Mungkin banyak di antara kita yang belum menyadari bahwa Korea Selatan adalah negara yang juga bineka dalam hal agama dan kepercayaan. Menurut laman Wikipedia, Korea Selatan pada 2019 berpenduduk 51 juta jiwa. Â Sebanyak 56.1% penduduknya mengidentifikasikan diri sebagai "tidak beragama", 27.6% kristiani (Katolik dan Kristen), Â 15.5% Buddhisme Korea, dan 0.8% agama dan kepercayaan lain. Ini adalah hasil sensus tahun 2015.
Pada akhir 2017 Gereja Katolik Korea Selatan memiliki 5,8 juta anggota. Artinya, 11.0% populasi Korea Selatan beragama Katolik. Sejarah panjang kekatolikan di Korea Selatan berawal sejak tahun 1780.Â
Salah satu kekhasan Gereja Katolik Korea Selatan adalah peran umat (kaum awam atau bukan pastor/biarawan) yang amat kuat. Selain itu, ada sepuluh ribu martir asli Korea yang gugur karena mempertahankan iman kala dianiaya penguasa.
Pasangan "suami-istri" Yohanes Yu Jung-Cheol dan Rugalda Yi Sun-i adalah bagian dari ribuan martir Korea tersebut. Mengapa kata suami-istri saya beri tanda kutip?Â
Ini karena keunikan kisah cinta dan "perkawinan" dua martir Korea Selatan ini. Saking uniknya, kisah mereka dijadikan film (drama) Korea yang tentu saja ditonton dan diapresiasi orang Katolik dan bukan Katolik.
Riwayat Hidup Yu Jung-Cheol dan Rugalda
Yohanes Yu Jung-Cheol dan Lutgarda Yi Sun-i (nama lain adalah Rugalda) adalah suami-istri yang hidup saat penganiayaan terhadap jemaat Katolik sedang terjadi di Korea. Mereka termasuk dalam 10.000 martir Korea yang wafat demi iman dalam rentang waktu seratus tahun.
Yohanes Yu Jung-cheol adalah anak bangsawan kaya di Jeonbuk. Ia lahir pada tahun 1779. Ayahnya, Agustinus Yu adalah tokoh Katolik di daerah Jeolla-do. Yu dikenal sebagai pemuda yang jujur dan suka menolong. Ia menerima komuni pertama saat berusia 16 tahun dari Pastor James Zhou.
Lutgarda lahir pada 1782 dalam keluarga bangsawan yang menjadi cikal Gereja Katolik di Korea. Lutgarda Yi Sun-i dididik secara Katolik dengan baik oleh orang tuanya. Saat berusia 14 tahun, Lutgarda menerima komuni pertama. Sejak saat itu ia menjaga kesucian diri agar layak menjadi tabernakel (bait/rumah) hidup bagi Yesus.Â
Ia berjanji akan hidup murni seumur hidupnya demi mencintai Tuhan sepenuhnya. Akan tetapi, pada zaman itu sungguh tidak lazim bahwa seorang putri bangsawan hidup sebagai perawan. Jika Lutgarda tidak menikah, seluruh kerabatnya akan dipermalukan.
Lutgarda menyampaikan permasalahan ini pada Pastor Ju Mun-mo, misionaris dari Cina. Sang pastor menyarankan agar Lutgarda menikah dengan Yohanes Yu Jung-cheol yang juga memiliki keinginan untuk hidup murni demi Kerajaan Allah.Â