Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Alkitab Bahasa Minang Sudah Lama Ada, Mengapa Sekarang Dipersoalkan?

6 Juni 2020   05:45 Diperbarui: 6 Juni 2020   15:19 3318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

2. Mechior Leijdecker, pendeta yang melayani umat berbahasa Melayu di Batavia merintis penerjemahan Alkitab secara lengkap ke dalam bahasa Melayu Tinggi. Proyek ini dimulai pada 1691. Sasaran audiensnya adalah umat Kristen Eurasia, Ambon, Jawa, Tionghoa, dan suku lain yang memahami bahasa Melayu sebagai bahasa pergaulan. Terjemahan  Leijdecker ini akhirnya terbit pada 1733.

3.  Periode Abad ke-19 menjadi puncak penerjemahan aneka versi Alkitab bahasa daerah di Nusantara. Beberapa contoh adalah terbitnya Alkitab bahasa Jawa (1854), Sunda (1877), Bugis (1888) dan Batak Toba (1878). 

4. Setelah kemerdekaan Indonesia, Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) yang dirintis pada 1950 menjadi lembaga yang mengurus penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa Indonesia dan daerah. 

Cikal bakal LAI sejatinya adalah Lembaga Alkitab Java di Batavia pada masa Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles. Lembaga Alkitab ini didirikan pada 4 Juni 1814 sebagai cabang pembantu dari Lembaga Alkitab Inggris.  

Penerjemahan Alkitab sebagai hak kebebasan beragama

Sesuai dengan UUD 1945, negara menjamin kebebasan beragama (dan berkepercayaan) tiap warga negara Indonesia. Karena itu, tiap lembaga keagamaan berhak mengadakan kegiatan apa pun dalam lingkup melayani umatnya, sepanjang tidak melanggar hukum nasional.

Dalam hal ini, penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa daerah mana pun juga dijamin oleh UUD 1945. Logikanya, setiap pejabat negara wajib menjamin kebebasan beragama yang telah diatur dalam UUD 1945.

Penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa daerah mana pun, secara faktual, tidak serta merta menjadikan suku tertentu sebagai sasaran penginjilan atau otomatis menjadikan suku tertentu penganut agama Katolik atau Kristen.

Ambil contoh, sudah sejak 1854 ada terjemahan Alkitab bahasa Jawa. Akan tetapi, faktanya, apakah sekarang 100 persen orang Jawa menjadi Katolik atau Kristen? Tidak, bukan?

Penerjemahan Alkitab dalam bahasa Minang pun, tentu tidak secara faktual lantas berarti Gereja sangat berambisi mewartakan iman kristiani pada suku Minang. Justru Gereja Katolik dan Kristen di Indonesia telah, sedang, dan akan melayani umat dan siapa pun yang ingin membaca Alkitab dalam bahasa Minang (dan bahasa-bahasa daerah lain), baik dalam rangka menimba wawasan iman maupun menimba pengetahuan.

Jika Anda mengikuti perkembangan teologi misi Gereja Katolik di Asia, Anda akan tahu bahwa misi dan dialog antaragama dan dialog dengan budaya lokal dijalankan secara bersamaan oleh Gereja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun