*Ini adalah bagian kedua dari cerita perjalanan saya '100 hari ke 10 Negara'*
Pesawat Oman Air yang saya tumpangi dari Mumbai mendarat di Istanbul jam 8 malam, setelah transit 2 jam di Muscat. Saya sudah apply e-visa Turkey saat masih di tanah air. Jadi pas di counter imigrasi saya hanya perlihatkan screenshot visa di layar HP.Â
Gak sampai 2 menit officer langsung mencap paspor dan mempersilahkan lanjut (setelah antri 10-an menit untuk mendapat giliran). E-Visa memang lebih ringkas dan simple dibanding Visa on Arrival.
Tidak mau keribetan di India terulang gara-gara gak ada quota internet, setelah menukar uang saya langsung mencari gerai penjualan sim card. Dengan membayar 200 TL dapat kartu perdana dan quota internet 8GB untuk sebulan. Mahal banget ya... hampir 500 ribu Rupiah!
Selanjutnya saya cari tahu bagaimana caranya dari bandara ke pusat kota. Maklum saja lokasinya lebih jauh dari airport lama. Istanbul Airport baru beberapa minggu dioperasikan. Semua masih kinclong, sangat luas dan megah, katanya siap menjadi salah satu airport terbesar di dunia. Akhirnya saya pilih naik bus, setelah membeli Istanbul card terlebih dahulu.Â
Kartu tersebut diperlukan jika ingin menggunakan transportasi publik seperti bus, metro atau tram di dalam kota Istanbul. 40 menit perjalanan menuju pusat kota, disambung naik Uber ke rumah teman di area Zeytinburnu.
Saya keliling Turki hampir sebulan penuh. Total rute yang ditempuh lebih dari 3.500 KM. Dari Istanbul saya ke Nevsehir (Goreme/Cappadocia), terus ke wilayah Turki bagian Timur yang sudah dekat ke perbatasan Suriah; Adiyaman, Mardin, Sanliurfa. Setelah itu saya lanjut ke Konya, Denizli (Pamukkale), kemudian ke Bodrum, Selcuk dan berakhir di Izmir.
Siapa sih yang gak mau ke Turki. Negara di perbatasan Asia dan Eropa ini menyimpan sejarah panjang penaklukan kekuasaan antara Barat dan Timur. Beberapa peninggalan dari jaman Romawi, Byzantium dan kekalifahan Islam masih bisa kita jumpai.Â
Gereja-gereja kuno orthodox, serta masjid-masjid megah dari periode Ottoman masih berdiri dan menjadi saksi kejayaan masa lampau. Bahkan saat di Sanliurfa saya sempat ziarah ke makam Nabi Ayyub AS, juga ke goa kelahiran Nabi Ibrahim AS.