Pada awal kasusnya, Gayus Halomoan Tambunan yang hanya Pegawai Negeri Sipil berpangkat golongan III-A ini berhasil secara cerdik berhasil melakukan akal-akalan penipuan kepada polisi dan jaksa.
Hal itu dilakukannya dengan cara membagikan sebagian besar dari uang miliknya kepada polisi dan jaksa, yang seolah-olah merupakan suatu bentuk sikap kepasrahan dan kedermawanan dirinya, lantaran Gayus hanya menyisakan sedikit saja untuk dirinya sendiri.
Uang direkening bank miliknya dengan jumlah sebesar kurang lebih Rp.25 Milyar itu hanya disisakan sebesar 1/5 bagian saja atau sebesar Rp.5 Milyar yang untuk dirinya sendiri.
Sedangkan sisanya yang 4/5 bagian atau sebesar Rp.20 Milyar itu diberikan oleh Gayus untuk dibagi rata kepada beberapa perwira tinggi polisi beserta beberapa orang jaksa.
Namun setelah kasus pembagian yang mirip cara pembagian ala ‘Robin Hood’ ini terbongkar, dan sesaat setelah Gayus berhasil melarikan diri ke Singapura untuk kemudian berhasil ditangkap kembali, ternyata terungkap fakta baru bahwa uang yang dibagikan kepada polisi dan jaksa itu hanyalah sebagian kecil saja dari yang dimilikinya.
Bisa jadi hal itu membuat polisi dan jaksa kecele, karena ternyata uang yang dibagikan untuk mereka itu sesungguhnya hanya tak lebih 20% dari keseluruhan uang miliknya Gayus.
Betapa tidak kecele, sebenarnya Gayus itu hanya cukup memberikan uang sebesar kurang lebih Rp.20 Milyar untuk menyelamatkan uangnya simpanan sebesar lebih dari Rp. 75 Milyar yang disembunyikannya di safe deposit box ditambah dengan Rp. 5 Milyar yang merupakan jatah dirinya.
Skor di awal pertandingan ini menjadi 1-0 untuk Gayus.
Lalu uang di rekening bank sebesar Rp. 25 Milyar yang gagal dijadikan bancakan rame-rame itu, plus uang di deposit box sebesar Rp. 75 Milyar, sehingga total jumlahnya hampir mencapau Rp. 100 Milyar itu disita.
Walau, konon kata kabar burungnya, uang sitaan dari Gayus yang sebesar hampir Rp. 100 Milyar itu sekarang tak jelas keberadaannya disimpan dimana.
Sudah tamatkah Gayus lantaran sebagian besar uang miliknya sudah berhasil disita ?.
Ternyata belum. Hal itu terbukti dari selama 4 bulan masa penahanannya, Gayus masih bisa membagi-bagikan uangnya lagi kepada polisi untuk dan demi kenyamanan dirinya selama di dalam sel tahanannya.
Kembali gaya ‘Robin Hood’ dilakukan oleh Gayus. Tak kurang dari Rp. 400 Juta dibagikannya secara bertahap kepada Kepala Rutan beserta anak buahnya.
Konon kata kabar burungnya, uang sejumlah Rp.368 Juta diberikannya untuk Kepala Rutan, yang diberikan secara bertahap.
Pada bulan Juli-Agustus sebesar Rp. 5 Juta per minggunya ditambah Rp. 50 Juta per bulannya. Lalu pada bulan September-Oktober sebesar Rp. 5 Juta per minggunya ditambah Rp. 50 Juta per bulannya.
Ini jumlah yang lumayan besar, yang jika dihitung secara per bulannya tak kurang dari Rp. 92 Juta per bulannya. Jelas suatu jumlah bulanan yang sangat lumayan.
Sedangkan untuk anak buahnya, yang berjumlah kurang lebih 8 orang penjaga rutan itu, konon kata kabar burungnya, masing-masing diberi uang oleh gayus sebesar Rp. 5 Jutas/dRp. 6 juta per bulannya.
Jumlah yang lumayan pula, mengingat masing-masing mendapatkan sebesar kurang lebih Rp.750 Ribu per bulannya.
Apakah jumlah yang sangat lumayan itu berarti Gayus telah membayar terlampau mahal ?.
Tidak juga, jika dihitung-hitung secara seksama, tidak terlampau mahal juga.
Karena, konon menurut kabar burung, dengan uang sebesar Rp.400 Juta itu Gayus telah mendapatkan 68 kali kesempatan untuk bebas berkeliaran keluar dari rumah tahanannya.
Ya, selama 4 bulan masa penahanannya itu Gayus tercatat sudah pernah 68 kali keluar dari rumah tahanannya, yaitu pada bulan Juli sebanyak 3 kali, bulan Agustus sebanyak 19 kali, bulan September sebanyak 19 kali, bulan Oktober sebanyak 23 kali, bulan November sebanyak 4 kali.
Jika setiap kali keluar itu selama kurang lebih 2 hari, maka sama halnya Gayus berada diluar tahanan selama 2 hari dikalikan 68 kali keluar rutan, alias 136 hari berada diluar rutan dari masa penahanannya yang selama 138 hari dari awal bulan Juli sampai dengan pertengahan bulan November.
Hal itu berarti selama 4 bulan (awal Juli s/d media November) itu hanya 2 hari saja Gayus berada di dalam sel tahanannya.
Berarti, nilai kebebasannya hanya berharga Rp. 400 Juta dibagi 136 hari alias kurang dari Rp.3 Juta per harinya saja.
Jelas itu jumlah yang besar bagi kebanyakan orang. Suatu jumlah yang bisa jad cukup besar bagi kebanyakan anggota Kepolisian.
Namun jelas bukan jumlah yang signifikan bagi Gayus yang telah terbukti mempunyai kekayaan sebesar lebih dari Rp.100 Milyar dalam bentuk uang tunai yang sudah diketahui, disamping harta bendanya yang lain seperti mobil mewah dan rumah mewah serta perhiasan permatanya.
Maka, boleh dibilang skor berubah antara aparat Kepolisian melawan Gayus yang aparat Pajak itu berubah menjadi 2-0 untuk kemenangan Gayus.
Skor yang tak berlebihan, jika dilihat bahwa Gayus masih mampu membiayai pelesirannya ke Bali yang menginap di Hotel Westin dengan membawa rombongan yang konon kata kabar burungnya sebanyak 6 orang.
Jumlah 6 orang itu tentunya membutuhkan paling tidak 2 sampai 3 kamar.
Dari situ jelas dapat dihitung berapa yang Gayus keluarkan untuk membiayai pelesirannya. Apalagi jika dihitung juga dengan harga tiket nonton yang menurut kabar burung tak kurang dari 3 hari pertandingan.
Yaitu pada saat tanggal 4 November 2010 menonton pertandingan antara Li Na (RR China) melawan Kimiko Date (Jepang), lalu tanggal 5 November 2010 menonton Daniela Hantuchove (Slovakia) melawan Yanina Wickmayer (Belgia), seterusnya tanggal 6 November 2010 menonton Ana Ivanovic (Serbia) melawan Kimiko Date (Jepang).
Sayang, hari terakhir di finalnya mungkin tidak sempat ditontonnya, walau mungkin tiket sudah dibelinya, berhubung keburu terpublikasikan foto dirinya saat menonton pertandingan itu.
Apakah itu berarti pihak kepolisian sudah berhasil memperkecil skor kekalahannya ?.
Bisa jadi belum, mengingat selama hampir satu minggu yang terhitung mulai dari terpublikasikannya foto Gayus nonton pertandingan tenis itu sampai hari Senin tanggal 15 November 2010, pihak Kepolisian kelimpungan menyusun skenario penyelamatan, sedangkan Gayus dengan santainya dapat melancarkan dua jurus baru.
Jurus pertama dilancarkannya pada saat menjelang dimulainya persidangan terhadap dirinya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada hari Senin (15/11/2010) pagi hari.
“Saya ini sudah minus (harta). Ya jangan sampailah (dimiskinkan). Kasihan anak istri saya”, kata Gayus.
Permohonan agar dikasihani itu disampaikan Gayus dalam rangka menanggapi usulan Ketua Mahkamah Konstitusi. “Orang-orang seperti Gayus harus dihukum dengan cara dimiskinkan”, kata Mahfud MD.
Bisa jadi permohonan Gayus ini akan dikabulkan mengingat sampai saat ini belum diketemukan lagi simpanan kekayaan Gayus yang dipakainya sebagai sumber keuangan untuk membayar Kepala Rutannya maupun yang dipakainya untuk membiayai pelesirannya ke Bali.
Disamping itu, konon kata kabar burungnya, juga sudah ada jaminan keamanan bagi istrinya.
Konon istrinya sudah dijamin tidak akan dituntut secara pidana, walau telah terbukti menampung dirinya yang secara statusnya merupakan tahanan yang keluar secara ilegal dari sel tahanannya.
Dimana keluar dari sel tahanan itu tentunya dan seharusnya merupakan suatu bentuk pelanggaran serius terhadap aturan hukum.
Padahal disisi lain, seseorang yang rumahnya kedapatan pernah diinapi oleh anggota Islam Teroris -walau yang diinapi itu tidak tahu bahwa yang menginap adalah anggota Islam Teroris- jelas akan terbuka kemungkinan untuk dituntut sebagai anggota atau simpatisan yang menampung atau melindungi Teroris.
Maka skor berubah berubah lagi menjadi 3-0 untuk kemenangan Gayus yang berprofesi sebagai aparat Pajak.
Lalu, belum selang sehari masih di hari yang sama, disiang harinya pada saat menjelang pentupan sidang yang dipimpin oleh Albertina Ho, kembali Gayus melancarkan jurus keduanya.
“Saya mohon maaf sebesar-besarnya kepada ibu majelis, ketua, dan anggota karena keluar dari tahanan. Saya tidak berbuat macam-macam. Saya kangen sama keluarga. Saya cuma mau refreshing. Saya stres”, kata Gayus sambil berurai air mata.
Bisa jadi memang ia kangen terhadap anak isterinya. Siapa sih yang tidak teriris sembilu hatinya jika dipaksa dipisahkan dari anak dan isterinya ?.
Namun lagi-lagi jika dihitung dari 68 kali kesempatan untuk bebas berkeliaran keluar dari rumah tahanannya, terhitung mulai awal Juli sampai medio November yang hanya berjumlah 138 hari, seperti perhitungan yang ditunjukkan diatas tadi, maka dalih kangen itu terasa mengada-ada.
Akankah itu akan mengubah lagi skor menjadi 4-0 untuk kemenangan Gayus ?.
Bisa jadi tidak, namun bisa jadi iya, jika dilihat di jurus keduanya itu tidak hanya soal ‘kangen’ yang dijadikan dalihnya. Namun juga ada pernyataan bahwa dirinya selama keluar dari tahanan itu hanya ‘refreshing’ saja, alias tidak melakukan hal yang ‘macam-macam’.
Betulkah selama pelesir di Bali itu Gayus hanya ‘refreshing’ saja yang tidak melakukan hal yang ‘macam-macam’ ?.
Jika pihak Kepolisian gagal mengungkap kebenaran atas klaimnya itu, maka bukan hanya skor 4-0 yang dikantungi sebagai skor kemenangannya Gayus.
Namun, pihak Kepolisian lagi-lagi akan kena kibul dari Gayus, dan skor pun justru akan berubah menjadi 5-0 untuk kemenangan Gayus.
Jika begitu, maka berapa skor akhir yang pantas untuk kemenangan Gayus atas aparat Kepolisian dan Kejaksaan ini ?.
Wallahualambishshawab.
*
- Artikel sebelumnya dapat dibaca di : ‘Terimakasih Gayus… !’dan‘Sidik Wajah Gayus’ .
- Foto ilustrasi merupakan hasil copypaste dari :sinidansinisertasinidansini.
*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H