamor dibandingkan dengan Hatta Rajasa dalam soal keberhasilan mendisiplinkan kader partainya.

Maka, sangat bisa dimengerti jika Muhaimin Iskandar sangat berang dan memberikan peringatan keras kepada Lili Choididjah Wahid.

Namun, disangsikan keberaniannya Muhaimin Iskandar untuk melanjutkan peringatannya itu dengan tindakan tegas berupa recall dan pemecatan.

Hal yang agak berbeda justru ditunjukkan oleh PPP (Partai Persatuan Pembangunan).

Sikapnya agak aneh, di awal terlihat ingin taklid tapi kemudian di akhirnya malahan balik badan.

Pada voting tahap pertama, yang diwarnai dengan pembelotan dari salah satu kadernya yaitu Ahmad Kurdi Moekri, PPP memperlihatkan sikap patuh tanpa reserve dan tunduk sepenuhnya.

Namun di voting tahap kedua, PPP memperlihatkan sikap mbalelo terhadap kehendak dan keinginan Partai Demokrat.

Walau, apabila PPP di voting tahap kedua bersikap taklid pun tetap saja kehendak dan keinginan Partai Demokrat akan tetap gagal.

Mengingat jumlah suara yang dimiliki oleh PPP tak akan cukup untuk membalikkan keadaan dari kekalahan menjadi kemenangan.

Akhirulkalam, sikap yang ditunjukkan oleh PAN (Partai Amanat Nasional) dan PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) serta PPP (Partai Persatuan Pembangunan) itu tentu sudah diperhitungkan atas manfaat yang akan dipetiknya dan resiko yang akan diterimanya.

Sudah tepatkah perhitungan mereka ?.

Jawabannya akan segera terlihat dari apa yang akan diperolehnya dari Presiden SBY, ditambah dengan apa yang akan diperolehnya dari konstituen pemilihnya di Pileg tahun 2014 mendatang.

Wallahulambishshawab.

*

Catatan Kaki :

Artikel lainnya yang berjudul ‘PAN diketiaknya SBY’ dapat dibaca dengan mengklik di sini , dan yang berjudul ‘Demokrat dan Golkar serta PDIP’ dapat dibaca dengan mengklik di sini , serta yang berjudul ‘The Century Band’ dapat dibaca dengan mengklik di sini , dan yang berjudul ‘Kompromi Kebenaran atau Kebenaran Kompromi ?’ dapat dibaca dengan mengklik di sini .

*

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun