Mohon tunggu...
Rifky Pradana
Rifky Pradana Mohon Tunggu... -

Seseorang pria yang bukan termasuk golongannya rakyat 'Jelita', hanya seorang rakyat 'Jelata' saja, yang suka iseng, yang suka mengisi waktu nganggurnya untuk menghibur dirinya dengan membaca dan menuliskan uneg-unegnya yang dipostingkan di blog komunitas : Kompasiana, Politikana, serta di milis-milis yahoogroups.com : Forum Pembaca Kompas, Mediacare, Media Umat, Ekonomi Nasional, PPI-India, Indonesia Rising, Nongkrong Bareng Bareng, Wartawan Indonesia, Zamanku, Eramuslim, Sabili, Mencintai Islam, Syiar Islam, dengan nickname rifkyprdn@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Awas Kena Tilang, Belok Kiri Tak Boleh Langsung!

30 Januari 2010   17:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:10 3239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dahulu di persimpangan jalan yang ada lampu pengatur lalu lintasnya, sering kita jumpai rambu bertuliskan ‘Ke Kiri Jalan Terus’. Rambu tersebut dapat diistilahkan sebagai rambu pengecualian atas aturan baku pengaturan lalu lintas di persimpangan jalan yang dilengkapi dengan lampu pengatur lalu lintas. Lampu pengatur lalu lintas disebut juga dengan alat pemberi isyarat lalu lintas, atau ada yang menyebutnya dengan traffic light. Beberapa masyarakat di daerah Jawa, ada yang menyebutnya lampu bangjo, yaitu akronim dari lampu abang ijo. Malahan ada yang menyebutnya dengan nama lampu gantung, lantaran dulu lampu pengatur lalu lintas itu ada yang diletakkan ditengah persimpangan dengan cara digantung. Namun semenjak diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1993, rambu pengeculian ‘Ke Kiri Jalan Terus’ atau ‘Belok Kiri Boleh Langsung’ tak lagi dijumpai karena tak diperlukan lagi Hal itu dikarenakan didalam PP 43/1993 yang merupakan turunan dari Undang Undang Nomor 14 Tahun 1992, memberlakukan aturan baku yang berbeda dari aturan sebelumnya. Di PP tersebut diberlakukan aturan baku ‘Belok Kiri Boleh Langsung’ untuk persimpangan dimana arus lalu lintasnya diatur dengan lampu pengatur lalu lintas. Aturan ‘Ke Kiri Jalan Terus’ atau ‘Belok Kiri Boleh Langsung’ tersebut, maksudnya adalah memperbolehkan kendaraan berbelok ke kiri di persimpangan tersebut, walau lampu pengatur lalu lintas tersebut sedang menunjukkan lampu warna merah menyala. Dan apabila itu dilarang, maka harus dinyatakan dengan rambu pengatur, atau ada lampu pengatur tersendiri bagi arus lalu lintas yang akan berbelok ke kiri. ‘Pengemudi dapat langsung belok ke kiri pada setiap persimpangan jalan, kecuali ditentukan lain oleh rambu-rambu atau alat pemberi isyarat lalu lintas pengatur belok kiri’, demikian aturan yang disebutkan di pasal 59 ayat 3 pada PP 43/1993. Maka, dengan aturan baku di PP 43/1993 itu, semua persimpangan yang dilengkapi traffic light, secara otomatis boleh belok kiri walau traffic light menyala lampu warna merahnya. Dengan catatan, jika di persimpangan tersebut tak dilengkapi lampu khusus pengatur arus lalu lintas bagi kendaraan yang akan berbelok ke kiri. Dengan demikian maka rambu dengan tulisan ‘Ke Kiri Jalan Terus’ atau ‘Belok Kiri Boleh langsung’ tak lagi diperlukan. Justru rambu pengecualian ‘Ke Kiri Ikuti Lampu’ atau ‘Belok Kiri Ikuti Lampu’ menjadi diperlukan. Jika aturan baku tak diberlakukan di persimpangan yang dimaksudkan tersebut. Konon menurut kabar, dibeberapa negara lain juga diterapkan aturan serupa dengan yang ada di PP 43/1993 tersebut. Kanada sebagai salah satu misalnya. Di negara tersebut berlaku aturan lalu lintas berada di jalur sebelah kanan. Maka kebalikannya Indonesia. Disana aturan baku pengaturan lalu lintas di persimpangan jalan yang dilengkapi dengan lampu pengatur lalu lintas diperuntukkan bagi kendaraan yang akan berbelok ke kanan. Di negara itu, aturan baku ini hanya boleh dilakukan setelah kendaraan tersebut berhenti sejenak,dan baru diperbolehkan berbelok setelah terlebih dahulu mengutamakan kepada kendaraan yang dari arah sebelah kirinya. Aturan serupa dengan itu juga diterapkan di Indonesia dengan beberapa alasan dan dasar pertimbangan yang didukung dan dibenarkan oleh teori textbook di ilmu teknik manajemen lalu lintas. Dasar pertimbangan tersebut diantaranya adalah sebagai salah satu upaya untuk mengurangi penumpukan kendaraan yang akan berbelok ke kiri. Dengan demikian, diharapkan dapat lebih memperlancar arus lalu lintas di persimpangan tersebut. Sehingga secara otomatis akan meningkatkan kapasitas persimpangan tersebut. Namun ternyata di kemudian hari, penerapan aturan tersebut dirasakan malahan menimbulkan beberapa persoalan dan permasalahan. Hal yang kemungkinan besar dikarenakan oleh budaya dan karakter serta ciri khasnya masyarakat Indonesia dalam berlalu lintas, Permasalahan tersebut diantaranya adalah menimbulkan kesulitan bagi pejalan kaki yang akan menyeberang di persimpangan tersebut. Dan seringkali kendaraan yang langsung berbelok kiri tersebut, mengabaikan kendaraan dari arah lainnya yang mempunyai hak utama penggunaan jalan di persimpangan tersebut. Dimana seharusnya kendaraan yang langsung berbelok kiri tersebut, harus tetap mendahulukan kendaraan dari arah lainnya yang mendapatkan lampu hijau dan/atau kendaraan lainnya yang dari arah sebelah kanannya. Konon menurut kabar, penerapan aturan itu justru mengakibatkan kecelakaan lalu lintas yang terjadi di persimpangan jalan menjadi meningkat. Hal itu pulalah yang kemudian menjadi salah satu dasar pertimbangan dicabutnya aturan baku belok kiri boleh langsung di persimpangan yang ada lampu pengatur lalu lintasnya. Pencabutan aturan itu lalu diadopsi di UU Nomor 22 Tahun 2009, yang merupakan revisi dan penggantinya UU 14/1992. Dan oleh sebab UU 14/1992 sebagai payung hukumnya sudah diganti, maka secara otomatis aturan yang ada di PP 43/1993 pun menjadi tidak berlaku lagi. ‘Pada persimpangan jalan yang dilengkapi alat pemberi isyarat lalu lintas, pengemudi kendaraan dilarang langsung berbelok kiri, kecuali ditentukan lain oleh rambu lalu lintas atau alat pemberi isyarat lalu lintas’, demikian yang tercantum di pasal 112 ayat 3 pada UU 22/2009. Aturan baru tersebut mulai efektif diberlakukan semenjak diundangkan dan disahkannya UU 22/2009, yaitu sejak tanggal 22 Juni 2009. Oleh sebab itu, jika persimpangan jalan dilengkapi dengan traffic light, maka kendaraan hanya boleh langsung belok kiri apabila ada rambu lalu lintas yang memperbolehkannya dan/atau ada lampu khusus pengatur bagi yang akan belok kiri.

Dengan demikian, rambu ‘Ke Kiri Ikuti Lampu’ atau ‘Belok Kiri Ikuti Lampu’ menjadi tak diperlukan.

Sebaliknya justru rambu pengecualian ‘Belok Kiri Boleh Langsung’ atau ‘Ke Kiri Jalan Terus’ atau rambu sejenisnya yang maksud tujuannya memperbolehkan kendaraan boleh belok kiri walau lampu lalu lintas menyala warna merah, yang sudah lebih dari 17 tahun menghilang itu menjadi diperlukan lagi.

Dan, apabila tidak ada rambu pengecualian atas aturan baku itu, atau tidak ada lampu pengatur dengan tanda panah ke kiri, maka secara otomatis kendaraan yang akan berbelok ke kiri harus mengikuti lampu pengatur yang ada.

Maka, apabila lampu lalu lintas warna merah masih menyala, belum diperbolehkan untuk belok kiri. Jika melanggarnya, ancaman denda uang sebesar maksimal Rp. 500.0000 atau pidana kurungan maksimal 2 bulan penjara. Ketentuan tersebut diatur di pasal 287 ayat 2 : ‘Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan alat pemberi isyarat lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (4) huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp.500.000.00 (lima ratus ribu rupiah)’. Akhirulkalam, demikianlah sekilas tentang aturan terbaru ‘Ke Kiri Tak Boleh langsung’ yang telah diterapkan semenjak lebih dari tujuh bulan lalu. Dan, mungkin ada diantara kita, yang belum mengetahui aturan tersebut. Namun, sebagaimana lazimnya sebuah undang undang negara, aturan tersebut berlaku sama, baik bagi mereka yang telah mengetahui maupun bagi mereka yang belum mengetahuinya. Jika kemudian kita terpaksa melanggarnya, semoga ketemu polisi (andai masih ada) yang belum mengetahui adanya aturan tersebut. Atau, semoga saja ketemu polisi baik hati yang mau mengerti dan memaklumi serta memaafkannya, sehingga uang sebesar lima ratus ribu rupiah tak harus melayang dari dompet kita. Wallahualambishshawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun