“ Reformasi birokrasi di Kementrian Keuangan memperhitungkan masalah secara sederhana. Karena seorang petugas pajak dinilai bisa mendatangkan pemasukan kepada negara, reward yang diberikan kepadanya besar “ .
“ TNI dan Polisi dapat memakai logika terbalik guna meyakinkan pemerintah atas peran dan fungsinya. Misalnya, dapat dikatakan, kalau kekuatan TNI atau Polri tidak digelar di satu titik tertentu, negara bisa rugi besar akibat praktik pembalakan liar dan penyelundupan “ .
Demikianlah yang dikatakan oleh Andi Wijayanto, seorang akademisi di bidang Ilmu Sosial dan Politik.
Ringkasnya, pemberian status istimewa bagi para pegawai pajak itu dapat berpotensi menimbulkan kecemburuan di kalangan abdi negara yang lainnya.
Memang, apa yang dikatakan oleh dosen Fisipol Universitas Indonesia itu ada benarnya.
Bagaimana tidak, kesenjangan tingkat gaji antara para pegawai Pajak khususnya dan aparat negara di lingkungan Departemen Keuangan pada umumnya dibandingkan dengan para aparat negara di instansi lainnya itu memang sedemikian jauhnya.
Pegawai pajak dengan golongan III-A seperti Gayus sebagai misalnya, dapat berpenghasilan diatas Rp. 12 Juta sebulannya.
Sedangkan aparat negara di instansi lainnya, sebagai misalnya para komandan peleton di TNI itu hanya mendapatkan gaji yang besarnya hanya sekitar Rp. 3 Juta per bulan, alias tak sampai seperempat gajinya Gayus.
Malahan, jika mengacu kepada PP nomer 25 tahun 2010, maka gaji pokoknya PNS golongan III-A itu hanya sebesar Rp. 1,8 Juta saja.
Bahkan, kalau menurut PP nomer 8 tahun 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Gaji PNS, maka gaji pokok pegawai golongan III-A dengan masa kerja lima tahun malahan hanya sekitar Rp. 1,7 Juta saja.
Maka, apabila timbul kecemburuan, itu sesuatu yang sangat manusiawi.
Memang, jika ditilik secara selintas sepertinya para pegawai pajak adalah aparat negara yang seolah-olah mempunyai andil paling besar lantaran berada di garis paling depan dalam memperjuangkan pendapatan negara.
Berdasarkan itu, maka kepada mereka perlu diberikan perlakuan istimewa, agar para abdi negara itu lebih proaktif dan lebih baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Mengingat akibat lanjut dari itu akan dapat mengamankan bahkan meningkatkan pendapatan bagi negara.
Akan tetapi, jika direnungkan secara lebih mendalam, sesungguhnya apa yang dipungut sebagai pungutan pajak dan restribusi cukai yang lainnya itu pada hakikatnya adalah ujung akhir dari sebuah proses komprehensif yang saling terkait dari berputarnya roda pembangunan serta berkerjanya mesin ekonomi nasional.
Jika roda pembangunan tak berputar dan mesin ekonomi nasional tak berkerja dengan sebagaimana mestinya, maka ujung akhirnya yang dapat dipungut sebagai pajak dan cukai pun menjadi terganggu karenanya.
Ibarat sapi perah, jika tak diberikan makanan dengan nilai nutrisi yang memadai ditambah dengan perawatan yang baik serta penjagaan kesehatan dan keamanannya juga baik dan benar, maka susu perahan yang dihasilkannya pun juga menjadi terbatas.
Berdasarkan tamsil itu, maka dapatlah dikatakan bahwa aparat-aparat negara sebagai abdi negara yang berada di luar institusi Departemen Keuangan pun tak dapat dikecilkan andilnya.
Sebagai misalnya, keberadaan para prajurit TNI yang berada di garis perbatasan negara dimana infrastruktur dan fasilitasnya amatlah minim itu pun juga mempunyai andil yang tak sedikit dalam mengamankan dan meningkatkan pendapatan bagi negara.
Hal yang sama tentu juga berlaku untuk aparat negara di instansi-instansi lainnya.
Ringkasnya, perlulah dikaji dan ditelaah lebih mendalam dan seksama lagi tentang keistimewaan yang telah diberikan kepada para petugas pajak pada khususnya dan para pegawai di lingkungan Departemen Keuangan pada umumnya.
Jika hal itu tak dimenej dengan baik, maka bukan tak mungkin demoralisasi akan melanda para aparat negara yang lainnya.
Termasuk dan tak terkecuali, lambat laun bisa berpotensi memicu timbulnya demoralisasi di kalangan prajurit TNI sebagai pengawal kedaulatan negara dan polisi sebagai bhayangkara negara.
Jika itu yang terjadi, maka negara dan bangsa serta rakyat Indonesia secara keseluruhannyalah yang pada akhirnya akan terugikan karenanya.
Akhirulkalam, apakah karena pengaturan uang negara itu otoritas dan kewenangannya berada di Departemen Keuangan, maka Menteri Keuangan beserta aparat yang berada dibawah kendalinya menjadi lebih merasa berhak untuk mendapatkan perlakuan istimewa sebagai kasta tertinggi di jajaran aparat negara ?.
Wallahulambishshawab.
*
Catatan Kaki :
- Artikel terkait seputar pajak yang membahas carut marut dan deskripsi dari contoh modus permainannya para pegawai pajak dapat dibaca di “Sistemiknya urusan Pajak” dengan mengklik di sini , dan yang membahas kesejahteraan juga kenikmatannya para pegawai pajak dapat dibaca di “Nikmatnya jadi Pegawai Pajak” dengan mengklik di sini , serta yang membahas politisasi pajak sebagai barter kasus Century dapat dibaca di “Meragukan Integritas Sri Mulyani” dengan mengklik di sini .
- Referensi sumber beritanya dapat dibaca di “Kesejahteraan Pegawai : Renumerasi Pegawai Pajak yang Membikin Iri“ dengan mengklik di sini , dan “Reformasi Birokrasi : Prajurit TNI Dapat Demoralisasi” dengan mengklik di sini ,
*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H