Dear diary,Â
Menurut banyak orang, anak desa kalah segalanya dibanding anak kota. Akses pendidikan anak kota jauh lebih baik sehingga anak kota unggul dibandingkan anak desa. Benarkah selalu demikian?
Bagaimana pengalamanku mengatasi rasa minder sebagai anak desa yang pindah sekolah ke kota? Apa saja sikap yang perlu kita miliki untuk bisa mengatasi rasa minder dan rendah diri?
Tumbuh di sebuah kota kecil di timur Yogyakarta, aku mengalami keseharian sebagai anak desa bersahaja. Waktu kecil, aku menikmati betul masa bermain dan belajar bersama anak-anak kampung. Bermain "jamuran", gobak sodor, jethungan delikan (petak umpet), dan kelereng.Â
Waktu itu memang terasa sekali perbedaan antara sekolah di kabupaten dan di pusat provinsi. Sekolah di provinsi jauh lebih berprestasi. Tampak dari raihan angka Nilai Ebtanas Murni (NEM) dan prestasi lomba.
Rasa minder sebagai anak dari desa
Aku diterima di sebuah sekolah dasar swasta di kawasan dekat terminal (lama) Umbulharjo. Aku ingat hari-hari pertamaku di sekolah baru tidaklah mudah. Ada rasa rendah diri atau minder sebagai anak (dari) desa.Â
Untunglah aku mendapat guru wali kelas yang baik hati. Seorang ibu guru yang perhatian. Yang paling aku ingat adalah bahwa ibu wali kelasku sering memuji siswa-siswinya.
"Wah, bersih sekali hasilmu menyapu. Sampai ke kolong lemari," puji beliau. Pujian-pujian untuk hal-hal sederhana ini yang menyemangatiku untuk jadi siswa yang baik.
Ibu guru memberikan pula kepercayaan padaku untuk jadi petugas upacara. Tugasku adalah membaca Pembukaan UUD.Â