Saya juga tidak pernah memaksa kerabat saya yang pindah keyakinan untuk kembali ke keyakinan yang sama dengan saya.Â
Daripada pusing mengatur-atur keyakinan orang lain yang sulit diatur, lebih baik merayakan keberagaman keyakinan itu dalam semangat persaudaraan. Hidup jadi lebih bahagia.Â
Dalam istilah Gus Dur, "Gitu aja kok repot".Â
Setiap hari besar keagamaan adalah hari bahagia bagi keluarga besar kami yang bhinneka. Tak terkecuali saat Natal.Â
Sebelum pandemi, kami rutin silaturahmi Natal dan Idul Fitri. Ketika ada acara keagamaan kerabat, semua keluarga besar berusaha hadir dan atau mendukung. Â Makanan yang disajikan pun sudah diatur agar bisa dinikmati oleh pemeluk aneka agama dalam keluarga besar kami.Â
Jadi, aturan agama bukan jadi penghalang untuk bersaudara. Justru perbedaan aturan keyakinan itu mempererat saling pengertian dan toleransi kami sebagai keluarga besar.Â
Obrolan keluarga kami pun sangat jarang menyinggung soal tafsiran agama dan kepercayaan. Kami lebih suka saling berkabar dan mendukung pekerjaan dan pendidikan anggota keluarga besar.Â
Kalimat doa bisa sangat berbeda, tetapi toh intinya sama: iman dan takwa pada Tuhan serta kasih sayang pada sesama insan.Â
Inti Natal sebagai perayaan kehidupan dan kasih
Perayaan Natal pun intinya adalah perayaan kehidupan dan kasih. Seorang bayi telah lahir. Mengingatkan kita akan kelahiran kita sebagai bayi lemah yang sangat tergantung pada kasih sayang orang lain.Â
Natal menyadarkan kita bahwa kelahiran setiap manusia adalah karunia cinta Tuhan. Karunia cinta yang perlu dirawat dengan cinta sesama insan.Â