Hari-hari ini rencana kunjungan Paus Fransiskus ke Irak mulai 5-8 Maret 2021 menjadi topik utama di sejumlah media. Kunjungan pemimpin 1,3 miliar umat Katolik sedunia ke Irak ini memang suatu kunjungan bersejarah. Untuk pertama kali, seorang Paus akan mengunjungi Irak, tanah asal Abraham atau Ibrahim, tempat lahirnya agama-agama samawi: Yudaisme, Kristianitas, dan Islam.Â
Irak dan keberagaman agama dan suku
Diam-diam Irak adalah tuan rumah bagi aneka agama dan suku. Memang tidak bisa kita bandingkan Irak dengan Indonesia yang jelas jauh lebih kaya dalam keberagaman agama, suku, dan budaya.Â
Menurut indexmundi, jumlah penganut agama Islam di Irak adalah sebesar 95-98% (Syiah 64-69%, Sunni 29-34%), Kristen dan Katolik 1%, dan agama lain 1-4% (perkiraan 2015).
Akibat perang dan terorisme, terjadi perpindahan banyak keluarga Katolik dan Kristen ke Irak utara. Menurut perkiraan Kedutaan Besar AS, banyak orang kristiani mengungsi ke Suriah, Yordania, dan Lebanon.
Irak melindungi minoritas
Dilansir culturalatlas, konstitusi Irak mengakui dan melindungi praktik agama-agama Muslim, Kristen, Katolik, Yazidi dan Sabaean-Mandaean. Catatan publik tidak mengungkapkan denominasi agama mana yang dianut seseorang, atau apakah mereka Sunni atau Syiah. Namun, untuk mendapatkan kartu identitas nasional, warga negara diharuskan untuk mengidentifikasi diri sebagai pemeluk salah satu agama ini.
Tanpa kartu identitas, warga Irak tidak dapat memperoleh paspor, mendaftarkan pernikahan atau mengakses pendidikan umum dan beberapa layanan sipil lainnya. Kurang lebih seperti praktik yang berlaku juga di Indonesia.Â
Yang paling penting, konstitusi Irak melindungi pula hak-hak agama minoritas. Juga agama Katolik dan Kristen. Irak telah menjadi rumah bagi komunitas kristiani selama ribuan tahun.
Baca pula: Mengapa Natal Jadi Hari Libur Nasional di Irak? dan Perayaan Natal Pertama di Irak.