Luthfie Assyaukanie yang dikenal publik sebagai salah satu dari pendiri dan gembong di jajaran aktivis JIL (Jaringan Islam Liberal) kembali membuat pernyataan yang dinilai oleh kalangan tertentu sebagai pernyataan cerdas dan bernas serta mencerahkan.
Namun pernyataannya itu bagi sebagian besar umat Islam merupakan suatu pernyataan yang kelewat batas.
Pernyataannya itu disampaikannya di depan sidang MK (Mahkamah Konstitusi) yang sedang menyidangkan gugatan judicial review atas UU (Undang Undang) Nomor 1 Tahun 1965 tentang penodaan agama.
Luthfie Assyaukanie menyamakan kasus penyebaran agama oleh Lia Eden dengan penyebaran agama oleh Nabi Muhammad SAW.
Sebagaimana diketahui, Lia Aminudin yang juga dikenal sebagai Lia Eden ini merupakan pemimpin salah satu sekte Islam yang bernama aliran Salamullah, dan menyebut jamaah pengikutnya sebagai Kaum Eden.
Ajaran dari aliran Salamullah ini oleh umat Islam dinilai sebagai aliran sesat. Lantaran Lia ini memang mengakui bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir, namun ia juga mengaku bahwa dirinya adalah Malaikat Jibril AS.
Lia Eden ini juga mempunyai situs resmi di internet, yang dinamakannya website ‘Tahta Suci Kerajaan Tuhan Eden’.
…..Ini Website Ruhul Kudus, Maharaja Eden, Tahta Suci Kerajaan Tuhan. Merupakan satu-satunya website Malaikat Jibril yang mengumandangkan wahyu-wahyu Tuhan yang Maha Raja Diraja pada zaman ini. Sri Baginda Ruhul Kudus diwakili penampakannya oleh Lia Eden, Sri Ratu Sang Matahari Terbit Syamsuriati Lia Eden Yang Setia Dan Yang Benar…..Begitu yang ditulisnya di laman muka websitenya.
Lia Aminudin ini oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pernah divonis hukuman pidana selama 2,6 tahun penjara, karena dinyatakan melanggar Pasal 156 A juncto Pasal 5 Ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum tentang Penodaan Agama atau UU Nomor 1/Pnps/1965.
“Apa yang dilakukan oleh Lia Aminudin, sama seperti yang dilakukan Nabi Muhammad. Kesalahan Lia sama dengan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad waktu munculnya Islam”, kata Luthfi Assyaukanie didepan majelis hakim MK (Mahkamah Konstitusi).
Luthfie Assyaukanie yang bergelar PhD tentang Studi Islam dari Melbourne University Australia ini hadir di sidang MK pada hari Rabu tanggal 17 Februari 2010 dalam kapasitas sebagai saksi ahli yang diajukan oleh pemohon gugatan penghapusan UU Nomor 1/Pnps/1965.
Tak pelak lagi, pernyataannya itu mengundang kecaman dari berbagai pihak yang menganggap pernyataan Luthfie Assyaukanie itu sebagai merendahkan Nabi Muhammad SAW.
Selepas sidang itu, setelah mengalir gelombang kecaman dan protes dari berbagai pihak, kemudian Luthfie Assyaukanie meminta maaf atas pernyataannya itu.
“Saya minta maaf kalau ini melukai”, kata Luthfie Assyaukanie.
Tokoh JIL ini mengakui bahwa pernyataannya itu sangat sensitif, namun ia telah memikirkan pernyataannya tersebut secara matang.
“Saya di ruang kelas selalu berpikir apakah menyembunyikannya atau membukanya. Saya sudah konsultasi ke teman-teman tentang pernyataan ini apakah harus diungkapkan atau tidak. Dan saya sudah mengoreksi draft untuk MK hingga beberapa kali”.
Demikian yang dikatakan oleh Luthfi Assyaukanie untuk menjelaskan tentang proses yang telah dilakukannya sebelum memutuskan untuk memberikan pernyataan yang menyamakan Lia Eden dengan Nabi Muhammad SAW.
Menurut dia, Islam pada awalnya adalah salah menurut orang Quraisy. Muhammad lalu dikejar-kejar oleh kelompok mayoritas kaum Quraisy itu. Lalu, hal yang sama dengan sekarang, Lia Eden.
“Kami cuma mau memberikan contoh yang ekstrem”, kata Luthfi Assyaukanie menjelaskan tentang pernyataannya yang menyamakan antara kesalahannya Lia Eden dengan Nabi Muhammad SAW.
Sebagai catatan, di propinsi Jawa Timur saja, menurut pemantauan Bakesbang Linmas (Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat) dan Kominda (Komunitas Inteljen daerah) saat sekarang ini saja didalam umat Islam diketemukan tak kurang dari 10 aliran sesat.
Diantaranya adalah aliran Brayat Agung di Situbondo, lalu sebuah aliran di Pasongsongan Sumenep Madura yang menganggap kakbah adalah berhala dan Hajar Aswad adalah simbol alat kelamin perempuan, juga aliran Tiket ke Surga yang didakwahkan di daerah Blitar, serta yang lain-lainya.
Berkaitan dengan judicial review yang sedang disidangkan di MK itu memang dimaksudkan oleh penggugatnya agar MK mencabut dan menghapuskan serta menyatakan tidak berlaku UU No. 1/Pnps/1965 tentang penodaan agama.
Pihak penggugat beralasan bahwa UU itu tidak sesuai dengan semangat kebebasan agama.
Menurut mereka, hendaknya setiap individu bebas menjalankan keyakinannya, termasuk tidak dibatasinya eksistensi agama yang ada. Sehingga agama-agama selain yang sudah ditetapkan pemerintah, bisa hidup dan eksis serta berkembang di Indonesia.
Apakah dibalik dalih para penggugat agar tidak dibatasinya eksistensi agama yang ada itu pada dasarnya hanya menginginkan agar Ahmadiyah, Yahudi, Bahaisme, Zoroaster, Druze, dan lain sebagainya, menjadi bisa hidup dan eksis serta berkembang di Indonesia ?.
Dan, apakah para penggugat dengan berlindung dibalik dalih semangat kebebasan agama itu pada dasarnya memang berkehendak agar agama-agama yang diskui resmi oleh negara itu menjadi bebas untuk diganggu dan dirongrong oleh aliran-aliran sesat atau sekte-sekte sesat ?.
Serta, apakah para penggugat dengan segala dalihnya itu pada dasarnya memang berkehendak agar aliran-aliran sesat atau sekte-sekte sesat semacam Salamullah, Brayat Agung, dan sejenisnya itu, menjadi bisa hidup dan eksis serta berkembang di Indonesia ?.
Wallahualambishshawab.
*
Catatan Kaki :
Artikel-artikel lainnya yang berjudul ‘Menggagas Hubungan Diplomatik Indonesia dengan Israel’ dapat dibaca dengan mengklik di sini , dan yang berjudul ‘Yahudi Bertawaf’ dapat dibaca dengan mengklik di sini , serta yang berjudul ‘George Soros dan Boediono serta Musdah Mulia’ dapat dibaca dengan mengklik di sini .
*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H