Jangan remehkan Priok bukan hanya berarti jangan mengesampingkan betapa dahsyat dan serunya bentrokan antara pihak mereka yang ditugaskan dan diperintahkan oleh atasannya untuk menggusur dengan pihak mereka yang mempertahankan agar jangan digusur.
Juga bukan berarti hanya sebatas mengesampingkan fakta adanya korban jiwa dan raga serta harta benda. Walau dalam soal korban ini pihak pemerintah membantah adanya korban tewas yang sampai kehilangan nyawanya.
Jangan remehkan Priok bukan hanya berarti jangan mengesampingkan fakta nyata betapa sadis dan brutalnya tindakan aparat negara terhadap rakyat jelata.
Juga bukan berarti jangan mencoba menutupi fakta nyata terjadinya penjarahan sebagai ikutan dari bentrokan berdarah pada peristiwa Priok yang terjadi kemarin hari itu.
Jangan remehkan Priok berarti jangan remehkan suasana kebatinan masyarakat yang bisa jadi walau tak kasat mata, sebenarnya sangat erat korelasinya dengan timbulnya peristiwa bentrokan berdarah tersebut.
Skala Bentrokan dan Militansi Massa.
Peristiwa bentrokan berdarah di Priok yang kemarin itu beserta dengan dampak ikutannya, memang belum setara dengan peristiwa Priok pada masa peristiwa yang menyebabkan tewasnya Amir Biki, dan juga belumlah sesistemik peristiwa kerusuhan Mei 1998.
Namun dalam satu dasawarsa terakhir, peristiwa Priok yang kemarin itu adalah salah satu peristiwa bentrokan yang tergolong cukup besar dan dramatis.
Paling tidak itu dapat terlihat dari jumlah aparat yang dikerahkan beserta dengan peralatannya, maupun dari jumlah massa yang harus dihadapi oleh para aparat.
Militansi dan kemampuan tempur dari massa yang menghadapi aparat juga boleh dibilang cukup mencengangkan dan mengejutkan.
Massa yang tanpa berbekal senjata api ternyata berhasil membuat para aparat menjadi tunggang langgang meninggalkan kendaraan pengendali massa, water canon.
Walau dalam skala yang berbeda, apa yang diperlihatkan oleh massa Priok boleh dibilang nyaris sama dengan militansinya para mujahiddin di perjuangan intifadah melawan Zionis Israel.
Foto-foto yang bertebaran di internet menunjukkan cukup banyak kendaraan aparat maupun kendaraan lainnya yang terbakar di dalam kerusuhan itu.
Sekaligus juga menunjukkan betapa beraninya massa melakukan duel head to head dalam melawan aparat yang notabene bersenjata lebih lengkap.
Hal ini menujukkan bahwa massa di peristiwa Priok mempunyai nyali keberanian yang bercukup dan memiliki bekal militansi yang cukup tinggi.
Kemarahan Massa dan Kesadisan Aparat.
Peristiwa bentrokan berdarah di Priok yang kemarin itu menunjukkan bahwa massa yang sudah terbakar kemarahannya ternyata dapat melakukan sesuatu yang sungguh tidak dikira dan dinyana.
Tak dinyana, massa yang tak terlatih ternyata mampu merebut kendaraan water canon dan kendaraan pengendali kerusuhan yang lainnya.
Tanpa ada komando dan tanpa ada desain yang merencanakannya, kumpulan massa yang terprovokasi ternyata mampu membuat haru biru suasana.
Tentunya reaksi massa itu juga berbanding lurus dengan aksi provokasi yang mereka terima.
Aparat negara ternyata mampu mengesampingkan hati nurani dan rasa belas kasihannya. Mereka ternyata bisa menjadi brutal dan sadis dalam bertindak menganiaya massa rakyat biasa.
Pemicu Bentrokan.
Peristiwa Priok yang kemarin itu menunjukkan bahwa massa bisa bertindak berani yang nekat dan aparat pun mampu berbuat brutal yang sadis.
Jika hal itu hanya didekati dengan pisau analisa psikologi kerumunan massa, maka sederhana saja kesimpulannya, yaitu kerumunan massa memang mudah untuk dipicu menjadi kesadisan dan kebrutalan yang tak terkendali.
Benarkah pemicu bentrokan hanya karena seputar soal psikologi kerumunan massa saja ?.
Bisa jadi iya. Namun, ada sesuatu yang berbahaya yang dikesampingkan jika hanya itu saja kesimpulannya.
Ikatan Batin Masyarakat.
Ada juga teori yang mengatakan bahwa bentrokan dipicu oleh para ahli waris mBah Priok dan masyarakat sekitar yang tak merelakan makam itu digusur dan dipindahkan.
Bisa jadi teori itu benar, namun rasanya faktor itu hanyalah salah satu faktor dari pemicunya. Akan tetapi bukan faktor satu-satunya yang menyebabkan bentrokan menjadi membesar.
Sehebat apapun pengaruh dari ahli waris mBah Priok, ataupun sekuat apapun ikatan batin masyarakat sekitar terhadap situs petilasan itu, rasanya tak akan membuat bentrokan menjadi sedemikian besar.
Mengingat status dan kedudukan makam mBah Priok ini tentu masih kalah kelasnya dengan makam-makam para Wali Songo.
Jadi, disamping faktor-faktor itu, ada faktor lain yang menyebabkan eskalasi bentrokan bisa sedemikian besar.
Suasana Batin dan Akumulasi Kekecewaan Masyarakat.
Sesungguhnya tak dapat dikesampingkan adanya faktor lain, yaitu suasana batin masyarakat yang resah diimbuhi dengan adanya akumulasi kekecewaan masyarakat atas keadaannya.
Peristiwa skandal korupsi beserta kasus markus yang dipersepsikan oleh sebagian besar masyarakat sebagai ketidak seriusan pemerintah dalam menanganinya, turut andil membentuk tumpukan kekecewaan di masyarakat.
Suasana kebatinan masyarakat itu juga terbentuk karena ditingkahi juga dengan apa yang mereka rasakan sendiri didalam peri kehidupannnya saat ini.
Tak dapat dinafikan bahwa ada segolongan masyarakat yang memang belum mati kelaparan tapi sudah mengalami kesulitan hidup.
Mereka bisa jadi masih bisa makan tiga kali sehari, namun untuk urusan biaya pendidikan mereka sudah kelabakan. Bisa jadi mereka masih bisa berpakaian utuh, namun untuk urusan biaya pengobatan mereka sudah mulai menemui kesulitan.
Disaat kesulitan di peri kehidupan terasa menghimpit, mereka melihat betapa para elit pemimpin negeri seperti terasa sangat mudah menghambur-hamburkan dan mengkorupsi uang negara dalam jumlah yang sangat besar menurut ukuran rakyat biasa.
Masyarakat geram dan gemas namun tak mampu berbuat apa-apa untuk menghentikan pencurian atas trilyunan rupiah uang negara oleh elit pemimpinnya yang berlangsung sedemikian vulgar dan sistemik itu.
Lalu, golongan masyarakat yang gemas dan geram bisa jadi menjadi iri hati dan cemburu.
Mereka cemburu dan iri hati serta menyesali keadaan mereka yang tak mempunyai kesempatan dan peluang untuk dapat melakukan korupsi sebagaimana yang dapat dilakukan oleh para pemimpin negerinya itu.
Mereka pun menjadi iri hati atas tingkah polah para birokrat dan politisi yang sudah digaji cukup tinggi oleh negara namun tetap tak mampu mengendalikan diri untuk tak melakukan korupsi.
Mereka juga menjadi cemburu lantaran melihat betapa sejahteranya kehidupan para birokrat dan politisi, sedangkan kehidupan rakyat jauh dibawah standar kelayakan hidup.
Inilah barangkali yang tak terdeteksi oleh mereka yang hanya melihat kenyataan masyarakat dari balik jendela mobil mewahnya maupun dari balik jendela ruangan kerjanya yang bersih dan nyaman.
Indikator Tingkat Kesejahteraan.
Bisa jadi hal-hal tersebut diatas akan dinafikan oleh kelompok para penguasa negara beserta para pengikut dan pendukungnya.
Namun, ada potensi bahaya jika tetap bersikeras berlaku bagaikan burung onta yang suka menyembunyikan kepalanya jika ada bahaya.
Seakan keresahan masyarakat terhadap hal-hal tersebut diatas dapat diatasi hanya dengan wejangan dan petuah serta pidato saja.
Seolah hal-hal yang mengecewakan itu dapat selesai jika sederet teori ekonomi makro dibeberkan untuk memperlihatkan betapa hebatnya keadaan perekonomian nasional Indonesia.
Bisa jadi memang begitu keadaannya, indikator makro ekonomi bagus di semua sisi.
Tingkat pertumbuhan ekonominya memuaskan, tingkat nilai tukar uangnya menggembirakan, indeks saham dan komoditi berjangkanya menjanjikan, serta sederet indikator-indikator sejenisnya memang terlihat cemerlang.
Namun tanpa disadari, ataupun disadari tapi dikesampingkan, relaitas kehidupan yang dirasakan masyarakat tidaklah sesejahtera seperti cemerlangnya indikator makro ekonomi itu.
Entah mengapa, yang jelas memang sebagain masyarakat merasakan adanya kesulitan hidup.
Ini adalah fakta yang terjadi di masyarakat, dibantah ataupun disangkal, realitanya tak akan berubah, sebab itu langsung terasakan oleh masyarakat.
Bahaya Masa Mendatang.
Tahun ajaran baru menjelang, Sebentar lagi, sebagian lain yang belum merasakannya akan mengalami sendiri betapa mahalnya biaya pendidikan di zaman sekarang ini.
Mereka yang tak beruntung oleh sebab tak mempunyai cukup biaya akan kecewa. Oleh sebab mereka tak akan mampu meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, lantaran tersandung biaya.
Kekecewaan mereka tak akan terobati dengan petuah bahwa kekecawaan itu adalah salah mereka sendiri oleh sebab kecerdasan mereka yang menjadikan tak memungkinkan mendapatkan bea siswa.
Mungkin mereka akan terpaksa menerima kenyataan betapa mereka memang tak pantas melanjutkan pendidikannya.
Dimana mereka kemudian akan menyadari sepenuhnya kelemahan yang ada pada diri mereka, yang sudah miskin harta masih ditambah otaknya pun bodoh lagi bebal.
Namun kesadaran itu itu tak akan mengurangi kekecewaan yang mengendap didalam hati mereka.
Itulah sekam yang tinggal menunggu percikan api, entah darimana saja asalnya.
Saat kemarin, sekam itu terbakar lantaran api percikan yang timbul dari peristiwa rencana penggusuran.
Saat ke depan entah darimana asalnya yang bisa jadi asalnya tak dinyana.
Bisa saja suatu ketika Bambang Pamungkas, striker Persija, dipukul oleh lawan mainnya. Atau, pemain Persitara terkena bogem mentah dari suporter. Atau, dari sebab-sebab lainnya yang terlampau banyak kemungkinannya.
Bisa jadi juga percikan api akan berasal dari hal yang sepele saja, seperti anak kecil dari kampung yang kumuh digigit oleh anjing herdernya orang kaya yang tinggal di real estate mewah.
Atau, bisa juga dari jutaan kemungkinan lainnya yang remeh dan temeh saja.
Padamkan Bara di Sekam.
Sungguh tak akan efektif jika antisipasi yang dilakukan adalah meminimalisasi asal percikan apinya.
Seharusnya justru bara yang ada dalam sekam yang harus dipadamkan.
Dan, cara untuk memadamkannya adalah dengan memperbaiki tingkat keterjangkauan harga-harga pangan dan kesehatan serta pendidikan yang disesuaikan dengan tingkat pendapatan masyarakat kebanyakan. Tak ada cara lebih efektif daripada cara itu.
Pameran dan pendiskripsian kecermelangan indikator ekonomi makro tak membuat perut rakyat menjadi kenyang serta tak membuat biaya kesehatan maupun pendidikan menjadi terjangkau oleh rakyatnya.
Solusinya hanya ada dua, menurunkan harga pangan dan kesehatan serta pendidikan, atau menaikkan pendapatan masyarakat.
Tantangannya adalah bisakah pemerintah melakukannya dan masyarakat benar-benar merasakannya.
Akhirulkalam, Presiden SBY tentu sangat faham dengan situasi itu. Mengingat Presiden SBY pernah menjabat sebagai Kasospol ABRI saat kerusuhan Mei 1998 terjadi.
Namun, bisakah Presiden SBY meyakinkan para menteri ekonominya tentang adanya bahaya bara api dalam sekam yang sudah terjadi ini ?.
Jika tidak, maka dikhawatirkan peristiwa bentrokan Priok ini hanya tanda awal dari akan meledaknya kerusuhan sosial yang lebih besar dan lebih dahsyat lagi.
Wallahualambishshawab.
*
sumber foto sebagai gambar ilustrasi dicopy paste dari :
antarafoto.com , images.kompas.com , foto.detik.com , tribunnews.com , vivanews.com
*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H