Ia lantas berkata, "Lho...kok tidak semua diambil. Ayo, mas dan mbak, itu jangan diambil," kata Mbah Sum.
Para mahasiswa tampak bingung. Tak seorang pun berdiri untuk mengambil tambahan makanan di meja.Â
Mbah Sum mengulangi lagi perkataannya,"Itu lho, mas dan mbak. Saya sudah capek masak kok tidak dimakan. Itu jangan diambil saja."
Para mahasiswa saling memandang. "Nenek ini menyuruh kita ambil makanan atau melarang?" bisik mereka.
Pak Kades menangkap kebingungan para tamunya. Ia berkata,"Maaf, mas dan mbak semua. Maksud ibu saya, itu sayur diambil saja. Ibu saya bilang kata "jangan" itu sebenarnya kata bahasa Jawa. Artinya "sayur". "Jangan diambil" artinya "sayur diambil".
Para tamu pun tertawa riang. Hidangan jangan godhong telo atau sayur daun ubi segera diserbu sampai tandas. Mumpung gratis:) Mbah Sum pun kini tampak semringah.
Kisah kedua: Indonesia Timur
Suatu hari di sebuah desa di Indonesia Timur, datang tetamu dari luar pulau. Para tamu ini datang dari Jawa, mengadakan survei lapangan untuk pembangunan sebuah proyek.
Mereka dijamu oleh keluarga Mama Mia. Mama Mia tidak begitu lancar bahasa Indonesia. Ia sepotong-sepotong saja belajar bahasa Indonesia dari putranya yang sempat sekolah sampai SMP di kota.
Si anak sudah mengajari sang mama beberapa kalimat sederhana untuk menyambut tamu. Misalnya, "selamat datang"; "terima kasih"; dan sebagainya.
Tibalah waktu makan malam. Empat tamu diundang makan bersama Mama Mia dan keluarga kecilnya.Â