Mohon tunggu...
Atos
Atos Mohon Tunggu... Mahasiswa - never stop learning

mengudar rasa.. merangkai kata.. melepas tawa.. bebaskan jiwa.. bernafas lega.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pekan Suci – Pekan Paradoks, Lambang Iman (Bagian 4)

25 April 2011   15:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:24 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baca dulu pengantar dari Atos ini:

Tulisan berikut ini bukanlah karya saya (Atos).  Ini adalah permenungan seorang sahabat. Dia mengirimkannya pada saya. Dan atas seizinnya, saya mempublikasikan tulisan ini melalui kompasiana. Kalau dilihat dari judulnya, barangkali sedikit kadaluarsa, karena memang pekan suci sudah lewat. Namun, jika mau membaca dan mencermati isinya, tulisan berikut senantiasa up to date. Selamat menikmati.

Dan ini pengantar dari penulis:

Tulisan ini merupakan permenungan pribadi. Meskipun dalam tulisan ini saya banyak menggunakan kata “Gereja menyampaikan...”, namun hal tersebut merupakan apa yang saya hayati dari apa yang Gereja tampilkan dalam serangkaian liturgi di pekan suci.

Saya berterimakasih kepada sahabat saya, yang telah menginspirasi saya bahwa pekan suci merupakan rangkaian yang saling berkaitan. Terutama saya berterimakasih kepada Yesus, yang melalui Roh-Nya, saya imani telah mengijinkan saya untuk menghayati apa yang Ia alami, yang saya tuangkan melalui tulisan ini.

Tulisan ini secara khusus saya persembahkan untuk rekan-rekan seiman agar bersama-sama dapat menghayati misteri paskah dengan lebih mendalam dan membawanya pada peristiwa hidup keseharian.

Tulisan ini juga saya persembahkan untuk teman-teman yang tidak seiman, untuk boleh ikut ‘mencicipi’ apa yang kami rayakan selama paskah. Dalam hal ini, saya tidak bermaksud untuk memaksakan ajaran agama saya, karena saya yakin, iman merupakan milik pribadi yang tidak dapat dipaksakan. Namun, alangkah baiknya jika saya diperkenankan untuk membagikan kebahagiaan yang saya rayakan selama paskah ini.

Salam Paskah,

(Angeline Virginia Kartika)

.

.

Dan ini permenungannya: :) ~selamat menikmati~

Ini merupakan permenungan pribadi saya tentang pekan suci. Setelah merenungkan peristiwa-peristiwa pekan suci secara keseluruhan, saya mengambil tema “paradoks” dalam permenungan tahun ini. Selama peristiwa di pekan suci, “paradoks” merupakan nuansa yang Yesus angkat dalam setiap tindakan-tindakanNya. Yesus hendak menjungkir-balikkan apa yang manusia pikirkan.



Sabtu Suci – dari gelap menjadi terang, dari kematian lahir kehidupan, dari yang berdosa, diangkat kembali pada hadirat Tuhan.

Sabtu Suci merupakan satu-satunya perayaan selama pekan suci yang tidak lagi menampilkan Yesus sebagai tokoh utama. Pada perayaan ini, Gereja menampilkan buah dari perbuatan-perbuatan Yesus, yaitu keselamatan. Inilah yang disimbolkan dengan upacara lilin paskah dan pesta pembabtisan.

Keselamatan ini ditampilkan Gereja dengan cara mengingatkan kembali kepada kita sejarah keselamatan dari awal penciptaan hingga Kristus bangkit. Pada bacaan pertama, Gereja mengingatkan pada kita bahwa bumi dan seisinya diciptakan Allah sempurna adanya. Manusia, sebagai ciptaan yang terakhir, merupakan mahluk yang paling spesial karena diciptakan serupa dengan Gambar Allah. Saat itu, hubungan manusia dengan Allah sangatlah akrab. Manusia dapat langsung berkomunikasi dengan Allah tanpa perantara apa pun. Namun hubungan ini terputus sejak Adam dan Hawa berbuat dosa.

Di tengah situasi keberdosaan ini, Allah tetap menyertai manusia. Allah mengutus orang-orang tertentu, yaitu para nabi-Nya, yang dapat langsung berkomunikasi dengan-Nya dan menyampaikan pesan-pesanNya kepada jemaatNya. Peristiwa ini Gereja tampilkan dalam bacaan ketiga, melalui cerita pembebasan Bangsa Israel dari penjajahan Mesir. Allah mengutus Musa untuk membawa bangsa Israel keluar dari tanah Mesir. Melalui Musa, Allah juga membinasakan orang-orang Mesir dengan cara menenggelamkanya di Laut Merah. Inilah hari raya Paskah bagi orang Israel, hari raya peringatan pembebasan mereka dari penjajahan Mesir.

Namun, Paskah Israel ini belumlah Paskah yang seutuhnya. Meski telah bebas dari penjajahan bangsa lain, mereka belum terbebas dari penjajahan dosa. Selama perjalanan menuju tanah perjanjian, bangsa Israel sering kali jatuh ke dalam dosa. Mereka bersungut-sungut kepada Allah dan mulai menciptakan allah-allah lain. Hubungan antara manusia dengan Allah belumlah terpulihkan. Manusia memerlukan seorang nabi untuk dapat berkomunikasi dengan Allah. Hal ini masih berlangsung saat Yesus hidup. Pada jaman itu, hanya imam kepala yang boleh masuk ke dalam bagian Maha Kudus dalam Bait Allah untuk mempersembahkan korban. Bagian Maha Kudus dengan bagian lain dalam Bait Allah dipisahkan oleh tirai.

Situasi ini berubah ketika Yesus wafat. Tirai Bait Allah terbelah menjadi dua yang melambangkan bahwa semua orang diperbolehkan untuk berkomunikasi dengan Allah. Meski manusia tetap dalam kegelapan karena dosa, melalui kematian dan kebangkitan Yesus, Allah memberikan cahaya kepada setiap orang. Cahaya ini merupakan cahaya penuntun menuju keselamatan. Cahaya ini tidak akan pernah pudar. Cahaya ini merupakan Kristus yang telah bangkit. Inilah yang Gereja rayakan melalui Upacara Cahaya, yaitu ritual pemberkatan api, pemberkatan lilin paskah hingga pujian paskah.

Terbelahnya tirai ini juga melambangkan bahwa Allah mengundang setiap manusia yang berdosa untuk kembali masuk ke hadiratNya. Gereja menyadari undangan ini. Oleh karena itu, dalam perayaan Sabtu Suci, Gereja menyampaikan undangan tersebut kepada seluruh umat dengan cara melakukan Liturgi Pembabtisan. Liturgi ini tidak hanya ditujukan kepada mereka yang belum dibabtis, dengan cara mengadakan pembabtisan, namun juga ditujukan kepada seluruh umat yang sudah dibabtis, dengan cara pembaharuan janji babtis. Melalui liturgi ini, kita diingatkan kembali, bahwa Rahmat Pembabtisan merupakan Anugrah Allah kepada kita yang berdosa untuk boleh kembali bersekutu dengan Allah. Anugrah inilah yang disebut dengan keselamatan.

Keselamatan manusia dari dosa merupakan buah dari Paskah (sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus). Seperti halnya Paskah merupakan serangkaian tindakan-tindakan Yesus yang sangat paradok (bertolak-belakang) dengan pandangan dunia, begitu juga buah dari Paskah merupakan hal yang sangat paradok. Manusia berdosa, yang seharusnya tidak boleh secara langsung berkomunikasi dengan Allah, kini diberikan anugrah untuk itu. Manusia, yang karena keberdosaannya, seharusnya tidak dapat melihat kemuliaan dan cinta Allah, kini dapat melihat kemuliaan tersebut melalui Pribadi Yesus yang penuh cinta.

Melihat betapa berharganya rahmat keselamatan yang Allah berikan ini, apakah yang akan kita perbuat? Apakah kita akan menyia-nyiakannya dengan cara malas datang ke gereja karena berbagai alasan dan tetap melakukan dosa dalam berbagai bentuk seperti mendendam, memusuhi, melakukan kecurangan, mencuri milik orang lain, dan sebagainya? Ataukah kita berjuang untuk meneladan Yesus yang menjadi terang di tengah kegelapan dosa? Tetap mencinta di tengah kebencian, tetap merangkul orang yang berdosa, menjadi pengharapan di tengah keputus-asaan, menjadi penghibur di tengah kedukaan?

(bersambung ke bagian 5)

Pekan Suci – Pekan Paradoks, Lambang Iman (Bagian 1)

Pekan Suci – Pekan Paradoks, Lambang Iman (Bagian 2)

Pekan Suci – Pekan Paradoks, Lambang Iman (Bagian 3)

Pekan Suci – Pekan Paradoks, Lambang Iman (Bagian 5)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun