Mohon tunggu...
Bobi Anwar Maarif
Bobi Anwar Maarif Mohon Tunggu... Buruh - Sekjen Serikat Buruh Migran Indonesia

Sekjen Serikat Buruh Migran Indonesia, masa bakti 2019-2024. Asal Kabupaten Karawang. Sekretariat : Jl Pengadegan Utara I No 1A RT 08/06 Pancoran Jakarta Selatan Email: bobi@sbmi.or.id I Phone: 0852 8300 6797

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tahun 2016 dan Harapan Buruh Migran

30 Desember 2015   02:04 Diperbarui: 30 Desember 2015   02:24 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Kami berkomitmen menginisiasi pembuatan peraturan perundang-undangan dan langkah-langkah perlindungan bagi semua pekerja rumah tangga, yang bekerja di dalam dan luar negeri, memberikan perlindungan bagi pekerja/buruh migran melalui: ………………………………, harmonisasi konvensi internasional 1990 tentang perlindungan hak-hak buruh migran dan anggota keluarganya ke dalam seluruh kebijakan terkait migrasi tenaga kerja.” (visi misi Jokowi JK, halaman 23).

Tanggal 12 April 2012 Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Konvensi PBB tahun 1990 tentang Perlindungan Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya, menjadi UU No 6 Tahun 2012.

Progres ini seharusnya diikuti dengan harmonisasi kebijakan perlindungan buruh migran, terlebih DPR telah menetapkan Revisi UU No 39 Tahun 2004, masuk dalam Program Legislasi Nasional (prolegnas) ditahun 2015.

Inisiasi DPR itu seharusnya disambut baik oleh pemerintah Jokowi-JK dengan memasukkan gagasan visi-misinya yang dinilai baik dalam hal perlindungan buruh migran.

Semoga Pemerintah Jokowi-JK komitmen dengan janjinya pada saat pilpres 2014 lalu. Lihatlah data Kementerian Luar Negeri menunjukkan dari tahun 2011 hingga Oktober 2015, terjadi kenaikan kasus perdagangan manusia disektor buruh migran. Dalam tiga tahun terakhir rata-rata kenaikan kasus sebanyak 52,5%. Data Serikat Buruh Migran (SBMI) juga mencatat dari 321 kasus yang ditangani, rata-rata satu buruh migran mengalami lebih dari satu pelanggaran hak. Solidaritas Perempuan dalam melakukan pengorganisasian dan penanganan kasus kekerasan terhadap buruh migran perempuan juga menunjukkan kerentanan perempuan buruh migran terhadap trafficking.

[caption caption="Peringatan hari buruh migran pada tanggal 18 Desember 2015"][/caption]

 

Permasalahan buruh migran terjadi mulai dari proses perekrutan dan masa kerja dan pulang ke daerah asal. Permasalahan ini muncul karena kebijakan yang ada tidak cukup melindungi. Proses penempatan diserahkan sebesar-besarnya kepada PJTKI-Agency di luar negeri, kebijakan ini berdampak pada beberapa hal, yaitu :

  1. Maraknya praktik percaloan karena pasal 21 UU No 39/2004 tidak tegas dalam mewajibkan pembentukan kantor cabang.
  2. Maraknya praktik pemalsuan dokumen, seperti menuakan umur, memalsukan KTP, KK, Akta Kelahiran, pemalsuan tandatangan dalam Perjanjian Penempatan, Perjanjian Kerja dan Surat Utang
  3. Membengkaknya biaya penempatan untuk membayar fee calo.
  4. Adanya pengalihan komponen biaya yang seharusnya dinikmati calon buruh migran untuk pelatihan peningkatan keterampilan dan bahasa serta membeli alat peraga, dialihkan kepada para calo.
  5. Pelatihan yang diserahkan kepada PJTKI pada akhirnya hanya sekedar formalitas, yang penting dapat sertifikat untuk memenuhi sarat penempatan, bukan pada peningkatan keterampilan dan kecakapan dalam berbahasa.
  6. Tempat pelatihan yang jauh dari kampung-kampung para buruh migran mengakibatkan biaya yang tinggi, rata-rata mencapai 6 jutaan, biaya ini dibebankan kepada majikan dan atau buruh migran sendiri melalui potongan gaji.
  7. Dinegara tujuan, buruh migran tidak terlindungi karena PJTKI dan Agency lebih berpihak kepada majikan, terutama di negara Timur Tengah yang seluruh biaya penempatannya ditanggung semua oleh majikan. Hal yang sama sebenarnya terjadi juga di negara-negara Asia Pacifik, meskipun separuh biaya penempatan itu ditanggung oleh buruh migran, tetap saja PJTKI dan Agency masih berihak kepada majikan.
  8. Layanan pemerintah di luar negeri, menunjukkan bahwa negara belum mau serius hadir dalam melindungi buruh migran, hal itu terlihat dari sedikitnya jumlah bilateral agreemant atau MOU, jumlah pelaksana teknis pelayanan perlindungan, dan cakupan wilayah layanan yang cukup luas mengakibatkan layanan perlindungan tidak bisa diakses secara mudah. Sementara organisasi buruh migran yang banyak membantu sesama, keberadaannya tidak diakui. 
  9. Pada banyak kasus buruh migran di Asia Pacifik seperti Singapura, Hongkong dan Taiwan, PJTKI juga tidak menjamin buruh migran yang ditempatkannya bisa bekerja hingga finish kontrak, sehingga ketika majikan memPHK dan memulangkan sebelum masa potongan gaji, berakibat pada penjemputan paksa di bandara dan diharuskan membayar biaya proses sebesar 15-20 juta. Yang terjadi kemudian malah menjerumuskan dalam pemiskinan yang lebih dalam
  10. PJTKI juga tidak pernah ditegur atau mendapat sanksi tegas dari Menteri Ketenagakerjaan dan Kepala BNP2TKI ketika lalai melaksanakan kewajibkan memantau buruh migran secara berkala 6 bulan sekali dan 3 bulan sebelum kepulangan, padahal yang membuat peraturan itu adalah Menteri Ketenagakerjaan. 
  11. Layanan perlindungan di BNP2TKI, juga diswastakan melalui tender lelang pengadaan layanan call center 24 jam. Para pekerja yang berjumlah sekitar 45 orang dari perusahaan pemenang tender inilah yang ditugaskan melindungi. Mekanisme ini memungkinkan para pemain tua mafia kasus yang sudah pensiun bisa bekerja kembali dan menjabat pada posisi strategis. Sementara karyawan lainnya yang bergaji kecil 2,7 juta, harus patungan beli air mineral sendiri, menjadikan imannya goyah ketika ada tawaran damai dari PJTKI.  Tak heran jika layanan kepada PJTKI begitu baik, disambut dengan hangat, sementara buruh migran yang menuntut keadilan malah disalah-salahkan terus. Penanganan kasuspun seperti jalanan di Jakarta, macet.
  12. Layanan perlindungan di Kementerian Ketenagakerjaan lebih parah lagi. Menteri Ketenagakerjaan memiliki kewenangan administratif misalnya mencabut ijin, mencairkan uang jaminan dalam bentuk deposito dari PJTKI, tidak memiliki layanan yang jelas, diruang lantai berapa, di meja disebelah mana, petugasnya siapa, tahapannya seperti apa, waktunya berapa lama, tidak jelas.

Semoga ditahun 2016, Pemerintahan Jokowi-JK sungguh-sungguh melaksanakan janjinya sebagaimana dituangkan dalam visi dan misinya.

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun