Baru-baru ini Kementerian Luar Negeri sedang sibuk mengurus pemulangan 60 Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang sebelumnya disekap oleh perusahaan investasi palsu di lokasi Phum 1, Preah Sihanoukville Kamboja. Para PMI disekap karena tidak memenuhi target transaksi sebesar Rp 2 juta sampai 20 juta perhari.
Menurut Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemenlu Judha Nugraha, mereka korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Mereka direkrut dan ditempatkan secara ilegal ke Kamboja oleh orang perseorangan (bukan perusahaan).Â
Mereka dibujuk dengan iming-iming gaji sebesar $ 1000-1500 atau setara dengan Rp 14-21 juta. Sesampai di Kamboja, iming-iming itu dusta belaka, bahkan ada yang tidak digaji, sementara makan minum ditanggung sendiri.
Mirisnya jumlah korban terus meningkat, dari laporan awal sebanyak 53 orang menjadi 129 orang. Pada tahun 2021 korbannya sebanyak 119 orang. Kemudian pada periode Januari-Juli 2022 jumlah korbannya meningkat pesar hingga mencapai 298 orang. Â
Masih kata Judha Nugraha, dalam proses perekrutan calon PMI, jaringan perekrut itu menipu lewat penawaran lowongan kerja luar negeri dengan menggunakan media sosial Facebook. Karena massifnya penipuan melalui media sosial itu, dia ingin agar aparat penegak hukum dapat memblokir akun-akun penipu itu.Â
Jaringan mafia begitu gencar dan agresif melakukan penipuan  melalui media sosial. Mereka memanfaatkan media sosial untuk menjerat calon korbannya. Mereka memanfaatkan kelemahan pemerintah yang kurang becus dalam penyediaan informasi lowongan kerja secara online.Â
Jikapun ada cara menyajikannya tidak menarik. Aplikasi yang dikembangkan tidak terkenal dan cara penggunaannya kurang bersahabat bagi pengguna android. Walhasil jaringan mafia mengeruk uang banyak dari korbannya. Menurut data Serikat Buruh Migran Indonesia tahun 2020, kerugian korban perorangnya sebesar Rp 20-60 juta.
Pertanyaanya, bagaimana Undang Undang Nomor 18 tahun 2017 Tentang Pelindungan PMI dalam mengatur penyediaan informasi lowongan kerja?
Pasal 6 mengatur salah satu hak PMI adalah hak untuk mendapatkan informasi. Disebutkan informasi itu meliputi pasar kerja atau lowongan kerja luar negeri, tata cara penempatan, dan kondisi kerja di luar negeri.
Lalu, Pada pasal 8 angka 3, mengatur bahwa pemberian informasi merupakan bagian dari pelindungan teknis sebelum bekerja.