Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

5 Ukuran Keberhasilan Tulisan Selain Jumlah Tayangan dan Cetakan

15 Mei 2020   14:41 Diperbarui: 15 Mei 2020   15:01 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menulis - pexels.com

Ada banyak motivasi yang mendorong kita untuk menulis. Salah satunya adalah soal jumlah tayangan (jika itu tulisan blog) dan cetakan (jika itu buku). Tentunya hal ini terkait pula dengan keuntungan ekonomi dan nonekonomi yang bakal kita raih. 

Akan tetapi, pengalaman banyak penulis membuktikan bahwa keberhasilan tulisan tak melulu soal jumlah tayangan dan cetakan. Ada banyak hal lain yang juga menjadi komponen untuk mengukur keberhasilan sebuah tulisan. Apa saja? Yuk, kita ulik bersama.

1. Manfaat (Praktis) bagi Pembaca

Saya masih merasa belum pantas menyebut diri sebagai penulis. Karya saya masih sangat sedikit. Meski demikian, tidak ada salahnya bila saya membagikan pengalaman saya terkait tulis-menulis. 

Tahun 2019 lalu, berkat karunia Tuhan saya telah menerbitkan sebuah buku rohani yang memuat doa-doa yang belum banyak dikenal di Indonesia. 

Seorang ibu guru agama mengirimkan pesan melalui media sosial. "Terima kasih, berkat buku ini saya jadi tahu doa-doa baru. Saya sudah menjadikan doa-doa itu sebagai bahan pengajaran bagi para siswa-siswi." Hati saya berbunga-bunga. Rupanya buku sederhana untuk ceruk pasar yang tak seberapa itu bermanfaat bagi seorang guru dan anak didiknya. 

Para penulis, baik pemula maupun kawakan, tentu juga pernah mendapat apresiasi karena apa yang ditulis ternyata amat berfaedah (secara praktis) bagi pembaca.

2. Daya Ubah

Jangan sepelekan daya ubah sebuah tulisan. Sesingkat apa pun dan sesederhana apa pun, tulisan memiliki daya ubah yang luar biasa. Suatu ketika, saya memandangi sebuah pigura dengan foto dan satu kalimat inspiratif.

Dalam bahasa Inggris, kalimat itu adalah "You only live once, but if you do it right, once is enough." Artinya, "Anda hidup cuma sekali, namun jika Anda menghidupinya dengan bijak, sekali itu sudah cukup."

Belakangan saya baru tahu, kalimat itu anggitan Mae West (1893-1980), seorang aktris Amerika Serikat. Sampai kini, kalimat itu masih membekas dalam memori saya, padahal saya membacanya lebih dari sepuluh tahun lalu. Kalimat singkat ini menyemangati para pembacanya untuk hidup dengan bijaksana.

Kisah nyata pertobatan atau kesuksesan yang diraih dengan perjuangan tentu memiliki daya ubah yang dahsyat bagi pembacanya. Saya sendiri menimba hikmah tulisan berdaya ubah itu dari beberapa tulisan yang dibagikan di Kompasiana ini. Misalnya, tanpa mengerdilkan anggitan penulis lain, adalah tulisan rekan Levi William Sangi bertajuk Narkoba, Petani, dan Air Mata Mama (klik untuk membacanya).

Seandainya saudara-saudari kita yang terjerumus dalam narkoba membacanya, mungkin mereka akan tergerak hati untuk segera mencari jalan keluar dari adiksi. 

Pula tulisan kritik santun terhadap pengambil kebijakan publik dan tulisan ajakan berbuat kebaikan tentu akan berdaya ubah.

Satu orang saja pembaca yang berubah setelah membaca tulisan kita adalah karunia.

Perubahan itu bisa saja berupa perubahan cara pandang dalam skala kecil atau perubahan hidup secara mendasar dalam wujud pertobatan.

3. Sumbangan bagi Pengetahuan dan Literasi

Mungkin kita kurang menyadari bahwa tulisan kita, sesederhana apa pun menjadi sumbangan bagi pengetahuan dan literasi. Setiap buku ber-ISBN dapat memperkaya khazanah perbukuan Indonesia. 

Pula tulisan fiksi dan nonfiksi di blog pribadi maupun blog gotong-royong (user generated content) macam Kompasiana turut menyumbang gerakan literasi di tanah air. 

Harga buku cetak masih relatif mahal. Masyarakat kalangan bawah dan di pelosok kesulitan mengakses perpustakaan dan atau mencetak naskah. Nah, atikel blog yang bisa dibaca secara daring dan nyaris gratis bisa jadi alternatif bahan bacaan masyarakat.

Sejumlah artikel di Kompasiana pun telah menjadi rujukan penulisan buku, jurnal, dan sebagainya. Apalagi jika tulisan itu langka dan ditulis dengan baik, nilainya tinggi dalam sumbangan bagi pengetahuan (populer).

Tanpa mengecilkan karya penulis lain, contohnya artikel ilmiah populer anggitan Mulyadi Djaya bertajuk Menelusuri Jejak Nenek Moyang Orang Papua ini. 

4. Sarana Ekspresi Diri dan Katarsis

Menulis adalah mengungkapkan diri. "Diri" dapat berarti wawasan, pengalaman hidup, kebijaksanaan, dan keterampilan tertentu. Seorang penulis membagikan apa yang ia miliki kepada dunia. Ia merasa puas saat bisa mengaktualisasikan apa yang menjadi kekayaan dirinya. Apalagi ketika karyanya mendapat pujian.

Selain itu, tulisan juga bisa menjadi wahana untuk katarsis. Apa itu katarsis?  Schultz dan Schultz (2004) mendefinisikan katarsis sebagai "proses mengurangi atau menghilangkan suatu kompleks dengan menyadarinya dan membiarkannya diekspresikan" (hal.506).

Seorang yang pernah mengalami perundungan pada masa kecilnya bisa mengungkapkan diri melalui tulisan. Nah, tulisan katarsis ini berguna bagi si penulis maupun para pembaca yang ternyata memiliki masalah serupa. Para pembaca akan merasa bahwa diri mereka tidak sendirian. Ada orang yang juga mengalaminya dan berhasil mengatasinya. 

5. Sarana Membangun Jaringan dan Rekam Jejak (Portofolio)

Saya baru-baru ini mendapat surel dari pembaca buku saya. Rupanya, alamat surel yang saya cantumkan pada buku itu menjadi sarana silaturahmi saya dengan pembaca. Si pembaca mengajak saya untuk memperkenalkan buku saya pada sebuah kelompok melalui konferensi daring.

Saya tidak pernah membayangkan, buku itu mempertemukan saya dengan banyak orang baik yang belum pernah saya jumpai secara langsung. Kami kini sedang bekerja sama untuk beberapa proyek sosial. 

Demikian pula dengan menulis di blog seperti Kompasiana. Kita bisa menjalin kolaborasi dengan sesama narablog untuk aneka kegiatan positif. Rupanya, menulis menjadi sarana untuk membangun jaringan.

Selain itu, menulis juga sangat bermanfaat untuk membangun rekam jejak  dan portofolio yang baik. Ketika melamar pekerjaan, misalnya, kita dengan percaya diri dapat menunjukkan tulisan dan rekam jejak aktivitas literasi kita. Ini suatu nilai lebih bagi citra positif diri kita.

Akhirulkalam, salam literasi. Mari berbagi kebaikan melalui tulisan. Jumlah tayangan dan cetakan memang penting, namun bukan satu-satunya hal yang membuat seorang penulis bahagia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun