Mohon tunggu...
Boby Hernawan
Boby Hernawan Mohon Tunggu... Diplomat - ordinary man

...sedang belajar kehidupan ...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Driving by Rules vs Driving by Feelings

23 Februari 2012   11:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:16 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pengalaman berkendaraan di negeri koala, yang notabene sistem lalu lintasnya tidak jauh berbeda dengan tanah air, memberikan kesan bahwa cara berkendara masyarakat disini adalah mendasarkan kepada peraturan lalu lintas (rules) yang berlaku. Beberapa praktek yang saya amati yang cukup berbeda dari tanah air adalah: kalau jalan untuk satu lajur ya hanya diisi satu lajur walaupun masih tersisa banyak space (budaya antri), mau belok ke kiri, lurus atau ke kanan ya harus menempatkan diri di lajur yang benar (tempatkan diri sesuai tujuan kita), dan berkendara pelan apabila ada zebra cross (menghormati pejalan kaki).

Nah, tentunya budaya berkendara seperti ini (driving by rules) adalah yang benar dan seharusnya dan meminimalisir kecelakaan. Namun menurut pengamatan saya, apabila terjadi kecelakaan lalu lintas maka tingkat kerusakan yang terjadi cukup parah, semisal mobil ringsek bagian depan ataupun sisi samping. Biasanya terjadi di perempatan jalan. Setelah melakukan analisa (asal), saya berkesimpulan bahwa inilah efek driving by rules. Kenapa? Hal ini dikarenakan mereka terlalu percaya pada rules, sehingga misalnya pada saat lampu hijau, mobil tetap akan berjalan dengan kecepatan relatif tinggi (misalnya 50-60 km per speed limit) dan sesuai dengan haknya karena lampu hijau. Kecelakaan terjadi jika ada mobil yang melanggar rules (lampu merah). Maka biasanya terjadi kecelakaan yang lumayan parah di perempatan jalan. Awalnya hal ini membuat saya heran, kenapa ya kerusakan yang ditimbulkan cukup parah padahal di perempatan jalan yang relatif ramai dan di tengah kota. Ternyata karena efek driving by rules tadi. Mereka percaya rules, mereka berkendara sesuai haknya, dan banyak mengabaikan feeling dalam berkendara. Alhasil lumayan parah apabila terjadi kecelakaan.

Bandingkan dengan di tanah air, semisal kota Jakarta. Jalanan selalu penuh dan macet sehingga tidak lagi memungkinkan untuk menjalankan kendaraan sesuai aturan, apalagi bisa berkecepatan lumayan. Sesama pengguna jalan akan saling berebut mengisi ruang kosong yang ada untuk maju mencapai tujuan atau mendapatkan arah yang dituju. Lampu lalu lintas sering hanya menjadi pajangan, kecuali ada petugas yang mengawasi. Kondisi ini menstimulasi pengendara untuk berkendara berasaskan prinsip kehatian-hatian dan feeling, makanya saya sebut driving by feelings. Melintasi lampu merah, pengendara akan berhati-hati apakah ada mobil lain yang juga melaju dan apakah ada pengawas lalu lintas. Saling berdempetan, ya harus hati-hati supaya tidak bergesekan. Segala cara untuk mengatasi keruwetan lalu lintas adalah boleh asalkan saling hati-hati. Inilah driving by feelings. Nah akibat kebiasaan driving by feelings ini, coba kalau diperhatikan, bagaimana rupa kecelakaan yang biasanya terjadi? Paling hanya serempetan, baret, lecet, tidak sampai ringsek. Paling kalau agak parah sedikit bumper lepas ataupun ringsek dikit. Jika prinsip driving by feelings ini dilanggar oleh para pengendara , semisal bertindak ceroboh melalui kebut-kebutan, pasti juga akan terjadi kecelakaan fatal, misalnya nyemplung kali ancol.

Nah, berdasarkan uraian di atas, manakah yang akan kita pilih, driving by rules atau driving by feelings??

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun