Mohon tunggu...
Rifky Pradana
Rifky Pradana Mohon Tunggu... -

Seseorang pria yang bukan termasuk golongannya rakyat 'Jelita', hanya seorang rakyat 'Jelata' saja, yang suka iseng, yang suka mengisi waktu nganggurnya untuk menghibur dirinya dengan membaca dan menuliskan uneg-unegnya yang dipostingkan di blog komunitas : Kompasiana, Politikana, serta di milis-milis yahoogroups.com : Forum Pembaca Kompas, Mediacare, Media Umat, Ekonomi Nasional, PPI-India, Indonesia Rising, Nongkrong Bareng Bareng, Wartawan Indonesia, Zamanku, Eramuslim, Sabili, Mencintai Islam, Syiar Islam, dengan nickname rifkyprdn@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

SPBU Pertamina, Selamat Tinggal !

19 September 2010   17:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:07 1898
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintah berencana di awal bulan Oktober tahun 2010 ini akan memulai pelaksanaan program pembatasan pemakaian bensin Premium, yang menurut pemerintah, harga jual ke konsumen itu telah disubsidi.

Berkait dengan subsidi ini, ada sementara kalangan yang mengartikannya sebagai selisih antara harga jual ke konsumen dengan harga pasar, atau dengan harga standar internasional, atau dengan harga keekonomisan.

Namun ada pula yang mengartikan bahwa yang disebut subsidi itu adalah selisih harga jual ke konsumen dengan biaya ongkos produksinya.

Didalam biaya produksi ini, ada kalangan yang mengartikannya sebagai keseluruhan biaya produksi mulai dari pengeboran sampai pengolahan, namun tidak termasuk harga bakunya berupa minyak mentah.

Tidak dimasukannya harga bahan baku ini lantaran minyak mentah itu tidak didapat dari membeli, melainkan didapatkan dari minyak mentah yang didapatkan dari dalam bumi yang ada di dalam negeri ini.

Akan tetapi ada pula yang mengartikannya sebagai harga bahan baku minyak mentah ditambah dengan keseluruhan biaya pengeboran sampai pengolahan, lantaran minyak mentah yang didapatkan dari membeli dari luar negeri.

Entah rumusan mana yang dipakai oleh pemerintah, yang jelas pemerintah itu merasa rugi dengan apa yang disebutnya sebagai subsidi itu.

Oleh sebab itu, pemerintah menginginkan agar subsidi ini dikurangi, yang nanti pada akhirnya akan dihilangkan sama sekali.

Sehingga ketiba telah tiba pada saatnya nanti, penentuan harga jual bensin Premium ini akan mendapatkan perlakuan sama seperti halnya mekanisme penentuan harga jual bensin yang bukan Premium, seperti bensin Pertamax atau bensin Pertamax Plus.

Sebagaimana diketahui, bensin Premium ini hanya dijual di SPBU yang berlogokan Pertamina saja, tidak dijual di SPBU lainnya seperti SPBU berlogo Shell atau Total atau Petronas.

Di SPBU berlogo Shell atau Total atau Petronas hanya dijual bensin yang setara dengan Pertamax atau Pertamax Plus.

Sehingga konsumen yang memakai bensin Premium ini merupakan konsumen setianya SPBU berlogo Pertamina.

Sedangkan konsumen pemakai bensin yang bukan Premium itu tidak semuanya masih menjadi konsumen setianya SPBU berlogo Pertamina, ada yang kemudian beralih menjadi konsumennya SPBU berlogo Shell atau Total atau Petronas.

Menurut beberapa orang di kalangan konsumen yang beralih itu, pertimbangan harga dan pelayanan serta ketepatan literannya menjadi pertimbangan sehingga mereka memilih membeli bensin yang bukan Premium di SPBU berlogo Shell atau Total atau Petronas.

Konon rencana pembatasan pemakaian bensin Premium ini akan dilaksanakan dengan ketentuan untuk kendaraan bermotor keluaran tahun-tahun terbaru tidak diperbolehkan lagi untuk membeli bensin Premium dengan harga yang konon katanya bersubsidi itu.

Dengan demikian, konsumen dari kalangan ini harus membeli bensin Premium sesuai dengan harga pasar.

Atau, jika mereka tidak mau maka mereka walau dengan terpaksa dapat beralih menjadi konsumennya bensin yang bukan Premium, yaitu bensin Pertamax atau Pertamax Plus.

Tentunya ini merupakan kabar gembira dari kalangan pengusaha SPBU berlogo Pertamina, mengingat dengan meningkatnya harga jual bensin Premium untuk sebagian konsumennya itu akan meningkatkan omzet secara nilai uangnya.

Dan juga jika kemudian mereka beralih menjadi konsumen bensin Pertamax atau Pertamax Plus yang lebih mahal harganya dibanding dengan harga bensin Premium maka omzet secara nilai uangnya akan bisa lebih meningkat lagi.

Biasanya yang tidak menyambut gembira dengan rencana pemerintah yang ada kaitannya dengan istilah-istilah penerapan harga pasar, harga standar internasional, harga keekonomisan, adalah dari kalangan konsumen yang rakyat jelata.

Namun kali ini ada yang tidak lazim. Kalangan pengusaha yang biasanya menyambut dengan riang gembira itu kali ini terlihat tidak antusias, bahkan tidak bergembira dengan rencana pemerintah itu.

Beberapa saat yang lalu para pengusaha SPBU yang tergabung dalam Hiswana Migas (Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi) berkait dengan rencana pembatasan pemakaian bensin Premium ini telah malahan menuding pemerintah dalam hal ini BPH Migas sebagai lebih condong memihak kepada SPBU non Pertamina.

Rencana pemerintah itu dinilai mereka sebagai secara tidak langsung telah membantu SPBU non-Pertamina atau SPBU-SPBU asing.

BPH Migas jadinya bertindak tidak fair, BPH Migas justru membantu SPBU non-Pertamina berkembang lebih jauh lagi”, kata beberapa kalangan pengusaha SPBU berlogo Pertamina.

Mungkin, sangat bisa jadi mereka itu mengkhawatirkan konsumen yang terkena pembatasan itu bukannya akan beralih membeli bensin Premium dengan harga non subsidi, atau beralih menjadi konsumen Pertamax dan Pertamax Plus, namun jutru beralih menjadi konsumennya SPBU berlogo Shell atau Total atau Petronas.

Sesuatu kekhawatiran yang masuk akal, jika ditilik dari kenyataan fakta di beberapa SPBU berlogo Pertamina yang lokasinya berdekatan dengan SPBU berlogo Shell atau Total atau Petronas.

Namun tak semua pengusaha di kalangan Hiswana Migas khawatir dengan hal itu yang berkaitan dengan prospek kelangsungan bisnisnya berkait dengan rencana pemerintah itu.

Ada juga yang justru tersenyum gembira menyambut rencana ini.

Konon mereka itu gembira, lantaran dengan adanya disparitas harga bensin Premium itu justru akan membuka peluang bisnis yang menggiurkan.

Hal yang lumrah terjadi, disparitas harga atas suatu jenis barang yang sama itu akan membuka peluang mengeruk keuntungan besar jika mampu dan bisa ikut didalam permainan kongkalingkong bernuansa licik dan curang serta ilegal.

Sederhananya, dengan adanya disparitas harga, jika pengusaha itu dapat berkerjasama dengan beberapa pihak yang berwenang, maka barang asalnya didapatkannya dengan harga subsidi itu dapat dijualnya kepada konsumen dengan harga non subsidi.

Konon katanya, hal seperti itu juga terjadi di bisnis elpiji yang juga ada disparitas harga antara harga jual gas dalam tabung 12 Kg dengan harga jual gas dalam tabung 3 Kg.

Konon pula, pemerintah juga mempunyai opsi lain dalam pembatasan pemakaian bensin Premium ini, yaitu bukan dengan penerapan disparitas harga bagi konsumen kendaraan bermotor untuk tahun-tahun terbaru, namun dengan pelarangan pembelian.

Sehingga konsumen kendaraan bermotor untuk tahun-tahun terbaru itu sama sekali tidak diperbolehkan membeli bensin Premium.

Namun hal itu justru makin membuat mereka yang menilai rencana pemerintah itu sebagai secara tidak langsung telah membantu SPBU non-Pertamina atau SPBU-SPBU asing menjadi semakin khawatir.

Nanti justru yang untung SPBU asing, karena mereka bakal pilih SPBU asing”, kata mereka.

Nah berkait dengan hal tersebut diatas, apakah berarti itu menunjukkan kebenaran dari apa yang dikatakan selama ini oleh beberapa orang di kalangan rakyat jelata yang bukan pengusaha, bahwa program yang dikatakan sebagai pencabutan subsidi itu hakikatnya hanyalah topeng dari program liberalisasi hulu hilir migas yang hanya akan menguntungkan SPBU-SPBU asing ?.

Jika benar begitu maka wajar jika konsumen yang keseluruhan rakyat Indonesia, seharusnya mulai belajar untuk mengucapkan kata perpisahan dengan SPBU Pertamina,“Selamat Tinggal SPBU Pertamina”.

Wallahualambishshawab.

*

Catatan Kaki :

*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun