Saya merasa sangat beruntung karena boleh mengenal keluarga almarhum Paulus Madur, pemerhati kaum miskin perkotaan Jakarta. Kisah hidup Paulus Madur dan keluarga beliau sebagai pahlawan edukasi sangatlah menarik.
Paulus Madur, pemerhati kaum marginalÂ
Paulus Alyanus Madur lahir di Laci, Pagal, Flores, Nusa Tenggara Timur pada 20 Juni 1935. Anak pertama dari enam bersaudara ini hanya sempat mengenyam pendidikan sekolah menengah teknik.Â
Sehari-hari Paulus dan istrinya, Maria Dariah mendapatkan penghasilan dari warung bersahaja. Paulus dan Dariah terpanggil menjadi pemerhati kaum papa di sekitarnya karena tersentuh oleh realitas kemiskinan yang mencolok mata.
Bersama istri tercinta, Paulus blusukan mendatangi para wanita malam. Mereka berdua berupaya melakukan penyuluhan pencegahan penyakit menular seksual.Â
Karena kegiatan penyuluhan yang dilakukan hingga dini hari ini, sebagian tetangga menyangka Paulus dan istrinya sebagai muncikari. "Biarpun dicibir orang, Papa dan Mama saya tetap giat mengunjungi para kupu-kupu malam," kenang Robertus Tahar, putra pertama.
Perhatian Paulus Madur tidak hanya terbatas pada para puan pekerja seksual komersial. Paulus tahu, anak-anak para wanita malam ini biasanya tidak bersekolah. Demikian juga anak-anak para gelandangan dan kaum miskin yang tinggal di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara.
Baca Juga:Â Pendidikan Inklusi, Setiap Anak Memiliki Hak Sekolah yang Sama
"Papa saya ingin agar anak-anak pemulung, pengemis, buruh cuci, dan wanita malam bisa belajar mandiri. Dia tahu, anak-anak ini sulit diterima di sekolah umum. Mereka umumnya tidak punya akta kelahiran. Juga terhambat biaya. Karena itu Papa saya membeli tanah untuk sekolah anak kolong. Harganya waktu itu satu juta," tutur Robertus.
Meskipun bukan hartawan, Paulus Madur sangat dermawan. Dari kekurangannya, ia memberikan segalanya bagi kaum miskin perkotaan. Berkat upaya kerasnya, ia berhasil mendirikan sekolah anak kolong pada Maret 1995 di atas tanah 5x10 meter.
Pada awal keberadaannya, Sekolah Anak Kolong memiliki 50-75 siswa yang didampingi oleh Hermina (putri Paulus Madur) dan seorang sukarelawan.Â