Saya adalah mantan anak TK sampai kuliah yang Presidennya Pak Soeharto. Setiap 5 tahun  mentri pendidikannya  diganti, demikian juga kurikulumnya, namun soal pilihan ganda tetap abadi dari saya  SD sampai anak saya duduk di bangku SMA. Kesalahan fatal soal pilihan ganda adalah membuat guru malas bikin soal baru, dan membuat murid tidak kreatif serta tidak terampil menulis untuk mengungkapkan isi kepala mereka.
Dulu (tahun 1988) guru memeriksa jawaban pilihan ganda dengan plastik transparan yang sudah ada tanda centang spidolnya, guru tinggal  menaruhnya di lembar jawaban dan pekerjaan selesai. Sekarang (tahun 2023) tugas mereka memeriksa jawaban pilihan ganda jauh lebih gampang yaitu dengan google form, pranala guru bagikan di WAG (WhatApp Group) kelas kemudian pranala (link) yang berisi soal pilihan ganda tersebut dikerjakan oleh murid secara online di hp masing-masing. Setelah mereka selesai, nilainya otomatis keluar pada aplikasi tersebut.
Jawaban pada pilihan ganda tidak menuntut kemampuan untuk berpikir kritis, murid hanya dituntut kuat menghapal. Misalnya Tahun berapa terjadi Perang Jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro? a. 1817 -- 1820 b. 1825- 1830 c. 1800 -- 1810 d. 1801 -- 1806.
Para murid dimudahkan tehnologi dalam mencari jawaban, mereka tinggal googling dan dalam hitungan detik jawaban ditemukan. Perang Jawa terjadi pada tahun 1825 -1830. Pertanyaan essay dapat membuat mereka lebih kreatif, misalnya : Seandainya kamu menjadi Pangeran Diponegoro, strategi apa yang kamu terapkan agar menang dalam perang Jawa? Jawaban bersifat terbuka, lebih tepat, atau paling tepat. Tidak saklek seperti pilihan ganda yang hanya memiliki satu jawaban.
Dampak buruk pilihan ganda adalah membuat murid tidak kreatif, kreatif menurut hemat saya adalah satu pertanyaan memiliki beberapa jawaban benar. Misalnya : Bagaimana caranya menuju Kampus UI? Kita bisa menggunakan bis arah Depok, menggunakan ojol (mobil atau motor), commuter line, atau jalan kaki. Semua jawaban benar, dan ini memacu murid untuk kreatif.
Guru beralasan terlalu lama memeriksa jawaban essay, sementara tugas lain bertumpuk. Itulah salah satu alasan beberapa mahasiswa tidak mamou menulis, menuangkan isi pikirannya dalam membuat skripsi, meskipun mereka sudah mempelajarinya sejak SD. Essay itu melatih kita berpikir kritis, kreatif, dalam mencari solusi, sedangkan pilihan ganda kita bisa cap cip cup menghitung kancing jika tidak tahu jawabannya.
  Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H