Pembayaran upah ABK (Awak Kapal) Perikanan Migran itu sangat berbeda dengan pembayaran upah buruh pada umumnya. Umumnya pemberi kerja itu langsung bayar kepada buruhnya. Pembayarannya juga tiap bulan sekali. Cara bayarnya ada yang melalui transfer, dan ada juga yang dibayar secara tunai (kes).
Pembayaran upah Awak Kapal Perikanan Migran (AKPM) tidak seperti itu. Tetapi melalui sistem delegasi. Apa itu sistem delegasi?
Yaitu pembayaran upah melalui Agen Penyalur. Jadi praktiknya, perusahaan Pemberi Kerja membayar gaji AKPM melalui Perusahaan Agen Penyalur (Manning Agen), lalu kemudian Agen Penyalur mentransfer kepada AKPM atau keluarganya. Â Pembayarannya juga tidak setiap bulan sekali, tetapi setiap tiga bulan sekali. Pembayaran seperti ini sangat berdampak bagi AKPM. Terlebih AKPM Â yang sudah berkeluarga. Anak isterinya tidak ternafkahi.
Apa akibat dari sistem pembayaran delegasi?
Pertama, sistem ini rawan dengan praktik penggelapan. Berdasarkan data Serikat Buruh Migran Indonesia, dari 634 kasus AKPM yang ditangani, semuanya tekait dengan penggelapan gaji. Jadi pada saat AKPM pulang ke Indonesia karena finish kontrak atau difinishkan, mereka terpaksa harus mendatangi Agen Penyalurnya terlebih dahulu untuk mencairkan gajinya.
Persoalannya, ketika mendatangi Agen Penyalur, mereka tidak langsung menerima upahnya. Mereka harus menunggu berbulan-bulan lagi untuk mendapatkan upahnya. Alasan Agen Penyalur, hal itu karena belum ditransfer dari perusahaan kapal ikan berbendera asing yang menjadi mitranya itu. Benarkah? Apakah alasan seperti itu dapat diterima? Apah itu hanya akal-akalan saja untuk menggelapkan upah para AKPM selama bertahun-tahun itu?
Kedua, sistem ini menambah pekerjaan baru yang menjengkelkan. Selain itu juga menguras kesabaran semua AKPM. Baik yang masih sendiri maupun yang sudah berkeluarga. Yang paling menyebalkan itu AKPM yang sudah berkeluarga dan berasal dari luar pulau Jawa.
Jadi, para AKPM yang seharusnya langsung pulang kepada keluarganya di kampung halaman, mau tidak mau harus mendatangi Perusahaan Agen Penyalur yang kebanyakan beroperasi di Pemalang, Tegal, Brebes, Bekasi dan Jakarta. Setelah itu menunggu transferan. Akhirnya kan dilema bagi mereka, mau segera pulang tetapi tidak bawa uang, mau menunggu tetapi tanpa kepastian. Ini sangat tidak manusiawi banget. Parahnya lagi, ketika didatangi, ada yang kantornya sudah tutup. Terus nyarinya kemana? Ya Allah Ya Tuhan, kok tega banget. Itulah makanya, Gubernur dan Bupati harus memerintahkan SKPD untuk mendata dan mengaudit Agen Penyalur di daerahnya. Jika tidak kalian kecipratan dosanya. Cipratan dosa itu akan menjadi batu sandung pada pemilihan berikutnya.
Apa solusinya?
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran, Agen penyalur itu harus mendapatkan izin yang bernama Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI). Hal ini diatur di pasal 8 angka 1 sampai 5 PP tersebut. Intinya untuk mendapatkan SIP3MI harus memiliki SIP3MI salah satu syaratnya menyetor uang sebesar Rp 1,5 miliar yang sewaktu-waktu dapat dicairkan sebagai jaminan untuk memenuhi kewajiban pelindungan terhadap AKPM.