Bagi sebagian orang yang tahu atau hapal dengan lirik  "Bang Thoyib" pasti beranggapan bahwa Bang Thoyib merupakan sosok yang kurang ajar dan tidak tahu malu. Lagu yang didendangkan oleh pedangdut Ade Irma ini menggambarkan sosok Bang Thoyib yang tidak pulang-pulang ke rumah, padahal istri dan anaknya menunggu beliau di rumah tanpa ada kepastian. Dari lirik-lirik yang syahdu nan merdu itulah, pendengar pasti langsung menyimpulkan, "Ah kurang ajar sekali Bang Thoyib ini, sudah berkeluarga, tapi tidak ingat anak dan istri."
Meskipun Bang Thoyib dikonotasikan dengan sosok yang kurang ajar, bukan tidak mungkin ada hal yang dapat dipelajari dari sosok fenomenal ini. Dunia ini tidaklah adil apabila kita hanya melihat segala sesuatu dari satu sisi saja. Ibarat dua sisi mata uang, Bunga Melati di koin Gopek-an tidak akan berarti apabila tidak ada sang Burung Garuda berpose anggun di belakangnya. Lagipula kesimpulan yang baik tidak  dapat diambil dari sudut pandang satu sisi saja bukan?
Kembali ke topik, penikmat dangdut pasti hapal sekali di luar kepala, penggal lirik mana yang paling pas menggambarkan sosok Bang Thoyib ini.
Tiga kali puasa
Tiga kali lebaran
Abang tak pulang pulang
Sepucuk surat tak datang
Yap tepat sekali, penggal lirik ini menjadi salah satu penggal lagu "Bang Thoyib" yang menggambarkan kekurangajaran dan ketidak-tahumaluan Bang Thoyib dengan keluarganya. Pada tiga baris lirik di atas, Bang Thoyib digambarkan bahwa beliau belum pulang ke rumah selama tiga kali lebaran, tiga kali puasa. Atau apabila dihitung secara metode pengamatan bulan di langit, Bang Thoyib belum pulang selama tiga tahun. Yang menjadi pertanyaan, kenapa tidak bisa pulang selama tiga tahun atau tiga lebaran berturut-turut?
Saya, yang cenderung mengambil sudut pandang positive thinking, beranggapan bahwa Bang Thoyib ini sepertinya bekerja untuk waktu yang cukup lama dan berada di tempat yang sangat jauh. Seperti misalnya di luar negeri atau di luar angkasa. Bang Thoyib ini bukan tidak mungkin adalah TKI yang berada di luar negeri (Arab Saudi, Tiongkok, dan lain-lain) atau pegawai di kedutaan besar Indonesia yang tentunya jauh sekali. Nah, kalau kita hitung-hitungan secara duit, ongkos Bang Thoyib untuk melakukan mudik setiap lebaran pasti sangat mahal.Â
Misalnya saja Bang Thoyib adalah seorang TKI di Zimbabwe. Harga tiket pesawat dari Zimbabwe ke Jakarta mencapai puluhan juta rupiah. Nah, pengeluaran Bang Thoyib dari tiket ini pun belum termasuk pengeluaran-pengeluaran lain. Ya kali bos jauh-jauh dari Zimbabwe gak bawa oleh-oleh. Nah budaya orang Indonesia yang apabila melakukan mudik harus membeli oleh-oleh ini juga menambah pengeluaran Bang Thoyib. THR dari Pak Bos pun bukan tidak mungkin habis untuk membeli oleh-oleh. Dari kasus ini, kegiatan mudik tentu saja akan sangat menghabiskan tabungan Bang Thoyib sehingga pilihan untuk melakukan mudik justru akan menjadi sangat membebani Bang Thoyib nantinya.
"Ah itu kan kalau Bang Thoyib-nya kerja di luar negeri. Kalau di Indonesia gimana?"