Mohon tunggu...
Rifky Pradana
Rifky Pradana Mohon Tunggu... -

Seseorang pria yang bukan termasuk golongannya rakyat 'Jelita', hanya seorang rakyat 'Jelata' saja, yang suka iseng, yang suka mengisi waktu nganggurnya untuk menghibur dirinya dengan membaca dan menuliskan uneg-unegnya yang dipostingkan di blog komunitas : Kompasiana, Politikana, serta di milis-milis yahoogroups.com : Forum Pembaca Kompas, Mediacare, Media Umat, Ekonomi Nasional, PPI-India, Indonesia Rising, Nongkrong Bareng Bareng, Wartawan Indonesia, Zamanku, Eramuslim, Sabili, Mencintai Islam, Syiar Islam, dengan nickname rifkyprdn@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Referendum Masa Jabatan Presiden

20 Agustus 2010   01:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:52 1252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bandung Bondowoso hanya membutuhkan waktu kurang dari semalam untuk membangun candi sebanyak 999 buah.

Jumlahnya 999 buah, sebuah angka yang keramat itu terjadi lantaran ulah ‘sabotase‘ yang dilakukan oleh Roro Jonggrang beserta para dayang dan abdi kinasihnya, sehingga jumlah candi sebanyak 1.000 buah menjadi gagal dibangun oleh Bandung Bondowoso.

Begitulah penuturan hikayat yang melekat dalam legenda pembangunan candi Prambanan. Sebuah komplek candi Hindu terbesar di Indonesia yang diperkirakan dibangun pada tahun 850 Masehi semasa pemerintahan Rakai Pikatan dari wangsa Sanjaya.

Komplek candi yang diperkirakan dibangun pada tahun 850 Masehi itu terletak di perbatasan antara propinsi DI Yogyakarta dengan propinsi Jawa Tengah, persis berada ditepian sungai Opak dan ruas jalan negara yang menghubungkan antara kota Yogyakarta dengan kota Surakarta.

Proses ‘simsalabim’ yang hanya membutuhkan waktu semalam saja dalam membangun candi Prambanan itu tentu tak bisa disamakan dengan waktu yang dibutuhkan untuk sebuah proses berkelanjutan dalam membangun sebuah negara dan bangsa.

Akan tetapi serangkaian ulah yang dilakukan oleh Roro Jonggrang dalam rangka menghambat dan menggagalkan pembangunan candi Prambanan itu, mungkin bisa disamakan dengan usaha serupa yang saat ini sedang dilakukan oleh ‘segelintir kalangan’ untuk menghambat dan menggagalkan proses pembangunan berkelanjutan bagi negara dan bangsa yang bernama Indonesia.

Lontaran wacana untuk mengevaluasi kembali sebuah klausul yang membatasi masa jabatan presiden hanya maksimal 2 periode saja, haruslah dibaca sebagai wacana untuk memberikan jaminan bagi bangsa dan negara Indonesia untuk dapat terus melakukan proses pembangunan yang berkesinambungan dan berkelanjutan.

Proses pembangunan yang dapat terus berkesinambungan dan berkelanjutan, akan memberikan jaminan bagi tercapainya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Maka sebuah apriori penolakan yang bernuansa ‘waton suloyo’ atas wacana evaluasi atas pembatasan masa jabatan presiden itu bisa diartikan sebagai usaha untuk menghambat dan menggagalkan proses pembangunan berkelanjutan serta terjaminnya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Usaha menghambat dan menggagalkan pembangunan berkelanjutan bagi tercapainya kesejahteraan rakyat Indonesia dapat diartikan sebagai usaha ‘sabotase’.

Sabotase atas terjaminnya kesejahteraan rakyat Indonesia, secara hakikatnya bisa disamakan dengan tingkah polahnya ‘manusia drakula’ yang menghisap darah rakyat Indonesia, .

Tingkah polahnya gerombolan ‘manusia drakula’ itu sama sebangun dengan gerombolan ‘Islam teroris’ yang saat ini menurut kabarnya dipimpin oleh ustadz Abu Bakar Basyir.

Dan, kebiasaan serta kesukaan melakukan usaha ‘sabotase’ itu identik dan melekat erat pada ciri khas kesukaannya kalangan ‘Komunis Indonesia’, yang tercatat sudah dua kali (pada tahun 1948 dan 1965) melakukan usaha ‘sabotase’ terhadap negara dan bangsa Indonesia.

Bagaimana tidak bisa dikatakan demikian, jika ternyata faktanya justru pemimpin yang mempunyai masa jabatan yang panjang telah terbukti lebih mampu memberikan tingkat kesejahteraan yang lebih baik di negara ini.

Bukankah di masa pemerintahan Presiden Soeharto lebih mampu mensejahterakan rakyat dibanding di masa pemerintahan Presiden BJ Habibie dan Presiden Abdurrahman Wahid serta Presiden Megawati ?.

Bukankah di masa pemerintahan Presiden SBY juga telah terbukti lebih mampumensejahterakan rakyat dibanding di masa pemerintahan Presiden BJ Habibie dan Presiden Abdurrahman Wahid serta Presiden Megawati ?.

Tak hanya itu, perlu juga dicatat bahwa negara-negara lain yang secara perekonomiannya lebih maju daripada Indonesia, seperti Singapura dan Malaysia sebagai contoh diantaranya, juga tidak mempunyai klausul pembatasan periode masa jabatan bagi para pemimpinnya.

Justru panjangnya masa berkuasa bagi pemimpinnya telah terbukti mampu memberikan berkelanjutnya pembangunan bagi kesejahteraan rakyat di kedua negara itu.

Fakta nyata yang tidak terbantahkan bahwa setelah melalui periode pemerintahan PM (Perdana Menteri) Mahathir Muhammad dan PM (Perdana Menteri) Lee Kuan Yew yang panjang masa berkuasanya, yang kemudian secara estafet diteruskan oleh pemimpin penerus yang satu visi dan misi dengan pendahulunya, maka kedua negara itu mampu memberikan jaminan atas berkelanjutnya pembangunan yang hasil akhirnya adalah kesejahteraan rakyat di kedua negara itu.

Mengapa kita justru apriori ?. Mengapa kita tak mencontohnya saja sehingga kesejahteraan rakyat Indonesia ini menjadi bisa setaraf dengan kesejahteraan rakyat Malaysia dan Singapura ?.

Tak adanya pembatasan periode masa jabatan bagi pemimpin negara juga tak berarti melanggengkan kediktatoran yang anti demokrasi.

Tercatat di beberapa negara demokratis yang secara perekonomian lebih baik daripada Indonesia pun melakukan hal serupa.

Salah satunya adalah Venezuela. Presiden Hugo Sanchez yang memimpin secara demokratis di negara ini pun juga telah melakukan revisi atas pembatasan masa jabatan bagi Presiden.

Dan, hal itu telah disetujui oleh rakyatnya melalui referendum yang demokratis dan bersih.

Dalam konteks ketata negaraan di Indonesia, perlu dicatat bahwa klausul pembatasan masa jabatan Presiden yang hanya maksimal 2 periode saja itu merupakan klausul tambahan atau susulan saja.

Klausul tambahan yang ditempelkan didalam batang tubuh UUD 1945 yang telah beberapa kali diamandemen.

Klausul tempelan hasil amandemen yang bukan orisinilnya batang tubuh UUD 1945 yang asli.

Maka, apa dan dimana letak salahnya jika klausul amandemen itu diamandemen kembali ?.

Toh, andaikan konstitusi negara ini didekritkan untuk kembali kepada UUD 1945 yang asli pun maka klausul masa jabatan Presiden yang hanya maksimal 2 periode saja itu secara otomatis akan terhapuskan ?.

Penolakan wacana yang telah disampaikan oleh beberapa gelintir dari anggota MPR (Majelis Pemusyawaratan Rakyat) maupun anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) sesungguhnya tidaklah mencerminkan kehendak hati dari mayoritas rakyat Indonesia.

Apalagi jika ternyata penolakan itu berasal dari para anggota yang berasal dari parpol yang bukan merupakan pemenang pemilu lalu yang telah berhasil dilaksanakan secara luber dan jurdil.

Sesuatu hal yang bisa menimbulkan prasangka bahwa penolakan itu disamping bukan murni cerminan kehendak mayoritas rakyat Indonesia, juga merupakan penolakn yang hanya berdasarkan rasa sakit hati dan dendam atas kekalahannya, serta bukan tak mungkin juga disisipi oleh dorongan nafsu syahwat yang hanya memikirkan bagaimana bisa gantian menjadi penguasa pemimpin negara.

Maka, mengapa tak dilakukan saja referendum untuk menanyakan langsung kepada rakyat sebagai pemilik kedaulatan sejati atas negeri ini ?.

Wallahulambishshawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun