Karena kita sedang membahas kudeta Partai Demokrat, urusan siapa-siapa saja nama yang sempat muncul diawal-awal kasus Nazaruddin yang berasal dari lingkungan karesidenan dan lalu hilang dan digantikan Anas Urbaningrum sebaiknya tidak perlu dulu untuk dibahas.
Pendek kata, hampir selama 2 tahun Partai Demokrat dihantam bertubi badai bertubi. Efeknya, elektabilitas partai turun dan Anas Urbaningrum harus mundur, digantikan atau dihilangkan sekalian dari Partai Demokrat.
Para pendiri partai pun dipersatukan, digandeng dan lalu dibuatlah Forum Komunikasi Pendiri dan Deklarator Partai Demokrat (PD) yang pertemuannya diselenggarakan di Hotel Sahid, 13 Juni 2012, malam hari. Para pendiri dan deklarator Partai Demokrat rencananya akan membuat pernyataan politik yang akan diserahkan kepada SBY selaku Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Salah satu sikap politik yang akan diambil itu adalah menyangkut citra Partai Demokrat terkait kasus Hambalang dan Wisma Atlet. Itu rencana yang dimunculkan untuk dikonsumsi publik.
Beda dengan cerita dibelakang panggung, info yang beredar adalah adanya upaya sejumlah elit Partai Demokrat untuk menonaktifkan Ketua Umum Anas Urbaningrum. Namun upaya kudeta yang pertama itu gagal total alias gatot, karena sudah terlanjur beredar luas ke wartawan. Anas tetap menjadi Ketua Umum, hingga pada lebih kurang 7 bulan berikutnya.
Drama Pengkudetaan Anas Menggunakan Tangan KPK
Ketika SBY sedang di Jeddah, Arab Saudi, Senin, 4 Februari 2013, sekelompok elit demokrat yang berada di dalam pemerintahan SBY menelpon SBY dan menyampaikan pesan terkait kondisi elektabilitas partai. Seketika, SBY pun menggelar siaran pers dari Jeddah yang dikenal sebagai pemicu dibocorkannya draft sprindik Anas Urbaningrum ke publik.
"Saya mohon kepada KPK untuk, ya, bisa segera konklusif dan tuntas. Jika salah, ya kita terima memang salah. Kalau tidak salah, kami juga ingin tahu kalau itu tidak terlibat," kata SBY. "Termasuk Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang diperiksa dan dicitrakan secara luas di Tanah Air sebagai bersalah atau terlibat dalam korupsi ini, meskipun KPK belum menentukan hasil pemeriksaan."
Sehari sebelum jumpa pers itu, di Jakarta, elite Demokrat ribut mendapati survei Saiful Mujani Research and Consulting. Tingkat keterpilihan Demokrat tinggal 8,3 persen. Di sini terkuak jelas faksi di tubuh Demokrat. Elite partai yang berseberangan dengan Anas berharap SBY selaku pendiri dan ketua dewan pembina menyelamatkan partai. Mulai diwacanakan agar Anas mundur atau menggelar kongres luar biasa untuk melengserkan mantan Ketua Umum PB HMI tersebut. Pihak pro-Anas menyatakan tak ada celah melengserkannya.
Kembali ke Tanah Air, SBY langsung mengumpulkan para anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat dan para menteri yang berasal dari Demokrat di kediaman pribadinya, Cikeas, Bogor, Jumat malam, 8 Februari 2013.
Sementara di KPK, sejak Kamis malam mulai muncul isu, Anas segera ditetapkan jadi tersangka. Bahkan, ada media yang mengabarkan status Anas sebagai tersangka Kamis malam itu. Isu ini terus bergulir hingga Jumat dengan sumber anonim meskipun Juru Bicara KPK Johan Budi SP berkali-kali membantah.
Muncul juga berita mengejutkan soal status Anas sebagai tersangka disertai foto dokumen yang diduga surat perintah penyidikan (sprindik). Dalam dokumen tersebut ditulis nama Anas sebagai tersangka dan diparaf tiga orang pimpinan KPK. Johan menyatakan, informasi apa pun dari KPK yang tidak bersumber dari dirinya dan pimpinan atau pihak yang ditunjuk pimpinan adalah berita bohong.