Mohon tunggu...
bocah larangan 2
bocah larangan 2 Mohon Tunggu... -

upaya kecil untuk menghidupkan budaya walaupun dengan lentera yang redup

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Novel (KILAR)

17 Agustus 2010   22:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:56 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tembang Jalang

“Peli… busiiik, peli… busiiik, peli…busiiik, sik sik sik…!!! Di siang yang terik itu kawanan burung tlimbukan menceracau seperti kebiasaanya. Berjingkat-jingkat diantara cabang dan ranting pohon. Dengan tubuhnya yang ringan dan lincah berpindah dari satu ranting keranting yang lainya. Dari satu pohon kepohon yang lainya. Setelah menghempaskan ranting pohon duri liar, ia hinggap pada ranting pohon sengon. Lalu kembali menceracau dengan ceracau yang semakin mengharu biru. Tentu saja itulah cara berkomunikasi kawanan mahluk kecil yang terkadang eksistensinya tak diperhitungkan oleh mahluk ageng (manusia), hanya menjadi hiburan sesaat ketika manusia sedang terjerang gundah gulana, akan dilupkan begitu saja ketika manusia sedang bersuka cita karena sesosok unggas yang lebih besar. Bukan spesies unggas bersayap, hanya lebih mirip dengan burung pemakan bangkai, mungkin juga mirip dengan burung hantu. Dilain waktu cenderung mirip kuda, mirip kambing, lebih mirip lagi dengan mainan anak-anak ? kuda troya? atau kuda-kudaan yang lain. Jika sekarang kuda troya sering dijadikan tungganganpara politikus dalam meraih tujuan politiknya, tapi kuda yang satu ini tunggangan kegemaran kaum patriarki. Tak jauh berbeda spesies yang satu inidengan kawanan burung tlimbukan. Karena sering juga dicampakan seperti sepah yang hanya dicecap manisnya. Seperti susu kopek, lepek, yang enggan disentuh lagi karena tak menggairahkan. Seperti daun salam pada nasi uduk yang hanya menjadi pelengkap rasa, dan dibuang saat yang lain merasakan nikmat habitatnya. Kerap takberdaya lantaran poligami halal, Menekan rasa tak setuju dan cemburu karena ancaman dosa. Rasa itulah yang sering juga tak diperhitungkan oleh monster lanang.

Ketika kawanan burung tlimbukan sedang berkomunikasi dengan ceracaunya, sekelompok, kawanan anak manusia yang sedang mencari kayu bakar dihutan pete cina, pohon sejenis lamtoro,  Karang bale, Sulan salah satu kawanan anak manusia para pencari kayu bakar, merasakan ada sesuatu yang aneh, lama-lama merasakan ada ketidakadilan. Karena gara-gara ceracau burung tlimbukan itu,dirinya menjadi pesakitan, menjadi perolokan teman-temanya.

“Ha ha ha ha ha…!!! Mendengar ceracau burung tlimbukan itu ketiga teman sulan tergelak geli, karena ceracau burung itu mengingatkan kepada salah satu temanya “Sulan” tentu saja karena kebusikan sulan. Sulan, anak busik itu memang kerap menjadi bahan perolokan teman-temanya. tubuhnya yang busik (dekil) mengingatkan kepada habitat anak-anak udik dusun Karang anyar. Karang anyar adalah nama sebuah desa diwilayah kecamatan Larangan-kabupaten Brebes. karena kebusikan Sulan yang lebih menonjol dari anak-anak yang lainya,sehingga kerap menjadi bahan perolokan teman sebayanya.

Sebenarnya bukan hanya Sulan, tetapi hampir seluruh anak-anak dusun karang anyar mempunyai tubuh yang busik. kebiasaan mereka yang suka mandi di ploen (saluran pembuangan air dari perbukitan, tegalan, saat musim penghujan, keberadaanya seperti kali kecil) seperti kebiasaan Sulan dan ketiga teman-temanya yang siang itu sedang bersama-sama mencari kayu bakar dihutan pete cina Karang bale. Karang bale adalah nama sebuah dusun tetangga dusun Karang anyar, yang keberadaanya masih satu wilayah dikecamatan Larangan, dengan area perbukitan yang luas dan banyak ditumuhi hutan pete cina milik penduduk dusun Karang bale, kabiasaan mandi diploen sebenarnya tak membersihkan tubuh. tapi justru menambah tumpukan daki karena larutan lumpur perbukitan yang menyatu dengan air ploen itu, sehingga menyebabkan air menjadi keruh berwarna kuning lumpur, mengakibatkan kulit anak-anak udik itu menjadi bersisik, busik, dekil. jika sedikit saja digaruk maka akan meninggalkan jejak gambar cakar macan ditubuhnya. jika semakin digaruk maka peta abstrak kabupaten Brebes membentang ditubuhnya. unik nian bukan?

(Next: lanjutan 1-Novel (KILAR)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun