Piazza Navona, di malam hari, di atas bangkubangku
aku berbaring telentang mencari ketenangan,
dan kedua mata dengan garisgaris lurus dan gulungan spiral
menyatukan bintang-bintang,
lintanglintang yang kuikuti sedari kecil
berbaring di atas kerikil Sungai Platani
mengeja doa dalam gelap.
*
Kusilangkan kedua tanganku
dan kuingat jalan untuk kembali pulang:
harumnya buah yang mengering di teralis
puspa ungu, jahe, lavender:
saat aku berpikir tuk membaca untukmu, pelan-pelan
(aku dan engkau, Bunda, di sudut nan teduh)
perumpamaan tentang anak yang hilang,
yang mengikutiku selalu dalam sunyi
seperti suatu ritme yang selangkah melangkah
tanpa dikehendaki.
*
Akan tetapi, pada orangorang mati tiada jalan pulang
dan tiada waktu untuk berjumpa ibunda
ketika jalan memanggil;
dan aku kembali berjalan, terkurung dalam malam
seperti seseorang yang takut untuk tinggal kala fajar
*
Jalan pulang memberiku kidungkidung
yang berkisah akan gandum yang membengkak dalam bulir
tentang kembangkembang yang putihkan kebun zaitun
di antara bunga biru muda dan bakung;
getar resonansi di pusaran debu,
nyanyian para insan dan keriut bajak
dengan lenteralentera yang sedikit berayun
bak kelap-kelip seekor kunang-kunang.
***
Terjemahan dari "I Ritorni" anggitan Salvatore Quasimodo (1901-1968), penyair kelahiran Sisilia. Ia meraih kusala Nobel Prize for Literature (1959). Pada 1960 dan 1967, ia meraih gelar doktor honoris causa dari Universitas Messina dan Oxford. Salvatore adalah salah satu penyair besar Italia abad ke-20.Â
Puisi ini melukiskan kerinduan seorang perantau di kota Roma ("Piazza Navona") pada Pulau Sisilia ("Sungai Platani"). Puisi ini dimuat dalam buku kumpulan sajaknya yang pertama, Ed e subito sera atau Segera Senja (1942). Salam cinta susastra.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H