Dalam sejarah Gereja Katolik, ada sejumlah suami dan istri yang hidup dalam kesucian dan akhirnya dinyatakan resmi sebagai orang kudus. Elizabet Canori adalah salah satu dari kaum awan (bukan biarawan/biarawati) yang mendapat gelar beata atau orang kudus yang berbahagia.Â
Kisah hidup dan perkawinan Elizabet Canori amat inspiratif bagi pasutri kristiani maupun bukan kristiani. Ia adalah seorang istri yang sepanjang hidupnya banyak disakiti suami, namun tekun mendoakan pertobatan suami. Alih-alih bercerai, Elizabet Canori berusaha mencintai suaminya dengan ketulusan yang tak terperi.
Bagaimana kisahnya?
Elizabeth Canori lahir di Roma, 21 November 1774. Ia adalah puteri bangsawan kota Roma yang dibesarkan di bawah bimbingan para suster Agustinian di sebuah biara di Cascia, Italia. Pada masa kecilnya yang bahagia itu, cintanya pada Tuhan dan sesama manusia bertumbuh.
Banyak orang mengira ia akan menjadi biarawati. Akan tetapi, ketika remaja, Elizabeth sakit tuberkulosis sehingga terpaksa kembali ke rumah orang tuanya di dekat Koloseum Roma.
Ia kemudian jatuh cinta pada Cristoforo Mora, seorang pengacara. Pada usia 21 tahun, Elizabet menikah dengan pujaan hatinya.
Bulan-bulan pertama perkawinan mereka amatlah bahagia. Akan tetapi, Cristoforo berubah menjadi pencemburu. Ia melarang Elizabet menulis surat untuk sahabat-sahabatnya. Lambat laun Cristoforo tak peduli lagi pada sang istri. Lebih parah lagi, Cristoforo menjalin hubungan asmara dengan wanita lain.
Elizabeth membesarkan dua putrinya, Marianna dan Lucina, dalam situasi perkawinan yang sukar. Ia bekerja keras mencari penghasilan sementara suaminya justru menghamburkan uang.Â
Banyak sahabat menasihati Elizabeth agar meninggalkan suaminya yang tidak setia. Akan tetapi, Elizabeth mengingat janji setia perkawinan dan rahmat Tuhan yang ia yakini menguatkannya dalam suka dan duka.
Doa dan Cinta
Elizabeth tak henti-henti berdoa dan mempersembahkan derita yang dia alami demi pertobatan suaminya. Elizabeth menimba kekuatan hidup dari Ekaristi, doa, dan devosinya pada Tritunggal Maha Kudus. Ia mendorong kedua putrinya untuk berdoa bagi pertobatan ayah mereka. Ia berpesan pada dua putrinya untuk tidak membenci ayah mereka.