Beberapa dekade belakangan, isu nuklir di  wilayah semenanjung Korea telah dianggap sebagai salah satu ancaman paling serius pada keamanan dan stabilitas Kawasan. Hingga saat ini isu nuklir Korea Utara masih menjadi ancaman yang nyata bagi negara-negara yang disekitara Kawasan Korea Utara. Melihat hal tersebut perlu adanya pengendalian terhadap penggunaan nuklir oleh Korea Utara yang dapat dimulai dengan terciptanya perjanjian terhadap pengunaan nuklir dengan Korea Utara
Konteks Historis dan Perkembangan Terkini
       Ada nya beberapa fase penting dalam upaya internasional dalam mengendalikan program nuklir di Korea Utara. Pada tahun 1994, pada kesepakatan Geneva antara Korea Utara dan Amerika Serikat, dengan mediasi yang dilakukan oleh Korea Selatan dan Jepan, menjadi awal mula kesepakatan. Kesepakatan ini bertujuan untuk membekukan program nuklir Korea Utara dengan imbalan bantuan energi dan normalisasi hubungan. Namun, diawal 2000an ketegangan meningkat disaat Korea Utara melanggar perjanjiang tersebut dan melanjutkan program nuklirnya dan akhirnya dan keluar dari perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT). Dalam periode dekade berikutnya, berbagai mengupayakan diplomatic dan juga termasuk Six-Party Talks (2003-2009) yang melibatkan AS, Korea Selatan, Korea Utara, Jepang, China, Dan Rusia, Bertujuan dalam menggapai denuklirisasi tetapi belum memberi hasil yang signifikan.
Perkembangan yang terbaru dari isu ini menunjukkan ketegangan yang masih berlanjut meskipun telah melalui diplomasi. Pada tahun 2018-2019, pada puncaknya saat diplomasi atara Kim Jong-Un dan Donald Trump memberikan harapan untuk perjanjian yang lebih substansial. Namun negoisasi menghadapi hambatan besar, termasuk adanya ketidaksepakat nya tentang sanksi dan langkah-langkah denuklirisasi. Sejak saat itu, Korea utara Kembali menunjukkan perkembangan dalam program senjata nuklirnya, termasuk dalam aktivitas peluncuran uji coba rudal dan pengembangan teknologi nuklir mutakhir. Saat ini komunitas internasional masih menghadapi tantangan besar dalam mengelola maupun merespons ambisi nuklir Korea Utara, dengan sanksi dan tekanan diplomatic yang terus dipertahankan bersamaan mencari cara baru dalam memfasilitasi dialog konstruktif.
Peluang dalam Perjanjian Nuklir
       Dalam peluang nya sendiri pada perjanjian nuklir dengan Korea Utara yang mencakup kemungkinan signifikan untuk mengurangi ketegangan regional dan meningkatkan stabilitas internasional. Jika Korea Utara bersedia dalam berkompromi dan menerima langkah -langkah denuklirisasi, perjanjian tersebut mampu menciptakan lingkungan yang lebih aman di Asia Timur dan mengurangi resiko konflik berskala besar dan meningkatkan kepercayaan antara negara-negara di Kawasan. Kesepakatan yang meberikan efektivitas dapan menjangkau pengawasan internasional yang lebih ketat dan verifikasi yang transparan, memberikan jaminan bahwa Korea Utara tidak akan bisa menjamin dalam memperluas jumlah nuklir yang di produksi. Selain itu dalam Tingkat keberhasilan pada perjanjian ini dapat membuka pintu bagi bantuan ekonomi dan dukungan internasional yang memperbaiki kondisi hidup rakyat Korea Utara dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara nya.
Selain memberi manfaat keamanan dan ekonomi, perjanjian nuklir diharapkan juga dapat memfasilitasi kemajuan diplomatic yang lebih luas jangkauan nya. Negara-negara besar seperti Amerika Serikat, China, dan Rusia, serta organisasi internasional seperti PBB, dapat berperan penting dalam mendukung dan menerapkan kesepakatan tersebut. Kesepakatan ini bisa menjadi awal dalam penyelesaian konflik di masa depan, memperlihatkan bagaimana pendekatan diplomatik dan juga kompromi nya dalam mengatasi tantantang yang serupa di wilayah lain. Dengan strategi yang tepat, termasuk juga insentif ekonomi dan jaminan keamanan, komunitas internasional dapat mengatasi salah satu tantang besar dalam kebijakan luar negeri saat ini, yaitu mentralkan ada nya ancaman dari senjata nuklir Korea Utara.
Tantangan dalam Perjanjian Nuklir
       Tantangan utama dalam penjanjian nuklir dengan Korea Utara kerap terjadi pada masalah verifikasi dan pemantauan. Korea Utara memiliki Sejarah Panjang dalam melanggar komitmen internasional nya terhadap program nuklir, sehingga menjamin kepatuhan mereka memerlukan mekanisme pengawasan yang sangat ketat dan transparan. Proses berifikasi yang melibatkan teknologi canggih dan kompleks, yang memungkinkan sulit dilakukan oleh negara yang sagat tertutup dan memiliki control ketat terhadap informasi. Ketidakpastia ini masih mengenai sejauh mana Korea Utara bersedia membuka fasilitas nuklirnya untuk inspeksi internasional dan bagaimana cara mengatasi potensi akan adanya kecurangan nanti nya hambatan yang dapat merusak kepercayaan dan efektivitas perjanjian tersebut.
Selain itu, ada nya tantantangan lain pada politik dan diplomatik yang melibatkan berbagai actor internasional jadi suatu permasalahan besar. Kepentingan strategis dan ekonomi dari negara-negara Amerika Serikat, China dan Rusia sering kali bertentangan, yang dapat menghambat kesepakatan yang ada menjadi komprehensif dan implementasiperjanjian nya. Misal kan, Amerika mungkin menuntut pengurangan senjata nuklir yang lebih turun secara signifikan, secara China mungkin menuntut berfokus pada stabilitas regional tanpa perlu memberi tekanan lebih pada Korea Utara. Ketegangan politik domestic di negara-negara tersebut dan pergeseran kebijakan internal dapat menyebabkan ketidakstabilan dalam proses negoisasi maupun pelaksanaan perjanjian. Keterbatasan dalam kerangka nya sendiri, kerangka kerja di internasional dlaam menangani pelanggaran atau ketidaksesuaian lebih lanjut dapat memperburuk tantangan ini, membuat pencapaian dan pemeliharaan kesepakatan nuklir menjadi beresiko dan membuat proses nya menjadi lebih rumit.
Analisis dan peluang dimasa depan