Dalam rangka hari ulang tahun Blogger 28 Oktober 2024 saya bersama Komunitas Click Kompasiana dan Kreatoria mengadakan Walking Tour  Depok The Heritage. Ber-20 orang kami berkumpul di mushala Stasiun Depok (Lama) sebelum memulai tour ke Depo KRL Depok Bengkel KRL Terbesar Kedua Se Asia Tenggara dan menelusuri sejarah Kota Depok.
Kereta Listrik (KRL) atau commuterline adalah moda transportasi andalan di Jabotabek. Murah, cepat, aman, dan nyaman. Setiap harinya melayani jutaan penumpang. Untuk memastikan KRL tetap berfungsi dengan baik, Depo KRL Depok adalah pusat perawatan terbesar kedua se- Asia Tenggara.
Kereta yang Anda tumpangi hanya sampai Stasiun Depok, selanjutnya kereta akan  menuju Depo
Artinya kereta tersebut akan masuk bengkel perawatan. Berikut ini adalah langkah-langkah perawatan KRL yang dilakukan di Depo Depok.
- Pemeriksaan Harian
- Pemeriksaan harian dilakukan teknisi KAI setelah KRL yang telah beroperasi hari itu kembali ke depo, umumnya di malam hari. Dalam pemeriksaan ini teknisi mengecek kondisi dasar KRL: rem, ban besi, gardan dan memastikan tidak ada kerusakan yang terjadi selama beroperasi hari itu.  Simtem kelistrikan, pengereman, dan komponen mekanis lainnya  juga diperiksa  dan segera dilakukan perbaikan  agar KRL siap beroperasi keesokan harinya.
- Perawatan Rutin
- Kereta juga perlu dirawat seperti kendaraan bermotor lainnya. Â Perawatan berkala KRL Â dilakukan per 3 bulan, 6 bulan, atau 1 tahun. Untuk setiap ganti oli, kereta memerlukan minimal 14 liter oli.
- Pencucian Kereta
- Setiap KRL akan sampai pada stasiun akhir, 2 orang petugas kebersihan  sudah siap menyapu dan mengepel lantai kereta. Untuk memastikan kereta tetap bersih setelah semua penumpang turun di stasiun akhir. KRL juga dicuci di Depo Depok pada lorong khusus,  bagian kursi, jendela, pegangan tangan juga dibersikan oleh petugas KAI.
Tujuan kedua walking tour yang tak kalah serunya adalah kami melacak asal usul Kota Depok. Seusai  mengunjungi Depo KRL Depok kami meluncur ke Cornelis Cafe, di sana kami mendengar penuturan Pak Boy Loen, salah satu keturunan Presiden Depok ke-5.  Silahkan menyimak teman-teman pembaca.
Sejarah Depok dimulai ketika VOC menguasai daerah tersebut statusnya milik seorang pejabat tinggi VOC yang bernama Cornelis Chastelein pada abad 17.  Cornelis adalah pria kelahiran Amsterdam, 10 Agustus 1657. Anak Wali Kota Dordrechht di usia yang ke 17 tahun, bungsu dari 8 bersaudara magang di VOC. Dia ikut kapak Huis te Cleeff pada 24 Januari 1675 ke Batavia. Cornelis muda bertugas di bagian administrasi  pada Kamer van Zeventien. Karier Cornelis perlahan naik secara bertahap kemudian pada tahun 1682Cornelis sukses menjadi pengusaha besar yang juga merupakan pejabat VOC. Cornelis kemudian menikah dengan Catharina van Quaelborg dan memiliki seorang putera bernama Anthony.
Wilayah Depok saat itu meliputi sebidang tanah yang terletak di antara Sungai Ciliwung dan Sungai Pesanggrahan. Cornelis membeli tanah tersebut  dengan cara membeli dari Lucas van de Meur, residen Cirebon  seharga 300 rijksdaalders, karena dia ditugaskan ke Kalimantan dan menjual tanah tersebut kepada Cornelis.
Cornelis dan keluarganya pindah ke Depok sekitar tahun 1705 Â bersama budak-budaknya yang berjumlah 150 orang. Kala itu perbudakan legal. Cornelis membawa budak-budak ini untuk megembangkan Depk menadi lahan perkebunan, lada, kopi, karet yang merupakan komoditas unggulan untuk diekspor. Cornelis menyediakan rumah untuk 150 budak-budaknya di pinggiran Sungai Ciliwung.
Para budak tidak hanya bekerja di perkebunan, mereka juga bekerja sebagai pembantu, tukang kayu, dan mandor, setelah bekerja dari pagi sampai petang, pada pukul 4 sore budak-budak tersebut diwajibkan belajar membaca dan mempelajari alkitab, agar nasib mereka berubah dan tak selamanya jadi budak. Cornelis memperlakukan budak-budaknya dengan baik, seperti dia memperlakukan anak-anaknya. Hubungan mereka seperti bapak dan anak.
Cornelis membuat surat wasiat yang isinya menyerahkan tanah di Depok kepada 150 budak-budaknya dan membebaskan status budaknya jika memeluk agama kristen, budak-budak yang menolak dibaptis dilarang tinggal di Depok. Â Surat wasiat itu tertangal 13 Mei 1714. Surat wasiat itu diserahkan kepada Jorang van Bali , kepala pemerintahan yang diangkat oleh Cornelis sebagai pedoman dalam melaksanakan tugasnya. Â Â