Edhie Baskoro Yudhoyono baru selesai menempuh pendidikan diplomanya di Curtin University of Technology, Perth, Western, Australia, 26 Februari 2005, ketika keluarga Cikeas menggelar rapat keluarga untuk membahas masa depan putra bungsu SBY itu.
Namun pembicaraan yang berlangsung serius tapi santai itu menemui jalan buntu. Alhasil, obrolan keluarga yang diselingi hidangan singkong goreng, jajanan pasar, dan teh manis itu pun tidak menghasilkan putusan apapun.
Hingga suatu hari, menurut sumber, kegalauan keluarga Cikeas itu sampai ke telinga seorang konglomerat pemilik usaha food manufacture, salah satu produknya adalah kopi bubuk kemasan merek terkenal. Selama ini, pengusaha keturunan itu sudah kenal dekat dengan keluarga Cikeas. “Dia menawarkan diri untuk mendidik Ibas berbisnis”, ungkapnya.
Ibas dan ‘suhu bisnisnya’ sepakat memproduksi biskuit dengan merek dagang Bisco, dibawah bendera PT. Gala Pangan.
Menurut sumber, lokasi PT. Gala Pangan berada di bagian kawasan industri Jababeka, tepatnya di Jalan Industri IV blok PP-3.
Jalanan masuk ke lokasi dulunya rusak parah. “Namun, setelah tahu di situ dibangun pabrik milik Ibas, pihak pengelola Jababeka langsung menghotmix jalan menuju kawasan tersebut”, tuturnya.
Demikianlah ringkasan yang dipetik dari sebagian isi sebuah buku yang berjudul ‘Membongkar Gurita Cikeas : Di Balik Skandal Bank Century’, di sub judul yang bertajuk ‘Kisah Ibas dan Bisnis Kue Keringnya’. Petikan itu menceritakan tentang salah satu kisah bisnis keluarga pejabat Negara.
Sebenarnya, bolehkah keluarga pejabat berbisnis ?.
Tentu saja boleh, tidak ada larangan untuk itu. Karena pekerjaan berbinis itu adalah pekerjaan yang halal dan bukan perbuatan yang terlarang serta bukan suatu perbuatan yang tercela.
Lalu, berkait dengan bisnis keluarga pejabat, sebenarnya bagaimanakah sikap dari Presiden SBY ?.
Menurut sumber berita yang dapat dibaca langsung dengan mengklik di sini¹ dan di sini² , ternyata Presiden SBY juga tak sependapat jika keluarga pejabat itu dilarang dan dihalang-halangi untuk berbisnis, asalkan tidak melanggar peraturan.
Disebutkan di sumber berita itu bahwa pada suatu kesempatan, tepatnya pada hari Kamis tanggal 15 Januari 2009 yang telah lalu, Presiden SBY di Istana Negara pernah berpidato didepan para peserta Musyawarah Nasional Luar Biasa Inkondo (Ikatan Nasional Konsultan Indonesia).
Di dalam pidatonya tersebut,Presiden SBY mengatakan bahwa “Tidak adil dan tidak boleh menghalang-halangi bisnis keluarga pejabat karena mereka punya hak untuk berbisnis. Yang penting jangan melanggar aturan”.
Selain itu, Presiden SBY juga menambahkan bahwa meski keluarga pejabat jangan sampai dihalangi hak berusahanya. Namun apabila bisnis keluarga pejabat itu sudah memasuki wilayah APBN dan APBD maka pelaksanaannya harus diawasi secara ketat.
“Oleh karena itu, saya juga meminta bisnis keluarga pejabat itu kalau sudah memasuki wilayah APBN dan APBD harus kita teropong”, kata Presiden SBY.
“Tidak ada satu pun yang kebal terhadap pengawasan ini”, tambah Presiden SBY.
Sungguh teramat tepat dan sangat arif bijaksana apa yang disampaikan oleh Presiden SBY tersebut berkaitan dengan diperbolehkannya keluarga pejabat ntk berbisnis, namun harus diawasi jika bisnis keluarga pejabat itu sudah memasuki wilayah APBN dan APBD.
Berkait dengan itu, jika ditelisik lagi di buku yang berjudul ‘Membongkar Gurita Cikeas : Di Balik Skandal Bank Century’, di sub judul yang bertajuk ‘Kaitan dengan Bisnis Keluarga Cikeas’, akan ditemukan lagi sebuah pemaparan sebagai berikut.
Disitu diceritakan kisah tentang Hartanto Edhie Wibowo dan Retno Cahyaningtyas yang mempunyai kaitan erat dalam bisnis dengan Achmad Hafisz Tohir melalui PT. Power Telecom (PT. Powertel).
Sebagaimana diketahui, Hartanto Edhie Wibowo atau biasa dipanggil dengan nama Antok, dan Retno Cahyaningtyas, adalah adik-adik kandungnya Ibu Negara, ibu Kristiani Herawati Yudhoyono atau ibu Ani Yudhoyono yang istrinya Presiden SBY.
Sebagai catatan tambahan, Retno Cahyaningtyas ini juga merupakan istri dari Gatot Mudianto Suwondo yang saat ini menjabat sebagai Direktur Utama Bank BNI.
PT. Power Telecom ini telah melakukan pencatatan sahamnya pada tanggal 18 September 2008 dengan PT. BNI Securities sebagai Penjaminnya.
Sebagaimana diketahui pula bahwa Achmad Hafisz Tohir adalah adiknya Hatta Rajasa yang saat ini menjabat sebagai Menko Perekonomian di kabinetnya Presiden SBY, sekaligus juga menjabat sebagai Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN).
Menurut paparan buku tersebut yang berdasarkan sumber berita dari Tempo Interaktif tanggal 27 April 2009, Warta Ekonomi 15-28 Juni 2009, Indonesia Monitor 7&14 April 2009, Infobank New.Com 10 Juni 2008, Jakartapress.Com 4 Agustus 2008, PT. Power Telecom yang berkantor pusat di Jakarta dan mempunyai enam kantor cabang di plau Jawa ini mendapatkan Proyek Telekom Serat Optik dari PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI) sewaktu Hatta Rajasa menjabat sebagai Menteri Perhubungan.
Selain itu, PT. Power Telecom ini juga mendapatkan proyek-proyek lainnya, yang antara lainnya adalah proyek pembangunan double track jurusan Tanah Abang, dan proyek pengadaan 16 unit Kereta Api Listrik (KRL) yang merupakan Kereta Api bekas pakai dari Jepang, serta proyek Jaringan Serat Optik di kawasan Jakarta, Bandung, dan Surabaya yang memanfaatkan jaringan relnya PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI).
Dengan demikian, tentunya apa yang telah dipaparkan oleh sebagian isi dari buku yang berjudul ‘Membongkar Gurita Cikeas : Di Balik Skandal Bank Century’ ini dapat dikategorikan sebagai bagian dari usaha peneropongan dan pengawasan bisnis keluarga pejabat kalau sudah memasuki wilayah APBN dan APBD.
Hal yang sejalan dan sepemahaman dengan Presiden SBY, seperti yang disampaikan oleh beliau dalam pidato tersebut diatas. Bahkan ditegaskan oleh beliau bahwa tidak ada satu pun yang kebal terhadap pengawasan ini.
Selanjutnya, selain soal peneropongan dan pengawasan, ternyata buku yang berjudul ‘Membongkar Gurita Cikeas : Di Balik Skandal Bank Century’ itu juga sejalan dan sepemahaman dengan Presiden SBY dalam soal perlunya waspada terhadap kerajaan dan gurita bisnis keluarga pejabat di pemerintah.
Mengingat sekalipun Presiden SBY telah menegaskan bahwa tidak adil dan tidak boleh menghalang-halangi bisnis keluarga pejabat karena mereka punya hak untuk berbisnis, namun ternyata Presiden SBY pada hari Kamis tanggal 4 Juni 2009 yang telah lalu, menurut sumber berita yang dapat dibaca langsung dengan mengklik di sini³ , yang berjudul 'SBY : Gurita Bisnis Pejabat Yang Membuat Jatuh Negara Kita', ternyata juga pernah memperingatkan bahwa Kerajaan dan Gurita Bisnis Keluarga Pejabat di Pemerintah dapat membikin semakin jatuh Negara kita tercinta ini.
“Ingat kerajaan dan gurita bisnis keluarga pejabat di pemerintah lalulah yang membikin semakin jatuh negara kita”, kata Presiden SBY.
Pidato Presiden SBY pada waktu di Arena PRJ Kemayoran Jakarta Pusat itu juga memperingatkan bahwa pejabat negara dan pemerintah apapun tingkatannya tidak boleh terlibat konflik kepentingan. “Tidak boleh melakukan bisnis, termasuk keluarga yang melakukan kesalahan wewenang. Kalau melakukan bisnis harus transparan”, tambah SBY.
Sungguh, apa yang disampaikan oleh Presiedn SBY dalam pidatonya tersebut sangatlah tepat dan mencerminkan kearif bilahan seorang pemimpin negara, karena jika direnungkan bersama secara mendalam maka apa yang disebut dengan Kerajaan dan Gurita Bisnis Keluarga Pejabat di Pemerintah itu memang sangat rentan dan rawan menimbulkan adanya konflik kepentingan.
Memang keluarga pejabat Negara tentu boleh berbisnis, karena jika dilarang artinya itu tidak adil dan tidak boleh menghalang-halangi bisnis keluarga pejabat karena mereka juga punya hak untuk berbisnis.
Hal yang wajar saja, apalagi jika dari sedari dulunya sebelum menjabat sebagai pejabat negara, memang sudah berbisnis.
Maka yang sangat rentan dan rawan menimbulkan adanya konflik kepentingan itu adalah jika baru memulai berbisnis setelah menjabat sebagai pejabat Negara. Bahkan jika kemudian bisnisnya setelahnya itu menjelma menggurita dalam waktu singkat. Sesungguhnya, kerawanan dan kerentanan itu tidak hanya timbul dari Kerajaan dan Gurita Keluarga Pejabat di bidang Bisnis saja, namun di bidang lainnya pun juga sama. Jika sudah menggurita maka juga akan menimbulkan dampak yang tidak baik akibat adanya konflik kepentingan. Dalam bidang politik sebagai salah satu umpamanya. Jika sudah timbul adanya embrio awal terbangunnya Kerajaan dan Gurita Keluarga Pejabat, pastinya juga akan berakibat kurang baik. Oleh sebab itu, ada baiknya jika ditelisik pula bagaimanakah Kerajaan dan Gurita Keluarga Pejabat di bidang Politik.
Jika ditelisik dari ketiga partai besar yang ada pada saat ini, yaitu Demokrat dan Golkar serta PDIP, boleh dibilang ada hal yang hampir sama antara satu dengan lainnya.
Dalam arti kata, walau tak sama persis 100 %, namun pada beberapa hal tertentu bolehlah dikatakan bahwa ketiga partai tersebut hampir serupa.
Jika dilihat di partai Demokrat, Presiden SBY menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina di DPP partai Demokrat.
Hal yang sama juga terjadi di partai Golkar, dimana pada masa lalu, mantan Presiden Soeharto juga duduk sebagai Ketua Dewan Pembinanya.
Demikian pula dengan PDIP, mantan Presiden Megawati juga duduk sebagai Ketua Umum di DPP partai PDIP.
Selanjutnya, di partai Demokrat, istri dari Presiden SBY, yaitu ibu Kristiani Herawati Yudhoyono atau biasa dipanggil dengan nama ibu Ani Yudhoyono, pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Umum di DPP Partai Demokrat.
Di partai Golkar, hal yang serupa tidak dijumpai. Pada masa lalu, istri mantan Presiden Soeharto, ibu Tien Soeharto, belum pernah menduduki jabatan sebagai Ketua Umum atau Wakil Ketua Umum di DPP partai Golkar.
Sedangkan di partai PDIP, suami dari mantan Presiden Megawati, yaitu Taufik Kiemas, menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina.
Selanjutnya, jika ditilik dari buku yang berjudul ‘Membongkar Gurita Cikeas : Di Balik Skandal Bank Century’ di di sub judul yang bertajuk ‘Yayasan-Yayasan Yang Berafiliasi Dengan SBY’ ditemukan beberapa kerabat dan anak dari keluarga Presiden SBY yang menjadi anggota DPR maupun pengurus di DPP partai Demokrat.
Kolonel (purn) Hadi Utomo adalah suami dari adik kandungnya ibu Ani Yudhoyono, yaitu Mastuti Rahayu, menjabat sebagai Ketua Umum DPP partai Demokrat.
Hartanto Edhie Wibowo , atau biasa dipanggil dengan nama Antok, adalah adik kandungnya ibu Ani Yudhoyono, menjabat sebagai Ketua Departemen BUMN di DPP partai Demokrat. Selain itu beliau juga anggota DPR RI di Komisi VII.
Edhie Baskoro Yudhoyono, atau biasa dipanggil dengan nama Mas Ibas, adalah anak kandungnya ibu Ani Yudhoyono, menjabat sebagai Ketua Departemen Kaderisasi di DPP partai Demokrat. Selain itu beliau juga anggota DPR RI di Komisi I.
Nurcahyo Anggoro Jati, atau biasa dipanggil dengan nama Yoyok, adalah keponakannya ibu Ani Yudhoyono, tepatnya putra dari pasangan Mastuti Rahayu dengan Kolonel (purn) Hadi Utomo, menjabat sebagai Ketua Departemen Industri dan Perdagangan di DPP partai Demokrat. Selain itu beliau juga anggota DPR RI di Komisi IX.
Agus Hermanto yang bertitel Insinyur dan Master Managemen ini adalah adik kandungnya Kolonel (purn) Hadi Utomo, menjabat sebagai Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri di DPP partai Demokrat. Selain itu beliau juga anggota DPR RI di Komisi VI.
Akhirulkalam, dari beberapa hal yang dipaparkan di buku yang berjudul ‘Membongkar Gurita Cikeas : Di Balik Skandal Bank Century’, seperti dikutip sebagian yang tercantum tersebut di atas, maka sesungguhnya ada relevansi dari buku ini.
Terutama relevansi di soal pengawasan terhadap bisnis keluarga pejabat berkait dengan apa yang Presiden SBY sampaikan bahwa tidak adil dan tidak boleh menghalang-halangi bisnis keluarga pejabat karena mereka punya hak untuk berbisnis. Namun Kerajaan dan Gurita Bisnis Keluarga Pejabat dapat membikin semakin jatuh Negara kita tercinta ini.
“Ingat kerajaan dan gurita bisnis keluarga pejabat di pemerintah lalulah yang membikin semakin jatuh negara kita”, kata Presiden SBY.
Jika demikian halnya, maka mengapa buku yang berjudul ‘Membongkar Gurita Cikeas : Di Balik Skandal Bank Century’ ini yang sampai dengan saat ini secara resmi tidak dilarang beredar oleh pemerintah, namun pada kenyataannya sampai dengan saat ini hanya dapat dijual dengan cara dijajakan secara asongan di pinggir jalanan saja ?.
Adakah hal itu ada kaitan relevansinya dengan sesuatu hal lain yang tak diketahui oleh publik ?.
Wallahualambishshawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H