Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Diam-diam Kita "Dipaksa" Punya Ponsel sebagai New Normal, Tak Punya Ponsel Berarti Abnormal?

15 Juni 2020   08:10 Diperbarui: 16 Juni 2020   10:02 1228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tidak punya ponsel - Pexels.com

Dia melanjutkan penuturannya. "Aku protes ke layanan konsumen. Tahu nggak, apa jawaban mereka? Aku malah ditanya, 'Lho, kenapa Anda tidak beli saja satu ponsel? Kan Anda punya uang."

Mendengar penuturan kawan saya tadi, saya ingin ketawa tapi takut dosa. Duh, kasihan betul teman saya ini. Dia "terpaksa" membeli ponsel demi memenuhi aturan bank. Dia seolah dipaksa mengikuti arus utama kemajuan zaman. Akhirnya, ia membeli ponsel!

Entah benar atau tidak, diam-diam ada "konspirasi gombal" eh "konspirasi global" yang memaksa orang untuk akhirnya memiliki ponsel. 

Apakah teman saya tadi satu-satunya orang yang merasa didiskriminasi gegara tak punya ponsel? Entahlah, pembaca sila berbagi kisah. 

Yang jelas, produksi dan penggunaan ponsel secara masif sejatinya mendatangkan juga mudarat di balik manfaat. 

Beberapa dampak negatif gaya hidup serbaponsel:

  1. Menghasilkan sampah elektronik yang bisa berbahaya jika tak didaur ulang dengan baik. 
  2. Menjadi pemicu kerusakan lingkungan akibat tambang bahan baku ponsel.
  3. Rawan pencurian data, penipuan dan juga hoaks. 
  4. Mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat.

Meski demikian, sepertinya alasan-alasan tadi tak mampu membendung hasrat banyak orang untuk memiliki ponsel. Tak cukup satu. Satu untuk hubungi pasangan. Satu lagi untuk cari pasangan baru (Ups!) 

Kalau bisa, ponsel tercanggih yang bisa dilipat-lipat. Hmm, itu ponsel apa origami, sih? 

Ya begitulah. Terdorong oleh kepraktisan dan modernitas, kita seakan harus tunduk pada keharusan memiliki ponsel (banyak dan terbaru) di zaman kiwari. Rupanya, diam-diam kita "dipaksa" punya ponsel.

Memiliki ponsel adalah new normal. Tidak punya ponsel, apa artinya kita abnormal? 

Hiks...masa sih?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun