Pandemi corona telah melumpuhkan banyak sendi kehidupan. Akan tetapi, sedahsyat apa pun si corona tetap tak mampu melumpuhkan ketulusan hati kala berbagi.Â
Hal ini dialami pasangan suami-istri, sebut saja Pak Teguh dan Ibu Asih, pemilik sebuah rumah makan kecil di bilangan Lippo Karawaci, Tangerang. Suatu ketika, kala corona baru mulai mendera Indonesia, seorang abang ojol ditanya oleh pasutri ini.
"Pak, dapat penumpang nggak?". Si Abang Ojol terdiam sejenak. "Baru dapat satu orderan," jawabnya. Lantas Ibu Asih menawarkan makan gratis pada si tukang ojol.Â
Pengamatan terhadap situasi yang makin sulit itu akhirnya mendorong Pak Teguh dan Ibu Asih untuk membagikan nasi kotak pada pemulung, tukang ojek, dan warga terdampak corona lain. Padahal, usaha rumah makan yang dikelola pasutri ini juga terdampak corona.
Pasutri ini lantas menghubungi teman-teman sekolah dan kuliah dulu, mantan teman kantor, dan saudara-saudari di lingkungan rumah mereka. Para sahabat ini lantas berdonasi mendukung aksi nyata pasutri ini.Â
Keajaiban terjadi. Selama 14 hari pertama, pasutri ini dimampukan oleh Tuhan YME untuk menyediakan 1.560 kotak nasi. Pada tahap kedua, sekitar 900 kotak nasi  dan 300 masker gratis telah mereka salurkan.Â
Menu Sehat dan Segar
Tiap hari, pasutri ini dengan bantuan dua karyawan rumah makan mereka bekerja keras menyiapkan sekitar 70 nasi kotak. Ibu Asih lah yang berbelanja ke pasar untuk memastikan bahan yang dimasak selalu segar dan sehat.
Dalam kurun waktu empat jam, harus selesai segala proses masak hingga pengemasan demi memastikan tersajinya nasi kotak nan menyehatkan, juga dengan mengindahkan para penerima yang adalah masyarakat lintas agama.Â
Pada bulan puasa Ramadan ini, pasutri ini mulai bekerja siapkan nasi kotak dari jam 13.30 sampai 16.00. Kemudian pada pukul 17.00 mulai membagikannya. Biasanya di seputaran rumah makan mereka dan di area Lippo Karawaci arah ke Binong.Â
Tepat Sasaran
Berbeda dengan program-program pemerintah pusat maupun daerah yang kerap meleset, aksi pasutri ini justru lebih tepat sasaran. Dua titik pembagian nasi kotak adalah jalur yang dilewati masyarakat marjinal.
Selain itu, jelas terpampang di spanduk bahwa bantuan hanya diberikan pada pengemudi ojol, taksi, angkot. Intinya, wong cilik. Menariknya lagi, entah bagaimana, terjadi hal berikut. Â
"Paling dua atau tiga orang saja yang semacam jadi "langganan". Sebagian besar orang yang terima itu ganti-ganti," tutur Ibu Asih. "Yang Di Atas lah yang mengatur. Kami hanya berdoa dan berusaha sebisanya saja. Kami percaya, Tuhan lah yang melipatgandakan  bantuan ini dengan kemurahan-Nya," lanjutnya.
Orang Berkekurangan Berhati Mulia
Ibu Asih dan Pak Teguh juga dibuat kagum oleh perilaku mulia para tukang ojek, pengemudi angkot dan taksi. Ketika sudah menerima bantuan dari pihak lain, biasanya para penerima ini jujur mengatakannya. "Boleh saya terima ya, tapi bukan untuk saya. Saya barusan dapat tadi. Ini untuk teman saya yang belum kebagian," demikian tutur mereka.Â
Ya, di saat para politikus ribut-ribut soal prosedur penyaluran bantuan, orang-orang berkekurangan ini dengan tulus menjadi penyalur bantuan bagi sesamanya yang juga memerlukan.
Kebahagiaan saat Memberi dari Kekurangan
Pasutri Teguh dan Asih bertutur soal kebahagiaan yang mereka rasakan saat terjun langsung membagikan bantuan yang menurut mereka tak seberapa itu.
"Ketika kami bagikan pada pemulung dan orang-orang sederhana, mereka tersenyum bahagia. Ada yang terharu sampai mata berkaca-kaca. Nah, kebahagiaan ini yang juga kami rasakan di hati."
Jika pembaca berkenan mendukung aksi nyata pasutri ini bagi warga lintas agama terdampak corona, sila hubungi penulis di ruangberbagi@yandex.com.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H