Ulang tahun ke-13 Kompasiana menjadi saat yang tepat untuk mensyukuri dan mengadakan refleksi sejenak. Tulisan ini adalah sekadar catatan ringan dari seorang warga Kompasiana.Â
Kompasiana tak bisa lepas dari grup induknya. Nama Kompas yang melekat di dalam nama Kompasiana adalah jenama yang memikat.Â
Sangat sering penulis di Kompasiana (kompasianer) disangka wartawan. Jangan-jangan ada pula yang mengaku wartawan Kompasiana untuk memikat gadis pepuja hati. Hehehe...
Blog warga terbesar di Indonesia ini, setidaknya demikian menurut primbon Mbah Gugel, diharapkan semakin menjadi rumah opini bermutu (voice) dan bukan rumah pertukaran "jotos-jotosan daring" (noise).
Saya menempatkan diri sebagai pembaca Kompasiana. Tentu saya ingin mendapatkan asupan gizi dari tulisan di Kompasiana, yang dianggit warga.
Penulis unggul, setia, dan "muda"
Di antara warga Kompasiana ini, ada pula penulis unggul yang tidak selalu harus disamakan dengan akun centang biru.Â
Banyak penulis unggulan adalah orang biasa, tanpa gelar akademik tinggi, namun piawai meracik tulisan bergizi. Kadang ada yang jarang menulis karena kesibukan, namun sekali menulis langsung ketahuan mutunya.Â
Beberapa tidak juga mendapat akun centang biru karena memang tidak atau belum memenuhi standar centang biru Kompasiana.Â
Di sisi lain, nyatanya sebagian besar pengisi konten di Kompasiana adalah penulis pemula. Terutama pelajar dan mahasiswa yang diminta mengirim tugas di Kompasiana. Kompasiana telah mewadahi mereka ini dalam rubrik Ruang Kelas.Â