"Di mana bumi dipijak, di situlah langit dijunjung."
Manusia adalah makhluk yang berbudaya dan cinta pranata. Kita belajar hidup dalam harmoni dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia, dan seluruh alam.Â
Pranata agama dan sosial menjadi pedoman dalam menjamin keharmonisan itu. Hal ini selaras dengan gagasan Soekanto (2012 : 171) bahwa pranata sosial berupa norma pemandu perilaku diperlukan karena manusia memerlukan keteraturan. Â
Hukum adat adalah salah satu pranata sosial yang sejak lama menjadi pedoman perilaku masyarakat Indonesia. Jauh sebelum diterapkannya sistem hukum modern, hukum adat telah menjadi pedoman perilaku dan kesusilaan di pelosok Nusantara tercinta.
Saya beruntung karena boleh mengalami satu tahun masa magang di tengah masyarakat adat Dayak Kayan Ma'apan di Kalimantan Utara beberapa tahun silam. Saya takjub atas harmoni yang tercipta berkat adanya hukum adat yang dijunjung tinggi masyarakat setempat.
Ketua adat dan sejumlah tetua adat menjadi tokoh-tokoh penting dalam menegakkan hukum adat di tengah masyarakat Dayak Kayan Ma'apan yang tinggal di Desa Kenarai, Mara Satu, Bulungan, Tanjung Selor, Provinsi Kalimantan Utara tersebut.
Ketua adat lazimnya mendapat legitimasi dari para tetua adat lainnya sebagai primus inter pares atau yang diutamakan di antara yang sederajat. Para tetua adat berfungsi sebagai hakim bijaksana dalam mengatur perikehidupan masyarakat adat.
Di sisi lain, masyarakat juga menghormati keputusan para tetua adat dalam mendamaikan para pihak dan memutus perkara yang diajukan ke sidang adat. Bagi masyarakat, para tetua adat dipandang sebagai representasi kebijaksanaan nenek moyang suku.