Mohon tunggu...
Rifky Pradana
Rifky Pradana Mohon Tunggu... -

Seseorang pria yang bukan termasuk golongannya rakyat 'Jelita', hanya seorang rakyat 'Jelata' saja, yang suka iseng, yang suka mengisi waktu nganggurnya untuk menghibur dirinya dengan membaca dan menuliskan uneg-unegnya yang dipostingkan di blog komunitas : Kompasiana, Politikana, serta di milis-milis yahoogroups.com : Forum Pembaca Kompas, Mediacare, Media Umat, Ekonomi Nasional, PPI-India, Indonesia Rising, Nongkrong Bareng Bareng, Wartawan Indonesia, Zamanku, Eramuslim, Sabili, Mencintai Islam, Syiar Islam, dengan nickname rifkyprdn@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perang Seranjang berbuah Koalisi Besar

9 Maret 2010   01:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:32 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat ini partai Demokrat benar-benar berang dan geram terhadap Golkar dan PKS serta PPP.

Keinginan partai Demokrat untuk menghengkangkan ketiga partai tersebut dari koalisi tampaknya bukan lagi sekedar gertak sambal yang bertujuan untuk menakut-nakuti mitra koalisinya. Namun benar-benar sedang digulirkan dan digodok serta direncanakan secara matang untuk benar-benar dijalankan.

Kami ingin melakukan evaluasi terkait kinerja koalisi secara jernih, bukan karena emosi. Ya pokoknya saat ini kami sedang melakukan evaluasi dengan pikiran yang jernih”, kata Andi Alifian Mallarangeng yang menjabat sebagai Ketua Departemen SDM di DPP partai Demokrat sekaligus menjabat juga sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga di kabinet KIB II.

Rencana untuk kocok ulang koalisi itu tampaknya benar-benar serius, mengingat Presiden SBY juga tampak amat kecewa dan sangat marah atas sikap politik yang diambil oleh Golkar dan PKS serta PPP dalam menyikapi soal Skandal Bank Century.

Menurut kabar dari beberapa kalangan, Presiden SBY dalm waktu dekat ini akan mengumumkan sebuah keputusan besar menyangkut masa depan koalisi saat nanti sepulang dari lawatannya keluar negeri.

Untuk membuat keputusan besar harus diambil dengan cara berpikir yang tenang dan jernih dan tidak terburu-buru”, kata Amir Syamsuddin yang menjabat sebagai Sekjen di DPP partai Demokrat.

Ahmad Mubarok, Wakil ketua umum partai Demokrat menegaskan bahwa keputusan besar yang akan diambil oleh Presiden SBY itu terkait langkah yang akan diambil berkait dengan kelangsungan dan masa depan koalisi.

Koalisi itu kan seperti keluarga. Ibarat perkawinan, kalau ada masalah, kan kita simpan, baru nanti kalau sudah jadi keputusan, kita akan ngundang. Masuk pengadilan, atau pisah ranjang, atau bahkan cerai”, kata Ahmad Mubarok.

Berkait dengan rencana kocok ulang atau penataan ulang koalisi itu, tampaknya Presiden SBY sangat menyadari bahwa tak mungkin partai Demokrat bercerai dengan Golkar dan PKS serta PPP, jika tidak didapatkan penggantinya yang juga mempunyai kekuatan suara seimbang dengan mereka.

Namun tampaknya, yang akan benar-benar ditendang keluar agar hengkang dari koalisi adalah Golkar dan PKS. Sedangkan PPP, tampaknya masih akan dipertahankan didalam koalisi.

Oleh sebab itu, saat ini pihak partai Demokrat terus mengintensifkan komunikasi dengan PDIP, sebagai salah satu calon pengganti Golkar.

Bahkan, terbetik kabar pula, jika Demokrat juga melakukan pendekatan serupa kepada Gerindra dan Hanura. Kedua partai ini dilirik sebagai calon penggantinya PKS.

Keinginan partai Demokrat itu tampaknya tidak bertepuk sebelah tangan. Gayung pun bersambut, beberapa kalangan di internal PDIP terlihat begitu antusias menyambut tawaran masuk kedalam koalisi pimpinan Demokrat itu.

Dengan oposisi kita kalah. Mungkin dengan tidak oposisi, kita akan bertambah”, kata Taufiq Kiemas yang menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina di DPP PDIP sekaligus menjabat juga sebagai Ketua MPR.

PDI Perjuangan tidak akan oposisi, tapi kritis kepada pemerintah”, tambah Taufiq Kiemas yang juga merupakan suami dari Megawati.

Sekalipun antusias, namun Taufik Kiemas tampaknya harus bersabar. Keinginannya itu tampaknya baru akan bisa dijalankannya setelah usai pelaksanaan Kongres PDIP yang akan dilangsungkan pada bulan April tahun 2010 ini.

Sebagaimana diketahui, salah satu agenda dalam konggres itu adalah pemilihan Ketua Umum.

Dan, jika PDIP benar-benar menghendaki menyambut tawaran partai Demokrat untuk bergabung didalam koalisi, maka Megawati Soekarnoputri harus dilengserkan dulu dari posisi Ketua Umum.

Karena itu maka menjadi rencana PDIP yang dimotori oleh Taufiq Kiemas itu harus menunggu dulu sampai selesainya konggres PDIP.

Paling tidak ada dua alasan yang mendasari urgensi pelengseran Megawati dari posisi Ketua Umum PDIP, sebagai prasyarat rencana koalisi PDIP dengan partai Demokrat itu dapat dijalankan.

Pertama, Megawati secara pribadi sampai dengan saat ini masih sangat enggan untuk bergandengan tangan dengan Presiden SBY.

Sudah menjadi pengetahuan umum, bahwa yang menjadi penghalang dan penghambat serta kendala terjadinya jalinan koalisi antara partai Demokrat dengan PDIP itu adalah Megawati.

Bukan rahasia lagi, Megawati mempunyai karakter yang sangat sulit dibujuk untuk berubah agar bersedia berdamai dan menjalin kerjasama dengan pihak partai Demokrat.

Kedua, sudah banyak diketahui, jika beberapa kalangan di internal PDIP sudah merasa lelah dan capek menjalankan peran sebagai oposisi yang berada diluar lingkaran pemerintahan.

Oleh sebab itu, kalangan ini dengan berlandaskan pertimbangan rasional dan realistis ingin agar PDIP bergabung di dalam koalisi pemerintahan.

Namun keinginan mereka itu selama ini terhambat dan terkendala sebab tidak berdaya melepaskan PDIP yang terbelenggu dan tersandera oleh sikapnya Megawati itu.

Maka jika usai konggres PDIP jadi berkoalisi dengan partai Demokrat itu dikarenakan Taufiq Kiemas sudah berhasil meyakinkan Megawati tentang perlunya PDIP merubah posisinya dari oposisi menjadi mitra koalisi, demi mempersiapkan diri menghadapi pemilu tahun 2014 mendatang.

Namun sekalipun begitu, demi untuk menjaga gengsi dan harga diri Megawati, rencana koalisi itu harus menunggu dulu sampai Megawati tak lagi berposisi sebagai Ketua Umum.

Agenda untuk menggeser posisi Megawati dari Ketua Umum PDIP itu tampaknya tak hanya menjadi agendanya kelompok yang dimotori oleh Taufiq Kiemas.

Beberapa kelompok lain juga ada kelompok yang mempunyai agenda serupa.

Jika agenda kelompoknya Taufiq Kiemas itu berdasarkan pertimbangan kepentingan untuk memuluskan rencana berkoalisi dengan partai Demokrat, sedangkan agenda kelompok yang lainnya itu berdasarkan pertimbangan yang menilai bahwa Megawati itu tak lagi bernilai jual.

Menurut kelompok ini, pada saat ini para pemilih sudah semakin cerdas sehingga Megawati sebagai komoditas politik sudah tak laku lagi dijual.

Disamping itu, pemilih tak lagi menentukan pilihannya atas dasar pertimbangan ideologi lagi, namun sudah cenderung lebih pragmatis.

Oleh sebab itu PDIP harus melakukan penyegaran sehingga kemampuan politiknya bisa berkembang dan menyentuh pemilih di luar basis konstituen tradisionalnya.

Akan tetapi, diluar kelompok-kelompok itu masih terdapat kelompok pendukung kuatnya Megawati. Dimana kelompok ini masih menginginkan Megawati kembali memimpin PDIP sebagai Ketua Umum.

Menurut mereka, sosok Megawati masih sangat dibutuhkan untuk menjaga loyalitas dari massa akar rumput di basis konstituen tradisionalnya PDIP. Peran ini, suka tak suka harus diakui bahwa sampai saat ini belum ada sosok lain yang mampu menggantikannya.

Dikhawatirkan, jika Megawati mengikuti jejaknya Amien Rais yang berencana tak lagi berada distruktur kepengurusan partai, maka PDIP akan banyak kehilangan dukungan dari basis konstituen tradisionalnya.

Padahal raihan suara dari pemilih diluar basis massa tradisionalnya itu belum tentu mampu menggantikan kehilangan suara dari basis konstituen tradisionalnya itu.

Disamping itu, sosok Megawati juga masih sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan semangat kebersamaan dan perekat dari berbagai unsur dan fraksi serta kelompok yang ada didalam PDIP.

Namun tampaknya sudah tercapai kompromi antara dua kubu yang berlainan pendapat itu.

Besar kemungkinan, pasca konggres ini Megawati tak lagi akan diposisikan sebagai Ketua Umum PDIP. Namun posisi Megawati tetap berada di struktur kepengurusan dengan jabatan baru sebagai Ketua Dewan Pembina.

Lalu, posisi Ketua Umum akan digantikan oleh salah seorang dari tokoh yang masih berdarah keturunan Soekarno.

Dengan komposisi ini diharapkan loyalitas dari massa akar rumput di basis konstituen tradisionalnya PDIP masih akan tetap terjaga.

Hanya masalah besarnya adalah sosok yang digadang sebagai pengganti Megawati, Guruh Soekarnoputro, belum mempunyai jam terbang dan tidak mempunyai kapasitas yang menyamai Megawati.

Untuk mengatasi masalah itu, maka posisi Taufiq Kiemas dari Ketua Dewan Pembina akan bergeser ke posisi Wakil Ketua Umum.

Dengan demikian, Taufiq Kiemas yang mempunyai pengalaman dan jam terbang yang mencukupi itu akan mampu menutupi kekurangan dari sosok baru yang ditempatkan sebagai Ketua Umum PDIP.

Jika dilihat dari konsep dan rincian action plannya, memang terlihat sudah cukup sempurna rencana PDIP yang akan melakukan regenerasi kepemimpinan sekaligus sebagai awal dari perubahan paradigma oposisi menjadi mitra koalisinya partai Demokrat.

Namun, mengingat posisi Ketua Umum sebuah partai politik adalah posisi sentral yang sangat menentukan. Maka masih ada kelompok yang menyangsikan bahwa penempatan Guruh Soekarnoputro sebagai Ketua Umum itu akan memberikan dampak penurunan perolehan suaranya bagi PDIP di pemilu tahun 2014 mendatang.

Terlepas dari adanya kekhawatiran itu, rencana itu tetap akan dijalankan.

Adu kuat antara Taufiq Kiemas dan Megawati yang bagaikan sebuah pertempuran seranjang pun akan segera akan berakhir.

Dimana konsistensi dan kekukuhan sikap Megawati akhirnya meluruh juga dihadapan Taufiq Kiemas yang merupakan suaminya.

Luruhnya sikap Megawati itu kemungkinan besar juga ada kaitan alasannya dengan mulai disadarinya perlunya upaya untuk mempersiapkan masa depan karier putrinya, Puan Maharani.

Disasadari bahwa untuk menjadikan Puan Maharani sebagai calon pemimpin masa depan itu, tak cukup jika hanya berbekal pengalaman sebagai politisi di lembaga legislatif atau parlemen saja.

Namun juga harus ditambahi dengan bekal pengalaman sebagai pejabat pemerintahan di lembaga eksekutif.

Maka, sangat dimengerti jika akhirnya Megawati pun terpaksa harus menerima realitas kenyataan, dan dengan berat hati terpaksa merubah kekukuhan sikapnya yang ingin tetap beroposisi.

Sejatinya, terwujud PDIP berkoalisi dengan partai Demokrat itu bukanlah hal yang baru.

Pada saat menjelang Pilpres tahun 2009 yang lalu, sebenarnya konsep koalisi besar itu sudah cukup matang. Saat itu partai Demokrat ingin mengajak PDIP untuk membentuk pemerintahan yang kuat dan terbebaskan dari gangguan parlemen.

Namun perwujudan dari konsep itu tergagalkan oleh sikap penolakan Megawati yang konsisten dan kukuh tak mau berkoalisi dengan partai Demokrat.

Akhirulkalam, berkait rencana koalisi antara partai Demokrat dengan PDIP itu, ada beberapa kalangan memperkirakan bahwa yang dimaksudkan dengan keputusan besarnya Presiden SBY itu bukanlah berupa ditendangnya Golkar dan PKS serta PPP dari koalisi.

Namun, sebuah keputusan besar dari Presiden SBY untuk merangkul semua unsur dan semua parpol dalam sebuah koalisi besar.

Dimana komposisi kabinet akan mengakomodasikan semua wakil dari semua parpol yang mempunyai kursi di parlemen.

Atau, setidaknya merupakan sebuah koalisi besar yang akan terdiri dari Demokrat ditambah dengan Golkar dan PDIP serta PAN dan PKB, mungkin juga masih ditambah lagi dengan PPP.

Sedangkan PKS dan Hanura serta Gerindra akan dibiarkan berada diluar koalisi.

Andai demikian yang akan terjadi, maka Presiden SBY diperkirakan benar-benar akan berhasil menciptakan sebuah pemerintahan yang kuat dan stabil serta efektif. Dimana pemerintahannya akan terbebas dari gangguan parlemen.

Namun, apakah jika tanpa adanya oposisi dengan kekuatan sebanding sebagai penyeimbang sehingga memungkinkan terlaksananya prinsip trias politika yang menjamin efektifitasnya mekanisme check and balance, maka bukanlah sebuah pemerintahan yang kuat dan stabil serta efektif yang akan tercipta, namun justru sebuah pemerintahan bermodelkan korupsi berjamaah yang akan tercipta ?.

Wallahualambishshawab.

*

Catatan Kaki :

Artikel – artikel lainnya yang menarik dapat dibaca dengan mengklik disini.

*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun