"Lihat kebunku, penuh dengan bunga,
Ada yang hijau, dan ada yang merah
Mawar melati , ku siram semua.....
Lanjutannya lupa...sorry teman2 hahahaa...
Pernah dengar cuplikan lagu ciptaan ibu Sud diatas,, mungkin beberapa diantara kita akan terbayang suasana masa kecil yang indah.
Tapi tulisan saya kali ini bukan untuk menggambarkan masa kecil saya yang indah-indah lho, tetapi lebih kepada kebun atau pekarangan rumah saya yang telah saya pelihara dari kecil bersama ibu saya.
Kira-kira kurang lebih 15 tahun yang lalu, ibu saya memperkenalkan saya kepada dunia perkebunan alias tanaman-tanaman hias, waktu itu bunga mawar, melati, lidah buaya, kembang sepatu sampai bougenvile merupakan tanaman hias "kesayangan" ibu saya..hehe
Kalau sudah pulang mengajar di sebuah smp negeri di kawasan kamal jakarta, ibu saya dengan telaten dan cekatan merawat tanaman-tanaman tersebut mulai dari mencomot daun-daun yang sudah layu, mencabut ilalang yang tumbuh liar atau melakukan peremajaan seperti cangkok tanaman, stek, okulasi atau apalah namanya ..
Saya yang merupakan anak tertua dari 3 bersaudara pasti dituntut untuk membantu orangtua meski hanya diminta tolong untuk mengambil cangkul, arit, atau pupuk ini-itu..hehe
Ngomong-ngomong soal pupuk, tidak tahu kenapa selain pupuk kompos, ibu saya merupakan penggemar berat pupuk kambing. Kebetulan tetangga belakang rumah saya ada yang beternak kambing sehingga setiap kali pupuk dirumah habis, maka saya yang ketika itu masih berseragam merah putih disuruh membeli pupuk tetangga saya itu.
Pada mulanya mereka menolak saya memberi uang hasil sisa-sisa ekskresi kambing-kambing mereka karena pada umumnya masyarakat desa masih menjunjung tinggi nilai tolong menolong dan gotong royong apalagi kandang mereka jadi bersih setelah saya datang..hehe
Kalau tidak salah untuk ukuran 3 kg pupuk kambing tersebut saya hanya membayar Rp 500,- kepada teman saya yang merupakan anak dari tetangga pemilik kambing tersebut. Meskipun setelah itu uangnya kami pakai untuk jajan berdua..hahaha dasar anak kecil..
Lambat laun tidak hanya tanaman-tanaman hias yang ada dirumah saya..tanaman buah-buahan serta bumbu dapur pun ditanam oleh ibu saya.
Mulai dari pepaya (yang paling banyak sampai ada 5 buah pohon), sirsak alias durian belanda, jambu kelutuk, jambu merah, alpukat, cabe merah, daun kemangi, jahe, kunyit, daun serai wah pokoknya lengkap deh..sampai beberapa minggu ibu saya tidak ke pasar untuk membeli bumbu-bumbu dapur.
Tapi seiring dengan perluasan rumah akhirnya pohon-pohon buah tersebut hilang satu persatu. Mereka harus 'mengalah' demi kami. Paling hanya tersisa satu dua pohon pepaya.
Kalau dekade lalu tanaman-tanaman hias dirumah saya dipenuhi kembang sepatu, mawar, melati, dll sekarang berganti menjadi bunga gelombang cinta, asforbia, anggrek bulan, mawar jepang, tanaman-tanaman perdu, dan sebagainya.
Mereka-mereka (tanaman) inilah yang kadang menjadi sumber inspirasiku. Kadang apa saja bisa aku lakukan disini, entah itu berkebun, membaca, ngasih makan ikan maskoki, atau sekadar santai melepas penat sepulang dari kantor. Meskipun luas kebun kami tak seperti dulu lagi, tetapi dengan perawatan dan kasih sayang yang senantiasa aku berikan niscaya membuat kami tenang dan bahagia karena keindahan mereka. Apalagi aku ingat ada cerita yang mengatakan kalau kebun yang berisi makhluk hidup tersebut kita jaga dan rawat dengan baik maka niscaya mereka akan menjaga kita..alhamdulillah!
Bagaimana kompasianers?? Tertarik untuk berkebun?!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H