Minggu 28 Maret 2021 menjadi hari tak terlupakan bagi kita. Sekali lagi bangsa kita dikejutkan oleh aksi bom bunuh diri yang menyasar orang-orang tidak bersalah.
Dua pelaku berupaya memasuki halaman Gereja Katedral Makassar sekitar pukul sepuluh pagi ini saat jemaat sedang keluar-masuk gerbang. Petugas gereja menghalangi motor matic yang dikendarai salah satu pelaku. Tetiba bom meledak, menewaskan pelaku dan melukai sejumlah orang.
Dilihat dari sasaran dan pola serangan, sangat patut diduga peristiwa bom bunuh diri di Katedral Makassar adalah tindak terorisme.
Aksi pengeboman tempat ibadah ini menambah panjang daftar kasus (dugaan) terorisme di Indonesia. Masih segar dalam ingatan kita peristiwa Bom Bali, Sarinah, Surabaya, dan terakhir serangan teroris di Sigi terhadap transmigran.
Jagad media sosial ramai membincangkan terjadinya pengeboman bunuh diri di Gereja Katedral Makassar. Pemerintah, tokoh agama, selebritas, dan warga masyarakat mengutuk aksi biadab yang tak berperikemanusiaan ini.
There is blessing in disguise. Ada rahmat di balik tragedi. Ungkapan ini kiranya dapat melukiskan pula apa yang terjadi setelah bangsa kita kembali diuji oleh tindak terorisme berupa bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar.
Rupanya ada jejak indah toleransi dalam sejarah Gereja Katedral Makassar yang menjadi tempat kejadian perkara atau TKP bom bunuh diri hari Minggu Palma ini.
Dibangun berkat izin para sultan beragama Islam
Gereja Katedral Makassar bernama resmi Gereja Hati Yesus Yang Mahakudus. Sebuah gereja disebut katedral karena di dalamnya ada kursi katedral atau kursi uskup. Uskup adalah pemimpin lokal Gereja Katolik yang biasanya membawahi suatu kawasan yang cukup luas.
Gedung Gereja Katedral Makassar mulai dibangun pada 1898. Gereja Katedral ini menandai sejarah permulaan tahap kedua kehadiran Gereja Katolik di Makassar.Â
Arsitek Gereja Katedral Makassar adalah Swartbol, seorang perwira zeni pada masa penjajahan Belanda. Swartbol berhasil menuntaskan pondasi tembok Katedral Makassar. Setelah itu, dia kembali ke Eropa.