Mohon tunggu...
bocah larangan
bocah larangan Mohon Tunggu... -

BUKAN PENDAHULUAN Karena NOL yang biasa digunakan untuk Mengawali hitungan sudah diambil oleh si PANDAI Kini jatah-ku, dan Anda, adalah SATU Itu-pun bila Anda mau mengambil dan menyimpan-nya Bila tidak aku kan tetap sabar menunggu mereka yang mau menggantikan Anda. Sebagai orang yang kalah pandai Hanya bisa berharap bahwa pada akhir segala sesuatu Aku dan sahabat baru, Akan dibagi NOL Oleh si PANDAI Bukan sebagai PENDAHULAN Melainkan sebagai AWAL sampai AKHIR vilayat_1khan@ymail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hidup didunia, hidup bohong-bohongan

9 Agustus 2010   09:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:11 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Diatas disebutkan proses hidup, lho! Kok proses hidup, bukankah didalam Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa hidup itu adalah ujian?, cara Tuhan untuk mengetahui, siapa yang lebih baik amal ibadahnya (shaleh), kalau dikatakan proses hidup berarti kita belum hidup dong?, karena masih berproses untuk hidup, padahal kita dapat bergerak, beraktifitas bukankah ini namanya hidup?.

Eh nanti dulu, jangan marah dulu, kalau ente ngomongin Qur’an, Mr black juga sedikit-sedikit tau Qur’an, karena semua yang Mr black nyatakan disini sumbernya dari Qur,an juga, bukan dari hawa nafsu black sendiri. Mari kita sama-sama merujuk firman Tuhan.

QS 57:20 ……wamal hayaatuddunyaa ila mataa’ul ghuruur.

Dalam ayat ini jelas diterangkan bahwa kehidupan dan kesenangan didunia adalah palsu.

QS 29:64 Dan tiadalah kehidupan dunia ini, melainkan hanya senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya dinegri ahirat itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui.

Jadi jelaslah sudah. apa yang menjadi dasar bahwa kehidupan dunia ini hanyalah kesenagan yang menipu, palsu, (jawa, palson) main-main, bohong-bohongan, berarti bukan yang sebenarnya hidup, karena dalam ayat berikutnya jelas diterangkan dinegri ahiratlah hidup yang sesungguhnya. Jadi kalau hidup yang kita rasakan sekarang tampak nyata, sesungguhnya adalah tipuan, fatamorgana, semuanya bersifat sementara, fana, batasnya adalah umur kita, selama nafas masih mampir pada jasad kita, selama itu pula kita merasakan permainan ini, tapi kalu nafas sudah meninggalkan tubuh kita, habislah permainan, tutup buku, mati. Dan mati inilah sebenarnya gerbang untuk memasuki kehidupan yang sesungguhnya. Bahasa Qur’annya memasuki kehidupan dinegri ahirat. Diakhiratlah kita akan menjalani kehidupan yang haqiqi, hidup yang tak mengenal mati. Tanpa sangkar dunia (jasad dan segala atribut dunia lainya). Mari kita perhatikan Firman Allah. Sebagai bukti bahwa hidup sebenarnya tidak mengenal kematian. 3:169-170. dan janganlah sekali-kali kamu mengira bahwa orang yang gugur dijalan Allah itu mati; sebenarnya mereka itu hidup, disisi Tuhanya mendapat rejeki.> mereka bergembira dengan karunia yang diberikan Allah padanya, dan bergirang hati terhadap orang-orang yang masih dibelakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. Lha, terus yang terbujur kaku dan dikubur itu apa? Nah itulah yang dikatakan atribut dunia (sangkar/jasad) yang memang sudah harus dilepaskan. Sama seperti sepeda yang kamu miliki. Motor mobil. Anak istri. Rumah dan harta yang lainya. Barang-barang itu tidak bisa menemani saat sang hidup (ruh) harus kembali menghadap sang maha hidup (Allah). Atribut itu juga yang selama ini memenjarakan hidup kita di dunia pengakuan (ego). Lho kok begitu? Lha iya. Memang selama ini kita hanya ngaku-ngaku saja kok. Sepeda ini miliku. Motor. Mobil. rumah, tubuh ini miliku, semuanya miliku. Ini dan itu miliku. Padahal ketika kita mati barang-barang itu satu-pun tidak ada yang bisa dibawa. Karena sesungguhnya sang hidup (ruh) tidak membutuhkan kepemilikan barang-barang itu. Tapi-kan selama kita hidup di dunia memang membutuhkan itu semua? Maka dari itu karena sebatas kebutuhan jangan sampai semuanya itu malah menjebak kita untuk berbuat yang nista dihadapan Allah. Orang yang kikir. Medit. Pelit. Tamak. Rakus bin serakah. Menghalalkan segala cara dalam mendapatkanya. termasuk orang yang terjebak didalamnya. Untuk bisa keluar dari jebakan itu kita harus senantiasa eling dan waspada (sadar diri) bahwa itu semua hanya barang titipan. Apa kita tidak boleh memelihara dan menyayangi semua itu? Memelihara adalah bentuk tanggung jawab terhadap titipan Allah. Karena pada akhirnya nanti akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Tuhan. Tapi rasa sayang yang didasari sifat kikir itu yang tidak boleh. Justru dengan itu semua kesempatan kita untuk mendulang amal shaleh. Nah, amal shaleh itulah yang nantinya bisa kita bawa saat ruh kita menghadapNya sebagai jaminan perbuatan hidup didunia. Saya pikir untuk menjelaskan hal ini tidak perlu mencantumkan dalil Qur’an-nya karena mayoritas umat muslim sudah terbiasa mendengar dari ustad dan para penceramah agama.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun