Menteri Keuangan Sri Mulyani pada bulan Februari lalu kepada DPR sempat memaparkan rencana pengenaan tarif cukai minuman kemasan berpemanis. Tarif cukai berkisar antara Rp.1.500-Rp.2.500, sesuai dengan jenis minuman.Â
Produk bakal kena cukai adalah teh botol, minuman berkarbonasi atau soda, dan minuman energi.
Sri Mulyani berpendapat, tarif cukai itu juga bertujuan mendidik masyarakat agar membatasi asupan minuman berpemanis yang memicu obesitas dan diabetes.
Rencana cukai minuman berpemanis ini memicu kontroversi. Triyono, Ketua Asosiasi Industri Minuman Ringan keberatan dengan rencana ini. Alasannya pengenaan cukai bisa menyebabkan kinerja industri minuman ringan kembali negatif. Selain itu, minuman berpemanis diyakini bukan penyebab utama obesitas dan diabetes (DDTC, 21/2).
Bagaimana kita seharusnya menyikapi rencana pengenaan cukai minuman berpemanis di Indonesia? Efektifkah mengubah gaya hidup masyarakat jadi lebih sehat dengan menghindari minuman berpemanis?
Apa saja faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum menerapkan cukai minuman berpemanis?
Sejarah Cukai Minuman Berpemanis
World Cancer Research Fund International memaparkan, cukai minuman berpemanis pertama kali diterapkan Norwegia pada 1981. Hingga kini, aturan cukai minuman berpemanis atau sugar sweetened beverage (SSB taxes) telah dipraktikkan oleh 35 negara dan yurisdiksi lokal.Â
Beberapa di antaranya: Belgia, Inggris, Finlandia, Perancis, Meksiko, Cile, dan Malaysia.
Pajak minuman berpemanis adalah contoh penerapan pajak pigovian. Adalah ahli ekonomi Inggris, Arthur C. Pigou yang pada 1920 mengembangkan metode pajak yang memaksa para produsen membayar pajak untuk membayar kerugian akibat barang produksi mereka.
Akan tetapi, penerapan pajak pigovian ini bisa juga dilakukan dengan memberikan subsidi bagi konsumen yang membeli produk bermanfaat. Misalnya, pemerintah memberikan potongan pajak bagi warga yang membeli kendaraan ramah lingkungan (Brittanica).
Dampak Minuman Berpemanis bagi Kesehatan
Riset Andrea Teng dkk (2010) menyimpulkan bahwa dari 310.819 orang, mereka yang meminum minuman berpemanis lebih dari sekali dalam sehari 26% lebih berisiko mengidap diabetes tipe II dibanding mereka yang minum sekali saja minuman berpemanis tiap bulan.