Pernahkah Anda terkesima oleh sebuah karya tulis, namun kemudian kecewa setelah tahu bahwa penulisnya tidak jujur? Sakitnya tuh di sini, kata seorang pedangdut.
Saya pun pernah (dan masih) menjadi penulis tidak jujur. Tulisan ini bukan sindiran pada orang lain, melainkan sebuah "pengakuan dosa" publik.Â
Bertolak dari pengalaman pribadi sebagai pelaku dan korban ketidakjujuran, perkenankan saya membuat sebuah panduan pemeriksaan diri untuk diri saya dan juga rekan-rekan penulis budiman.
Oke, saya mulai dengan pengakuan dosa-dosa saya sebagai penulis (biarpun masih hijau).Â
Saya pernah mengolah ulang artikel anggitan jurnalis tanpa mencantumkan sumber. Seolah-olah hasil karya saya, padahal hanya olahan saja dari satu karya tulis.
Saya juga kadang lupa mencantumkan sumber. Juga kadang memberi bumbu yang kelewatan agar tulisan makin bombastis dan dilirik pembaca.Â
Saya pernah juga menyinggung perasaan sejumlah pembaca. Meskipun mungkin tak sengaja, tetap saja tulisan saya pernah menyakiti hati orang dan atau kelompok tertentu.
Saya juga pernah mengunduh karya orang (yang berhak cipta dan berhak ekonomi) dalam rupa dokumen digital tanpa membayar sepeser pun atas nama "mencari ide menulis". Ini adalah pelanggaran hak dan hukum yang (seharusnya dianggap) serius.
Pernah jadi korban ketidakjujuran penulis lain
Saya pun pernah jadi korban ketidakjujuran penulis lain. Wujudnya adalah penjiplakan atau plagiat artikel yang saya tulis dengan susah payah.Â