Mohon tunggu...
Rifky Pradana
Rifky Pradana Mohon Tunggu... -

Seseorang pria yang bukan termasuk golongannya rakyat 'Jelita', hanya seorang rakyat 'Jelata' saja, yang suka iseng, yang suka mengisi waktu nganggurnya untuk menghibur dirinya dengan membaca dan menuliskan uneg-unegnya yang dipostingkan di blog komunitas : Kompasiana, Politikana, serta di milis-milis yahoogroups.com : Forum Pembaca Kompas, Mediacare, Media Umat, Ekonomi Nasional, PPI-India, Indonesia Rising, Nongkrong Bareng Bareng, Wartawan Indonesia, Zamanku, Eramuslim, Sabili, Mencintai Islam, Syiar Islam, dengan nickname rifkyprdn@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Disfungsi Wewenang Presiden?

18 November 2009   12:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:17 737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jangan pula saya sebagai Presiden didorong mengambil langkah yang bukan wewenang saya. Karena kalau saya lakukan, itu artinya saya melawan konstitusi”, kata Presiden SBY dalam pidato pengantar rapat kabinet terbatas tentang laporan dan rekomendasi Tim Delapan, yang digelar di di Istana Presiden pada hari Rabu tanggal 18-Nopember-2009.

Begitu yang dikutip dari sebuah situs berita online.

Tim Independen Verifikasi Fakta dan Proses Hukum atas kasus Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto (biasa disebut dengan nama Tim Delapan yang dibentuk oleh Presiden SBY berdasarkan Keppres Nomer 31 Tahun 2009) dalam laporan akhirnya yang setebal 31 halaman itu memberikan rekomendasi langkah-langkah dan kebijakan-kebijakan yang dapat ditempuh Presiden SBY dalam kaitan dengan kasus tersebut diatas. Tim Delapan merekomendasikan kepada Presiden SBY untuk :

1.Setelah mempelajari fakta-fakta, lemahnya bukti-bukti materil maupun formil dari penyidik, dan demi kredibilitas sistem hukum, dan tegaknya penegakan hukum yang jujur dan obyektif, serta memenuhi rasa keadilan yang berkembang di masyarakat, maka proses hukum terhadap Chandra M. Hamzah dan Bibit S. Rianto sebaiknya dihentikan. Dalam hal ini Tim 8 merekomendasikan agar:

a.Kepolisian menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dalam hal perkara ini masih di tangan kepolisian;

b.Kejaksaan menerbitkan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP) dalam hal perkara ini sudah dilimpahkan ke kejaksaan; atau

c.Jika kejaksaan berpendapat bahwa demi kepentingan umum, perkara perlu dihentikan, maka berdasarkan asas opportunitas, Jaksa Agung dapat mendeponir perkara ini.

2.Setelah menelaah problematika institusional dan personel lembaga-lembaga penegak hukum dimana ditemukan berbagai kelemahan mendasar maka Tim 8 merekomendasikan agar Presiden melakukan :

a.Untuk memenuhi rasa keadilan, menjatuhkan sanksi kepada pejabat-pejabat yang bertanggung jawab dalam proses hukum yang dipaksakan dan sekaligus melakukan reformasi institusional pada tubuh lembaga kepolisian dan kejaksaan;

b.Melanjutkan reformasi institusional dan reposisi personel pada tubuh Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Lembaga Perlindungan saksi dan Korban (LPSK) – tentu dengan tetap menghormati independensi lembaga-lembaga tersebut, utamanya KPK.

Untuk mereformasi lembaga-lembaga penegak hukum tersebut diatas maka Presiden dapat menginstruksikan dilakukannya ‘governance audit’ oleh suatu lembaga independen, yang bersifat diagnostic untuk mengidentifikasi persoalan dan kelemahan mendasar di tubuh lembaga-lembaga penegak hukum tersebut.

3.Setelah mendalami betapa penegakan hukum telah dirusak oleh merajalelanya makelar kasus (markus) yang beroperasi di semua lembaga penegak hukum maka sebagai ‘shock therapy’ Presiden perlu memprioritaskan operasi pemberantasan makelar kasus (markus) di dalam semua lembaga penegak hukum termasuk di lembaga peradilan dan profesi advokat; dimulai dengan pemeriksaan secara tuntas dugaan praktik mafia hukum yang melibatkan Anggodo Widjojo dan Ari Muladi oleh aparat terkait.

4.Kasus-kasus lainnya yang terkait seperti kasus korupsi Masaro; proses hukum terhadap Susno Duadji dan Lucas terkait dana Budi Sampoerna di Bank Century; serta kasus pengadaaan SKRT Departemen Kehutanan; hendaknya dituntaskan.

5.Setelah mempelajari semua kritik dan input yang diberikan tentang lemahnya strategi dan implementasi penegakan hukum serta lemahnya koordinasi di antara lembaga–lembaga penegak hukum maka Presiden disarankan membentuk Komisi Negara yang akan membuat program menyeluruh dengan arah dan tahapan-tahapan yang jelas untuk pembenahan lembaga-lembaga hukum, termasuk organisasi profesi Advokat, serta sekaligus berkoordinasi dengan lembaga-lembaga hukum lainnya untuk menegakkan prinsip-prinsip negara hukum, due proccess of law, hak-hak asasi manusia dan keadilan.

Demikianlah cuplikan selengkapnya dari rekomendasi Tim Delapan kepada Presiden SBY.

Berkait dengan pidato pengantar Presiden SBY dalam rapat tersebut diatas, maka timbullah pertanyaan.

Adakah diantara rekomendasinya Tim Delapan yang mendorong Presiden SBY untuk melakukan kebijakan yang berada diluar wewenangnya sebagai Presiden Republik Indonesia yang berdasarkan konstitusi merupakan Kepala Negara merangkap Kepala Pemerintahan ?.

Hal lainnya, perlu diingat pula bahwa berdasarkan undang-undang yang berlaku dan sistim tata pemerintahan yang dianut oleh tata kenegaraan di Republik Indonesia ini, posisi Kepala Kepolisian Negara juga Jaksa Agung merupakan pejabat tinggi negara yang secara hirarki berada langsung dibawah kendali dan kekuasaannya Presiden Republik Indonesia yang berdasarkan konstitusi merupakan Kepala Negara merangkap Kepala Pemerintahan.

Selain itu, Presiden di negara Republik Indonesia ini juga mempunyai hak Abolisi dan hak Amnesti.

Berkait dengan wewenang Presiden, di sebuah artikel berjudul ‘Disfungsi Presiden’ tulisannya Eep Saefulloh Fatah yang di muat di surat kabar beroplah nasional, mempertanyakan ‘Mengapa Presiden tampil sebagai pemilik kekuasaan besar yang seolah tak tahu menggunakan kekuasaan itu dengan sepatutnya ?’, juga mempertanyakanMengapa dalam situasi yang penuh keleluasaan itu justru terbangun disfungsi Presiden?’.

Selanjutnya, di akhir tulisannya itu, Eep mengutarakan tentang harapannya, ‘Saya gundah karena jika cara kerja ini dilanjutkan, boleh jadi kita sedang menabur banyak angin untuk akhirnya harus menuai badai. Tentu saja, sebagai warga negara, saya berharap kegundahan dan kekhawatiran itu bertepuk sebelah tangan ‘.

Berkaitan dengan semua hal tersebut diatas itu, maka selain pertanyaan bahwa ’Adakah diantara rekomendasinya Tim Delapan yang mendorong Presiden SBY untuk melakukan kebijakan yang berada diluar wewenangnya sebagai Presiden Republik Indonesia yang berdasarkan konstitusi merupakan Kepala Negara merangkap Kepala Pemerintahan ?’, juga menimbulkan pertanyaan yang lainnya yaitu Apakah Presiden memang tak mempunyai wewenang apapun berkait dengan kasus kisruh KPK versus Kepolisian dan Kejaksaan ini ?’.

Atau, jangan-jangan apa yang Eep sampaikan perihal adanya gejala Disfungsi Presiden, serta harapan dan kekhawatiran Eep yang akan bertepuk sebelah tangan itu, memang sesuatu yang sedang terjadi dan akan terus terjadi ?.

Wallahulambishshawab.

*

Catatan Kaki :

Artikel berjudul Disfungsi Presiden’ yang ditulis oleh Eep Saefulloh Fatah dapat dibaca dengan mengklik di sini.

*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun