Siang yang sejuk. Aku dan sobatku baru saja keluar dari rumah makan. Tetiba seorang gadis cilik mendatangi kami berdua di luar pintu masuk.
Dia memberiku sekuntum bunga. "Terima kasih," kataku sambil sedikit terkejut. Si gadis mungil tak menjawab dengan kata. Ia tersenyum manis. Ia lantas juga memberi sekuntum bunga pada sahabatku.Â
Aku mencari ayah dan ibunya di sekitar, namun tak kulihat. Mungkin mereka masih di dalam restoran.Â
Karena kami tergesa pulang, aku tak sempat ngobrol dengan si gadis mungil pemberi bunga. Ia juga lantas pergi. Di tangan mungilnya, masih ada beberapa tangkai bunga. Mungkin ia hendak membagikan pada orang lain.Â
Si gadis mungil tak memandang siapa yang ia beri. Di  matanya semua orang pantas dihadiahi bunga yang ia petik dari kebun di sekitar rumah makan itu.Â
Juga pada orang yang tidak ia kenal, ia memberikan bunga. Berbeda sekali dengan aku yang telah dewasa. Serba menghitung untung dan rugi. Memandang bulu.
Anak-anak mengajariku untuk kembali menjadi pribadi yang tulus hati. Setiap menjumpai anak-anak yang ceria dan polos, ada kerinduan hati untuk kembali menjadi seperti mereka.Â
Jauh dari prasangka. Lepas dari belenggu praduga.
Sekuntum bunga pemberian gadis mungil siang itu menyadarkanku, betapa selama ini ketulusan hati telah meredup di dunia yang semakin diwarnai keakuan dan ketakutan akan liyan.Â
coretanminggupagi, 30 Januari 2022.Â