Menurut France Info, Gaston adalah mantan penerjun payung yang telah bertempur dalam konflik sebelumnya, mulai dari Kroasia hingga Kolombia.
Gaston juga berperan merekrut orang asing lainnya. Menurut sebuah artikel Eurasianet, Gaston setiap hari saya menerima banyak permintaan untuk bergabung dengan batalionnya melalui email, terutama dari negara-negara seperti Finlandia, Norwegia dan Swedia.
Tak disangkal, kemajuan teknologi internet telah pula memicu mudahnya orang-orang menjadi tentara bayaran atau foreign fighters di negara lain.Â
Propaganda perang yang intensif bisa memikat orang asing untuk berperang bagi negara yang pandai merekrut pejuang asing.
Jika pemerintah Indonesia dan kita tidak waspada, bisa juga di masa depan akan ada sejumlah WNI yang rela jadi tentara bayaran bagi negara-negara yang pandai membuat propaganda perang memikat.
Kita sudah melihat gejala ini dalam terorisme global, yang sayangnya juga telah memakan korban WNI entah sebagai pelaku maupun korban.  Karena itu, pendidikan perdamaian dan toleransi perlu terus ditanamkan pada masyarakat kita, terutama kaum muda.Â
Pemerataan pembangunan dan keadilan sosial juga perlu terus diwujudkan agar semua warga Indonesia merasa nyaman tinggal di negara sendiri.Â
Ironi dan misteri tentara bayaran dalam konflik Ukraina-Rusia
Saya menonton sebuah cuplikan video stasiun televisi mengenai kisah para tentara bayaran asal Italia yang pada 2014 lalu berada di Ukraina untuk melawan Rusia.Â
Seorang tentara bayaran mengatakan, ia merasa digaji rendah di Italia oleh perusahaannya. Ia merasa tidak diperlakukan secara manusiawi di Italia. Lepas dari pengakuannya yang mungkin juga kurang akurat itu, ia mengatakan bahwa berperang membuat hidupnya lebih berarti ketimbang hidup dengan gaji rendah di negara asalnya.
"Setidaknya aku berjuang untuk membela sesuatu," ujarnya.Â