Â
Ada sejumlah restoran bongsor yang tahun-tahun ini dibangun di daerah seputaran Bukit Bintang atau di Pedukuhan Plesedan, Kelurahan Srimartani. Kawasan ini, meskipun terletak di Bantul, adalah bagian integral dari ekosistem hutan perbukitan di Kecamatan Patuk, Gunung Kidul, DIY.
Restoran-restoran besar itu dibangun investor luar daerah dengan modal berlimpah. Di antara restoran-restoran baru, ada sejumlah restoran besar yang berdiri di kawasan yang cukup luas. Saat ini memang beberapa restoran bongsor itu menarik minat wisatawan dan menggerakkan perekonomian, namun dampak ekologis rumah-rumah makan ini perlu dikaji, khususnya dampak terhadap luas area tangkapan air hujan.
Menariknya, baru-baru ini pada awal November 2022 terjadi pula longsor di kawasan Bukit Bintang. Padahal, selama dua puluh tahun terakhir, sebelum dibangunnya restoran-restoran bongsor, jalan raya Jogja-Wonosari di Kecamatan Srimartani yang menyatu ekosistemnya dengan perbukitan di Kecamatan Patuk itu relatif aman dari longsor.
Adakah kaitan antara pembangunan sejumlah restoran bongsor  dengan longsor di kawasan Bukit Bintang, Patuk? Mari kita ulas dengan tuntas.
Bukit Bintang di Plesedan, Srimartani, Bantul secara faktual berada di bawah perbukitan Patuk yang seharusnya menjadi daerah resapan air hujan.
Kecamatan Patuk memiliki luas daerah sekitar 72,04 km2 atau mencapai 4,85% dari luas Kabupaten Gunung Kidul.
Kecamatan Patuk terletak di lereng perbukitan dengan kemiringan lereng miring hingga terjal. Kondisi ini rawan tanah longsor. Terbukti, pada Februari 2015 longsor pernah terjadi. Pada 2022 ini, longsor terjadi di Bukit Bintang.
Jika ditelaah, longsor di Bukit Bintang ini terjadi pada musim penghujan. Kecamatan Patuk adalah daerah dengan curah hujan tinggi, sekitar 2000-2500 mm/tahun.
Menurut penelitian Reni Aqwil Masitha, dkk. (2018), Kecamatan Patuk berada dalam Sub Zona Fisiografi Pegunungan Baturagung bersama Kecamatan Gedangsari, Ngawen dan Semin.