Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Tiga Cara Jitu Detoks Mandiri dari Ujaran Kebencian di Media

17 November 2020   11:26 Diperbarui: 18 November 2020   09:02 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by NordWood Themes on Unsplash

Maraknya ujaran kebencian di media massa dan media sosial telah membuat banyak orang terdampak secara sosial dan psikologis. Alih-alih mendapat inspirasi, kegiatan menonton berita atau membaca surat kabar kini bisa jadi sesuatu yang membuat kejiwaan kita tertekan.

Mengapa media massa dan media sosial dipenuhi ujaran kebencian? Yang lebih berbahaya sebenarnya adalah "ujaran kebencian tidak langsung". Ujaran jenis ini muncul justru ketika kita membaca berita aktual atau hardnews yang membuat kita marah.

Sama halnya kala kita membuka media sosial. Unggahan teman atau orang yang kita ikuti dipenuhi hal-hal yang hanya bikin kejengkelan di hati. Kita terpancing membalas dengan keras komentar medsos yang mengejek idola (politik) kita atau menyinggung identitas suku, agama, dan ras kita.

Itulah beberapa gejala yang menandakan bahwa kita perlu melakukan detoksifikasi dari ujaran kebencian di media massa dan sosial.

Tiga Cara Detoks dari Ujaran Kebencian di Medsos

Saya sendiri sudah berkali-kali mengalami dampak buruk ujaran kebencian, baik langsung maupun tidak langsung, di media massa maupun media sosial. 

Bahkan hal ini mempengaruhi keseimbangan emosional. Jadi geram dan tak henti-henti mencela oknum atau lembaga yang bikin jengkel dan marah sepanjang hari.

Saya pikir, saya tidak boleh membiarkan ujaran kebencian itu merusak kesehatan mental dan ragawi saya. Karena itu, perlahan-lahan saya mencoba melakukan detoksifikasi atau detoks mandiri dari ujaran kebencian.

Pertama, cermat memilih referensi media massa dan medsos yang "damai"

Sebenarnya, tidak sulit membedakan mana media massa yang bikin kita secara tidak langsung mengonsumsi ujaran kebencian. Coba renungkan sebentar: setelah baca koran, nonton saluran tv, atau melihat konten di media massa tertentu, apakah hati cenderung jadi damai atau jadi jengkel?

Beberapa situs berita yang cenderung buat judul bombastis dan memancing emosi negatif kini sangat jarang atau bahkan tidak saya baca lagi. Juga situs berita yang gemar sekali mengulik isu SARA dan politik berat sebelah sebagai sajian utama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun