Habis jadi menteri, karir Harmoko makin melejit: Ketua MPR. Sebagai lembaga tertinggi negara, bukan main luar biasa jabatan tersebut. Rasanya, semua elit pada waktu itu hanya berani memimpikan kursi Ketua MPR sebagai puncak prestasi, mengingat menyinggung suksesi presiden hanya akan menjadi tindakan bunuh diri politik. Tapi siapa sangka, jika kemudian si anak emas orde baru itu memilih menyerukan induk semang (Soeharto) tempat dia menyusu agar mengundurkan diri persis ketika dia berada di puncak pencapian (Ketua MPR). Terlepas kemungkinan pilihan itu semata-mata hasil penerawangan politik (baca: kalkulasi politik) seorang Harmoko, sejarah pada akhirnya terlanjur mencatat namanya sebagai pejabat yang pro common sense, jika menyinggung peristiwa Mei 1998.
Apakah para Ketua BEM yang pintar-pintar itu, walau terlalu pagi sudah pandai meniru-niru cakap Harmoko, sanggup bermanuver macam Harmoko sebentar lagi? Semoga!
Tebing Tinggi 24 Mei 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H